Pariwisata dan Budaya
Cok Ace Hadiri Pelantikan BVA, Jro Hendra Akan Bekerja Maksimal

GATRADEWATA NEWS● BALI | Pelantikan dan pengukuhan ketua dan pengurus Bali Villa Association (BVA), masa bakti 2021 – 2026, dilantik langsung oleh Ketua PHRI Bali, Prof. Dr. Ir. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, M.Si yang juga Wakil Gubernur Provinsi Bali, di Taulan Social Hideout, Jalan Pengubengan Kauh, Kerobokan Kelod, Kuta Utara, Badung Bali, Rabu (13/04/2022).

Putu Gede Hendrawan (Jro Hendra), ketua BVA masa bakti 2021-2026
“Artinya BVA tidak berjuang sendirian dalam memajukan Indonesia dan Bali secara khusus,” Ucap Cok Ace.
BVA memiliki komitmen untuk tetap mengawal melalui momentum Bali bangkit 2022, dengan menitikberatkan pada visi misi kedepannya, yakni :
1. Menjalin komunikasi yang intens dan Kerjasama yang baik Bersama dinas terkait di pemerintahan Provinsi bali, Kabupaten kota. Bersama dengan PHRI Bali yang merupakan induk dari organisasi pariwisata di bali dan BVA merupakan underbow PHRI bali serta masyarakat luas terutama masyarakat asing yang di wakili oleh konsulat asing yang ada di bali tentang keberadaan akomodasi villa legal di wilayah Bali dan di Kabupaten Badung khusus nya yang merupakan barometer dari Pariwisata Bali bahwa akomodasi villa layak untuk digunakan sebagai tempat menginap dan berlibur selama di Bali, terutamanya mendukung program pemerintah agar Pariwisata Bali Kembali menggeliat dan bisnis pariwisata di Bali pulih kembali.
2. Melakukan sinergisitas yang baik antara Pemerintah daerah dan kabupaten kota untuk dapat mengawasi, pendataan dan pencatatan villa yang beroperasi tanpa ijin, dan yang telah beroperasi secara legal, sehingga Bali memiliki data yang akurat akan jumlah dan kwantitas villa yang ada di bali, sehingga dapat melakukan pengawasan yang baik dengan tujuan untuk dapat mengontrol pertumbuhan dan kebutuhan akomodasi di Bali secara umum sehingga dapat memberikan dan merealisasikan Quality tourism kepada wisatawan yang berkunjung dan berlibur di Bali.
3. Membantu pemerintah daerah, kabupaten & kota dalam rangka ikut serta peran aktif dalam peningkatan PAD dengan bangkitnya Kembali pariwisata bali dan pulihnya Kembali bisnis pariwisata khususnya akomodasi villa yang ada di Bali, yang mana akomodasi villa terbanyak berada di wilayah kabupaten badung dan dapat memberikan sumbangsih kembali kepada PAD Daerah dan Kabupaten Kota, sehingga pembangunan daerah Bali dapat terus berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Bali swecara keseluruhan.
4. Terus membangun kesan bahwa akomodasi Villa menjadi tempat yang layak dan nyaman serta aman dimata wisatawan dan masyarakat umum guna menghindari peristiwa peristiwa yang tidak diinginkan dan dapat merusak citra Pariwisata Bali dan akomodasi Villa pada khususnya melalui program yang di anjurkan pemerintah pusat dan daerah yang saaat ini sedang berlangsung yaitu sertifikasi CHSE SNI 9042 dan sertifikasi Protokol Tatanan Kehidupan Era Baru yang dapat juga digunakan sebagai marketing tools bagi kita semua, dengan pesan bahwa Bali telah siap untuk Era Baru dan qualified untuk Kembali menerima dan menyambut Wisatawan baik domestic ataupun mancanegara yang datang berlibur dan menginap di Bali.
5. Ikut serta menjaga kwalitas lingkungan yang lebih nyaman dan aman sehingga konsep Tri Hita Karana dan berbasis budaya Bali dapat terus di terapkan di setiap industri pariwisata khususnya akomodasi Villa.
6. Meningkatkan Kwalitas dan sumber daya manusia untuk dapat bersaing di tingkat professionalitas untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik bagi pekerja yang bekerja di industry pariwisata khususnya Villa dengan lebih intens melakukan pelatihan pelatihan dan pembekalan kepada tenaga kerja yang bekerja di masing masing villa.
7. Ikut dalam mensukseskan kebijakan pemerintah dalam penegakan aturan baik menyangkut perusahaan dan ketenagakerjaan yang terkandung di dalam visi dan misi pemerintah Provinsi Bali yaitu NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI sehingga sinergisitas antara pelaku pariwisata dan pemerintah dapat beriringan dan sejalan.
8. Mempererat hubungan Kerjasama dengan berbagai pihak, dan ikut serta dalam memberikan masukan saran kepada Pemerintah Provinsi Bali, serta kabupaten kota dalam pengembangan pariwisata Bali kedepan nya agar kembali sediakala serta kembali menjadi penopang dan sector utama pertumbuhan ekonomi Bali kedepannya, melalui peningkatan SDM, kegiatan nyata yang berkwalitas dan tentu meningkatkan kualitas pelayanan dari SDM masing masing usaha untuk menuju Quality tourism.
9. Memberikan arahan kepada para pelaku usaha khususnya usaha Villa agar mengikuti aturan yang telah di tetapkan dan melengkapi usaha masing masing agar memiliki legalitas usaha yang telah di tetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
10. Ikut menjaga situasi Bali agar tetap aman, nyaman dan kondusif sehingga pariwisata Bali segera Bangkit Kembali dan pulih sediakala.
Putu Gede Hendrawan (Jro Hendra) yang merupakan ketua BVA (baru), menyampaikan rasa terimakasih yang besar kepada Pemerintah Daerah yang sudah berupaya untuk meyakinkan Pemerintah Pusat untuk membuka pintu penerbangan Internasional.
Ia juga menambahkan bahwa seluruh pengurus akan berupaya maksimal untuk mempromosikan Provinsi Bali terutama dalam bidang Pariwisata.
“Kita harapkan pariwisata Bali kembali bangkit dan pulih kembali sediakala, sehingga perekonomian masyarakat bali kembali menggeliat yang mana tidak dapat kita pungkiri Pariwisata Bali adalah sektor utama dari penopang perekonomian masyarakat Bali, “pungkasnya. (Ray)

Pariwisata dan Budaya
I Gede Sujana, Arsitek Inovasi Budaya & Kemewahan di Royal Ambarrukmo Yogyakarta

Yogyakarta – Royal Ambarrukmo Yogyakarta, hotel ikonik yang melekat dengan sejarah dan budaya Jawa, terus menciptakan terobosan di dunia perhotelan mewah. Di tengah transformasi fasilitas dan penyempurnaan layanan, Royal Ambarrukmo kini juga memperkuat peran sosialnya melalui berbagai inisiatif berkelanjutan.
Salah satu program unggulannya adalah tukar sampah dengan pangan sehat, yang menjadi bukti nyata komitmen hotel dalam mendukung pengelolaan sampah dan pemberdayaan masyarakat lokal. Inovasi-inovasi ini hadir berkat kepemimpinan inspiratif dari I Gede Sujana, General Manager yang resmi menjabat sejak April 2025.
Jejak Karier Penuh Dedikasi
Lahir di Bali, I Gede Sujana memiliki rekam jejak panjang di industri perhotelan. Karier manajerialnya dimulai sebagai General Manager Fairfield by Marriott Belitung pada 2016, dilanjutkan ke Four Points by Sheraton Makassar pada 2018, hingga memimpin Sheraton Mustika Yogyakarta Resort & Spa pada 2022. Kini, ia memegang kendali di Royal Ambarrukmo Yogyakarta dengan visi menyelaraskan kemewahan dan kearifan lokal.
Harmoni Kemewahan dan Budaya
Di bawah arahannya, Royal Ambarrukmo Yogyakarta tampil sebagai rumah kedua bagi para tamu, menggabungkan sentuhan modern dengan kekayaan budaya Jawa yang autentik. Bagi Sujana, hospitality bukan sekadar layanan, tapi seni menghadirkan pengalaman yang menyentuh — dari arsitektur, kuliner tradisional, keramahan staf, hingga nilai budaya yang hidup dalam setiap sudut hotel.
Bergerak Bersama Komunitas
Komitmen terhadap Sustainable Development Goals menjadi prioritas Sujana dalam menjalankan strategi hotel. Dengan menggandeng komunitas lokal, Royal Ambarrukmo memperkuat peran industri perhotelan sebagai penggerak pariwisata yang inklusif dan ramah lingkungan.
Kepemimpinan yang Membumi dan Visioner
Tak hanya memimpin operasional harian, Sujana juga membangun budaya kerja yang kolaboratif, inovatif, dan berbasis pembelajaran berkelanjutan. Di tangannya, Royal Ambarrukmo tidak hanya mempertahankan standar tinggi layanan, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai simbol hidup dari kemewahan yang berpadu dengan warisan budaya.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Royal Ambarrukmo Yogyakarta di (0274) 488 488, kunjungi Instagram @royalambarrukmo, atau akses situs resminya di www.royalambarrukmo.com.
“Kembali ke Jantung Budaya, Menginaplah di Legenda.”
#RoyalAmbarrukmo #LivingLegend #LuxuryMeetsCulture
Pariwisata dan Budaya
Investasi Ilegal WNA Rugikan Bali, Dr. Panudiana Kuhn Desak Penertiban Menyeluruh

DENPASAR — Fenomena pelanggaran hukum yang dilakukan warga negara asing (WNA) di sektor pariwisata Bali menuai sorotan tajam dari Dr. Panudiana Kuhn, Ketua Pembina Apindo Bali sekaligus pengusaha senior yang lama bergelut di industri lokal. Ia menilai praktik-praktik bisnis gelap yang kian marak bukan hanya menggerus pendapatan pajak daerah, tetapi juga mengancam kelangsungan usaha milik warga lokal.
Menurut Dr. Kuhn, modus operandi yang kerap terjadi adalah penyewaan vila oleh WNA yang kemudian kembali disewakan kepada sesama WNA secara diam-diam dari luar negeri, tanpa jejak administratif, tanpa izin usaha, dan tentu tanpa kontribusi pajak. Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa banyak transaksi jual beli properti dilakukan menggunakan mata uang asing dan dibayarkan di luar negeri—sebuah pelanggaran serius yang luput dari pantauan otoritas.
“Ironisnya, pemerintah Bali bahkan tidak memiliki data pasti soal jumlah vila yang disewakan tiap tahun, padahal pungutan keamanan dari pecalang terus berjalan,” ujarnya.
Ia menyerukan agar aparat pemerintah, mulai dari dinas hingga imigrasi dan kepolisian, tidak hanya menunggu laporan masyarakat, tetapi aktif melakukan inspeksi ke lapangan. Setiap usaha ilegal harus ditindak tegas—dengan jalan legalisasi melalui SIUP dan NPWP, atau penutupan permanen.
“Persaingan bisnis saat ini tidak sehat. Warga lokal terdesak oleh kekuatan modal asing yang tidak bermain sesuai aturan. Ini harus dihentikan,” tegasnya.
Kuhn juga menyoroti ketidakjelasan implementasi program Golden Visa 10 tahun yang memungkinkan WNA memiliki vila senilai miliaran rupiah serta hak pakai tanah hingga 80 tahun. Ia menilai regulasi yang longgar membuat konflik antara pemodal besar dan pemilik lokal semakin sering terjadi.
“Bila Bali ingin tetap menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dan adil, maka penegakan hukum terhadap bisnis ilegal WNA bukan lagi pilihan—melainkan kewajiban mendesak,” pungkasnya. (Ray)
Pariwisata dan Budaya
Bayangan Gelap di Surga, Ketika Bali Kehilangan Pemasukan dari Pariwisata Ilegal

BADUNG – Di balik citra glamor dan keindahan Pulau Dewata, terselip sebuah ironi yang menggerogoti perekonomian lokal. Banyak wisatawan asing datang ke Bali, namun tidak tercatat menginap di hotel atau vila resmi. Ternyata, sebagian besar dari mereka memilih akomodasi alternatif seperti vila pribadi atau rumah kos milik warga lokal yang belum memiliki izin operasional lengkap.
Tak hanya itu, marak pula praktik ilegal di mana Warga Negara Asing (WNA) menyewa vila secara daring dan menyewakannya kembali kepada kolega sesama WNA, bahkan sebelum mereka sendiri menempatinya. Aktivitas ini kerap terjadi di luar pengawasan pemerintah dan menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan.
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, B.Sc., M.Par., mengungkapkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap properti-properti yang disewakan kepada orang asing, baik berupa vila, rumah pribadi, maupun bentuk akomodasi lainnya.
“Pernah terjadi kasus di Seminyak di mana seorang tamu asing tinggal melebihi masa izin tinggalnya hingga menyebabkan keributan besar, bahkan menewaskan seorang anggota polisi. Mirisnya, vila tersebut ternyata tidak memiliki izin legal,” ungkap Prof. Anom saat dihubungi, Sabtu (10/5/2025).
Ia juga menyoroti keberadaan guest house mewah dan rumah kos elite yang kerap luput dari pengawasan pajak. Meskipun dimiliki oleh warga lokal, bentuk bisnis ini tak terklasifikasi sebagai akomodasi resmi, sehingga pendapatannya tidak dikenakan pajak hotel dan restoran.
“Bayangkan satu kamar disewakan seharga Rp2–3 juta. Jika ada 10 kamar, bisa menghasilkan Rp30 juta tanpa perlu promosi. Semua langsung masuk ke kantong pribadi, sementara daerah tidak memperoleh apa pun,” tegasnya.
Prof. Anom juga menyoroti praktik pembelian tanah oleh WNA yang memanfaatkan nama warga lokal sebagai perantara melalui akta notaris. Setelah membangun vila di atas tanah tersebut, mereka kemudian menyewakannya kepada turis asing lainnya. Keuntungan pun langsung dinikmati pemilik modal asing, sementara warga lokal hanya menjadi nama di atas kertas.
“Fenomena ini jelas menyebabkan potensi pajak daerah yang sangat besar tidak masuk ke kas negara,” tambahnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar desa adat maupun desa dinas dilibatkan aktif dalam pengawasan akomodasi di wilayahnya. Karena mereka yang paling mengetahui siapa pemilik dan penyewa properti di daerah masing-masing, serta dapat melakukan pencatatan rutin untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan.
Sebagai penutup, Prof. Anom juga menyinggung soal kebijakan Golden Visa dan retirement visa, yakni visa pensiun yang memungkinkan warga asing tinggal dalam jangka panjang di Indonesia. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang agar tidak membuka celah baru bagi penyalahgunaan izin tinggal untuk kepentingan bisnis ilegal. (Ray)
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah5 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City