Kejagung Akui Minim Penyelidikan Korupsi, Masyarakat Minta Kejati Bali Bergerak di Kasus Tahura
- account_circle Ray
- calendar_month Jum, 10 Okt 2025

Bagian 2
DENPASAR – Mulai bergulirlah pertanyaan demi pertanyaan yang krusial, proyek misterius tanpa papan nama dan uang dari mana serta untuk siapa semua proyek milyaran itu.

Jalan masuk dari baypass Ngurah Rai. Proyek Normalisasi Sungai Ngenjung.
Tidak adanya papan nama proyek yang menjelaskan sumber dana, kontraktor pelaksana, atau nilai anggaran yang merupakan inisiatif Desa Adat Sidakarya yang difasilitasi pemerintah, yakni Dinas Kehutanan Dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali.
Berita sebelumnya…
Dibalik Normalisasi Tukad Ngenjung, Diduga Ada Jalan Rahasia Menuju Kawasan Industri Baru di Hutan Mangrove?
Kejanggalan – kejanggalan yang seperti memaksakan dengan pelebaran jalan sampai 3 meter dengan menutup tanaman bakau, yang nantinya diduga digunakan untuk akses jalan bagi pendana proyek ke kawasan industri.
Menelisik beberapa sumber internal bahwa investor tersebut mendanai dengan dalih bantuan CSR lingkungan. Bila hal tersebut terbukti benar maka dapat melanggar perundangan yang ada seperti,
1. Kawasan Tahura adalah zona konservasi hutan negara (UU No. 41 Tahun 1999).
2. Setiap kegiatan di kawasan konservasi harus memiliki izin pemanfaatan resmi dari Kementerian LHK.
3. Desa adat tidak berwenang menyerahkan atau mengizinkan pemanfaatan kawasan konservasi kepada pihak swasta.
“Jika benar proyek ini dibiayai oleh korporasi dengan tujuan membuka akses ke sebuah proyek. maka itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan izin konservasi dan pelanggaran tata ruang,” ujar salah satu pengamat hukum lingkungan Universitas Udayana.

Dalam kajian hukumnya dari sejumlah regulasi nasional, kegiatan ini berpotensi melanggar setidaknya enam peraturan utama, termasuk UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, dan Perda RTRW Bali Nomor 16 Tahun 2009.
Apalagi dikabarkan status tanah timbul Muntig Siokan, Sidakarya, Denpasar Selatan nantinya dimanfaatkan sebagai kantor dari investor tersebut.
Awak media kemudian berlanjut menelusuri, berdasarkan hasil pengamatan citra satelit dan analisis data geospasial publik, ditemukan adanya bidang tanah timbul di pesisir Muntig Siokan, Kelurahan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, yang telah diterbitkan sertifikat Hak Pakai.

Bidang tanah tersebut berada di dalam kawasan konservasi Tahura Ngurah Rai, sehingga pemanfaatannya untuk pembangunan sebuah Kantor bagi pemberi bantuan pendanaan untuk Proyek Normalisasi Tukad Ngenjung di kawasan Tahura Ngurah Rai, Desa Adat Sidakarya, Denpasar. Dan itu berpotensi melanggar peraturan tata ruang, kehutanan, dan lingkungan hidup.
Deskripsi Lokasi dan Kondisi Geospasial, Koordinat lokasi: -8.716140, 115.239426.
Berdasarkan overlay data Bhumiku ATR/BPN dengan batas kawasan Tahura Ngurah Rai (KLHK/BIG), diketahui bahwa sebagian besar bidang tanah bersertifikat Hak Pakai tersebut menempati kawasan lindung mangrove.
Analisis spasial menunjukkan bahwa tanah timbul tersebut terbentuk secara alami dari proses sedimentasi di pesisir selatan Denpasar.
Sumber data: Google Earth, Bhumiku ATR/BPN, KLHK (2025). Peta overlay memperlihatkan posisi tanah timbul dan batas kawasan konservasi.
Analisis Hukum
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanah timbul yang berada dalam kawasan konservasi tidak dapat diberikan hak milik atau hak pakai permanen.
Penerbitan sertifikat di atas lahan tersebut berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum berikut:
1. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
→ Melarang perubahan fungsi kawasan hutan tanpa izin resmi pemerintah.
2. UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014
→ Mengatur perlindungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dari alih fungsi tanpa izin lingkungan.
3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
→ Mengatur sanksi bagi pihak yang merusak ekosistem mangrove dan kawasan konservasi.
4. Permen ATR/BPN No. 17 Tahun 2016 tentang Penataan Tanah Timbul dan Reklamasi di Wilayah Pesisir
→ Menegaskan bahwa tanah timbul harus diverifikasi terlebih dahulu oleh instansi berwenang dan tidak boleh disertifikasi bila berada di kawasan lindung.

Skema Potensi Pelanggaran Hukum
Tanah Timbul → Kawasan Konservasi → Penerbitan Sertifikat Hak Pakai → Pemanfaatan untuk Kantor Investor→ Perubahan Fungsi Kawasan → Potensi Pelanggaran UU 41/1999, UU 27/2007, UU 32/2009.
Dalam hal ini tentu masyarakat berharap adanya penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Bali, agar pernyataan dari Kepala Kejaksaan Agung yang mengatakan minimnya penyelidikan kasus hukum yang menyangkut Korupsi di wilayah Provinsi Bali bisa ditegakkan demi kepentingan dan tegaknya perundangan yang ada.
“Kejaksaan Tinggi Bali wajib melakukan penyelidikan terhadap proses penerbitan sertifikat Hak Pakai di dalam kawasan Tahura Ngurah Rai”
“Direktorat Gakkum KLHK melakukan penegakan hukum administratif dan penyegelan terhadap lokasi tanah timbul yang telah dimanfaatkan”
“BPN Kota Denpasar, meninjau ulang dan membatalkan status sertifikat Hak Pakai pada tanah timbul di kawasan konservasi, ” Ungkap narasumber yang masih belum mau diungkapkan identitasnya.
Bila itu masih tetap dipaksakan maka Investor dapat dikatakan melanggar terhadap, UUPA (Pasal 41–42), UU Penataan Ruang (Pasal 69–73), UU Kehutanan (Pasal 50), dan UU Lingkungan Hidup (Pasal 36, 109).
I Made Suparta Ketua Pansus TRAP DPRD Bali telah meneliti bahwa data yang mereka lihat ada satu orang bisa memiliki beberapa sertifikat dan sudah dijual berkali -kali.
“Kami ingin ini diusut tuntas, ” Pungkasnya. (Ray)

https://shorturl.fm/i4i0C
12 Oktober 2025 3:19 PMtp63hi
12 Oktober 2025 12:42 PMhttps://shorturl.fm/je5sM
11 Oktober 2025 4:32 AMhttps://shorturl.fm/APywl
11 Oktober 2025 12:35 AM