Penjelasan Suwirta Dinilai Makin Tegaskan Kesalahan, Pengamat Gusti Putu Artha Beri Kritik Telak
- account_circle Admin
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025

Pengamat sosial politik, I Gusti Putu Artha, SP, M.Si.
KLUNGKUNG — Pernyataan mantan Bupati Klungkung Nyoman Suwirta mengenai polemik proyek lift kaca Pantai Kelingking justru dinilai membuka ruang lebih besar atas dugaan kelalaian kewenangan. Pengamat sosial politik, I Gusti Putu Artha, SP, M.Si., menegaskan bahwa klarifikasi Suwirta bukan meredam kritik, tetapi makin memperlihatkan adanya kesalahan mendasar dalam tata kelola pemerintahan dan perizinan pada masa kepemimpinannya.
Artha menyoroti tiga poin utama dari penjelasan Suwirta, yakni pencabutan Peraturan Bupati yang mewajibkan penerbitan izin dengan sepengetahuan bupati, pemberian kewenangan penuh kepada OPD untuk menerbitkan izin tanpa kontrol kepala daerah, serta pengakuannya bahwa ia tidak mengikuti perkembangan proyek lift kaca, termasuk bentuk, fungsi, dan proses perizinannya. Menurut Artha, tiga poin itu bukanlah pembelaan, justru merupakan bukti bahwa Suwirta melepaskan fungsi pengawasan yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ia menekankan bahwa Pasal 14 UU 23/2014 mencantumkan urusan wajib pemerintah kabupaten, yang salah satunya adalah perencanaan dan pengendalian pembangunan, serta perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Dua poin ini, yang menjadi kewenangan dasar kepala daerah, menurut Artha, langsung bertentangan dengan tindakan Suwirta mencabut Perbup yang justru merupakan instrumen pengawasan.
Tanpa Perbup tersebut, kata Artha, bupati melepas kendali terhadap proses perizinan, padahal Pasal 25 undang-undang yang sama mewajibkan kepala daerah memimpin penyelenggaraan pemerintahan, memastikan terlaksananya kewajiban daerah, serta melaksanakan pengawasan terhadap pembangunan.
Bagi Artha, pengakuan Suwirta bahwa ia tidak mengetahui detail proyek lift kaca bukan hanya janggal, tetapi menjadi indikator bahwa fungsi pengawasan tidak dijalankan. OPD, tegasnya, bukan entitas yang berdiri sendiri, melainkan perangkat yang bekerja di bawah arahan, kendali, dan supervisi kepala daerah.

Ketidaktahuan kepala daerah terhadap pembangunan skala strategis di kawasan wisata kelas dunia seperti Kelingking hanya memperlihatkan bahwa perintah undang-undang terkait pengendalian pembangunan dan pengawasan tata ruang tidak diemban sebagaimana mestinya.
Artha juga menilai bahwa narasi Suwirta yang menyatakan “urusan izin berhenti di OPD” merupakan bentuk kekeliruan dalam memahami posisi bupati. Ia mengingatkan bahwa kepala daerah bukan pimpinan koperasi yang dapat menyerahkan penuh kewenangan teknis kepada bawahan, tetapi pemimpin pemerintahan yang secara hukum wajib memastikan seluruh proses perizinan berjalan sesuai tata ruang, memiliki manfaat publik, dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari. Sikap yang terkesan lepas tangan itu, katanya, justru meneguhkan bahwa Suwirta tidak menjalankan amanat Pasal 14 dan Pasal 25 UU Pemerintahan Daerah.
Pada level risiko, Artha menegaskan bahwa persoalan ini bisa berimplikasi lebih berat. Jika investor mengajukan gugatan balik dan kemudian menang, maka negara wajib membayar ganti rugi. Kerugian keuangan negara akibat kelalaian tata kelola perizinan, menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, merupakan salah satu kategori perbuatan yang merugikan keuangan negara dan berpotensi masuk ranah pidana.

Mantan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
Di sisi lain, Suwirta tetap berpegang pada pernyataannya bahwa ia tidak pernah mengintervensi, mengarahkan, atau meminta persetujuan khusus dalam proses perizinan lift kaca. Ia mengaku hanya menerima surat pemberitahuan groundbreaking dan menugaskan OPD untuk melakukan pengecekan. Suwirta juga menegaskan bahwa pada periode tersebut ia tengah fokus merawat orang tuanya yang sakit, sehingga tidak mengikuti perkembangan perizinan PBG. Ia bahkan menantang publik untuk membuktikan apakah selama masa jabatannya pernah ada izin yang harus mendapat persetujuan langsung dari bupati.
Namun bagi Artha, rangkaian alasan tersebut justru semakin memperkuat bahwa Suwirta telah melepaskan fungsi pengawasan yang menjadi kewajiban hukum seorang kepala daerah. Polemik lift kaca Kelingking yang telah dihentikan dan diperintahkan untuk dibongkar oleh Gubernur Bali kini memasuki babak baru, yang tak hanya menyoroti proyek tersebut, tetapi juga menyentuh tata kelola pemerintahan Klungkung di masa lalu. (Tim)

Saat ini belum ada komentar