Purbaya dan Strategi “Memukul Ekor Ular” Langkah Canggih Politik Prabowo Subianto
- account_circle Admin
- calendar_month Ming, 19 Okt 2025

Oleh: I Made Richy Ardhana Yasa (Ray)
Jurnalis
DENPASAR – Di tengah rutinitas pemerintahan yang sering kali tampak datar, muncul satu nama yang mulai mengguncang keseimbangan lama: Purbaya Yudhi Sadewa. Seorang ekonom tenang, birokrat yang jarang tampil di layar kaca, namun dalam beberapa pekan terakhir, namanya mendadak melesat, membawa getaran ke jantung dua institusi besar negara, Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Purbaya berbicara dengan kalimat sederhana, namun efeknya tidak sederhana sama sekali. “Kalau sektor riil dijaga, maka mafia-mafia di fiskal harus dibersihkan,” ucapnya lugas dalam talkshow Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Metro TV.
Pernyataan itu terdengar seperti kritik tajam yang lama ditunggu publik. Tetapi di mata saya, seorang jurnalis yang telah juga mengikuti denyut politik ekonomi nasional, ucapan itu lebih dari sekadar retorika teknokrat. Ia adalah kode politik tingkat tinggi.
Dalam budaya politik Jawa, ada pepatah kuno: “Kalau ingin ular keluar dari sarangnya, pukullah ekornya, bukan kepalanya.” Dan Purbaya, sadar atau tidak, sedang memainkan filosofi itu dengan sempurna. Ia memukul ekor sistem, titik paling sensitif yang selama ini menjadi tempat berlindung berbagai kepentingan lama.
Begitu ekor itu terpukul, semua kepala ular menegak, dan reaksi dari berbagai pihak pun bermunculan: dari internal kementerian, pengusaha, hingga elite politik. Ketika semua kepala itu menampakkan diri, barulah permainan politik dimulai.
Di sinilah kecanggihan strategi pemerintahan Prabowo Subianto tampak jelas. Sebagai presiden yang berhati-hati namun penuh kalkulasi, Prabowo memilih tidak menyerang secara frontal. Ia membiarkan kebijakan bekerja sebagai senjata.
Ia memilih jalur teknokrat seperti Purbaya untuk mengguncang sistem dari dalam, agar kekuatan lama keluar dengan sendirinya. Ini langkah yang bersih, elegan, dan jauh lebih efektif secara politik.
Secara lahiriah, Purbaya tampil sebagai pejabat reformis, tegas, rasional, dan berbicara dengan data. Namun di balik wajah itu, ia adalah figur strategis yang membawa misi besar, mengguncang sistem lama yang selama ini menahan laju reformasi ekonomi. Siapa pun yang menyentuh jantung fiskal Indonesia tahu bahwa di sana berkelindan banyak kepentingan, dari elite politik, korporasi besar, hingga kelompok di dalam birokrasi sendiri.
Sejak awal pemerintahan Prabowo-Gibran, arah politik ekonomi tampak bergeser. Pemerintah fokus pada dua hal: menyehatkan sistem dan memastikan rakyat merasakan hasilnya. Namun untuk mencapai itu, mereka harus menggoyang tembok lama yang penuh kerak kekuasaan. Di sinilah peran Purbaya menjadi “alat bedah” yang tajam. Ia memukul tanpa banyak bicara, tapi suaranya menggema ke seluruh sistem.
Sebagai jurnalis, saya percaya tidak ada pernyataan pejabat setinggi Purbaya yang lahir tanpa perhitungan. Dalam politik, setiap kata adalah sinyal. Dan sinyal yang dikirim Purbaya kali ini jelas, era lama sedang diakhiri.
Kata “dipanen oleh Prabowo” yang kini ramai diperbincangkan di ruang publik bukanlah sindiran, melainkan gambaran strategis. Purbaya memukul, mengguncang, membuka wajah-wajah lama, sementara Prabowo memanen hasil politiknya, memperkuat citra sebagai pemimpin tegas dan bersih.
Publik haus akan tindakan nyata, bukan janji, dan langkah Purbaya memenuhi dahaga itu. Saat ia menggugat mafia pajak dan bea cukai secara terbuka, dukungan publik meningkat, dan legitimasi pemerintahan pun ikut menguat.
Bagi saya, ini bukan kebetulan. Ini adalah politik yang dirancang seperti strategi militer: berlapis, sistematis, dan terukur. Tidak ada peluru yang ditembakkan tanpa sasaran. Langkah bersih-bersih ini bukan hanya menyerang mafia ekonomi, tapi juga mengirim pesan ke seluruh birokrasi bahwa era kompromi telah berakhir.
Kini, siapa pun yang tidak bersih, siap disorot. Namun strategi ini tentu tidak bebas risiko. Memukul ekor ular berarti siap menghadapi perlawanan dari banyak kepala. Kepala-kepala itu bukan sembarangan, mereka berpengaruh, punya jaringan, bahkan mungkin berkuasa di balik layar.
Serangan balik bisa datang dalam berbagai bentuk: opini publik yang digiring, narasi tandingan, atau upaya mengguncang kepercayaan masyarakat. Karena itu, dukungan penuh Presiden Prabowo menjadi kunci.
Jika Purbaya dibiarkan berjuang sendiri, langkah reformasi ini bisa terhenti di tengah jalan. Tapi jika ia dikawal sebagai bagian dari strategi besar, Purbaya akan menjadi simbol baru pemerintahan ini, teknokrat yang berpolitik dengan tindakan, bukan dengan kata.
Dari semua dinamika itu, saya melihat bahwa politik Prabowo kali ini bukan politik panggung, tetapi politik sistem. Ia tidak menembak langsung, tapi menata ulang fondasi birokrasi. Ia tidak memukul kepala, tetapi menggerakkan tangan-tangan reformis seperti Purbaya untuk memukul ekor terlebih dahulu.
Dalam jangka panjang, langkah ini akan menciptakan dua hasil besar: pembersihan sistem ekonomi negara dan konsolidasi kekuasaan yang lebih kuat karena didukung legitimasi moral. Dalam politik Indonesia, kekuasaan tidak hanya diukur dari siapa yang duduk di kursi tertinggi, tetapi juga dari siapa yang berani mengguncang kenyamanan lama.
Dan hari ini, sosok itu bernama Purbaya Yudhi Sadewa, tokoh yang memukul ekor ular agar semua ular mendongak, sehingga bisa dilihat, diidentifikasi, dan bila perlu, dipanen secara politik oleh presiden yang tahu persis kapan saat terbaik untuk menuai hasilnya. (Ray)

https://shorturl.fm/W8a74
20 Oktober 2025 11:55 AM