Sorotan Kesewenangan dan Dugaan Tebang Pilih Pemerintah Bali dalam Kasus Lift Kaca Kelingking
- account_circle Admin
- calendar_month Ming, 23 Nov 2025

DENPASAR – Keputusan Gubernur Bali Wayan Koster memerintahkan pembongkaran total proyek Lift Kaca Kelingking di Nusa Penida kembali memicu sorotan publik terkait dugaan kesewenangan dan tebang pilih dalam penegakan aturan. Publik menilai, langkah tegas tersebut tercoreng oleh fakta bahwa sejumlah fasilitas serupa di lokasi lain tetap dibiarkan beroperasi tanpa sorotan yang sama kerasnya.
Sebelumnya, proyek lift kaca setinggi 182 meter di Pantai Kelingking dikhawatirkan merusak estetika dan lingkungan Nusa Penida. Namun, menurut Kepala DPMPTSP Klungkung, I Made Sudiarka Jaya, investor telah melengkapi sejumlah perizinan seperti UKL-UPL, PBG, PKKPR, PBBR, hingga NIB. Bahkan, retribusi sebesar Rp 1,5 miliar telah disetor ke kas daerah. Ia menegaskan bahwa dari sisi dokumen, proyek itu telah melalui prosedur, dikutip dari media kumparan news.

Sumber foto Facebook Pemimpin Era Bali.
Namun, Koster justru menilai proyek ini melanggar tata ruang dan harus dihentikan. Dalam konferensi pers (23/11), ia menginstruksikan pembongkaran total dan memberi tenggat enam bulan kepada investor untuk merobohkan seluruh konstruksi senilai Rp 200 miliar tersebut.
Instruksi keras ini kemudian menimbulkan pertanyaan besar: mengapa lift kaca di Kelingking dibongkar, sementara lift-lift lain yang berdiri megah di tebing-tebing Bali, seperti lift AYANA menuju Rock Bar Jimbaran, tidak pernah disorot atau ditertibkan dengan standar yang sama?

Kritik paling tajam datang dari Sekretaris ARUN Bali, A.A. Gede Agung Aryawan, S.T. (Gung De). Ia menilai langkah Koster tidak hanya tidak konsisten, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang bila penegakan aturan hanya menyasar lokasi tertentu.
“Jika pemerintah hanya galak kepada Kelingking tetapi membiarkan fasilitas serupa di tempat lain, itu jelas tebang pilih. Aturan tidak boleh dipakai untuk menekan yang lemah dan mengamankan yang kuat,” tegas Gung De.

Publik juga menyoroti bagaimana pemerintah Klungkung sebelumnya telah menjalankan mekanisme perizinan sesuai prosedur, tetapi justru menjadi pihak yang ikut tercoreng karena keputusan sepihak dari Pemprov Bali. Padahal, sesuai pernyataan Kadis PMPTSP Klungkung, seluruh dokumen telah memenuhi syarat dan tengah dalam pengawasan berkelanjutan.
Sementara itu, Bupati Klungkung I Made Satria memilih berhati-hati dan menyatakan hanya akan mengikuti arahan Pemprov Bali. Namun langkah ini justru memperkuat persepsi bahwa pemerintah kabupaten “dipaksa” mengikuti keputusan provinsi meskipun proses izin telah dijalankan secara legal.
Kritik kian menguat karena fasilitas lain yang serupa—seperti lift di AYANA Jimbaran—tidak mendapat perlakuan yang sama. Bila Kelingking ditertibkan atas alasan kerusakan tebing, pelanggaran tata ruang, dan tidak adanya rekomendasi gubernur, masyarakat menuntut agar semua fasilitas sejenis diaudit dengan standar yang sama, tanpa memandang besar kecilnya investor.
“Bali harus dijaga tanpa memihak. Melindungi alam dan budaya tidak boleh dijadikan alasan untuk menindak satu pihak dan membiarkan yang lain,” ujar Gung De.
Publik kini menunggu apakah Koster benar-benar konsisten dalam penegakan aturan lingkungan dan tata ruang, atau apakah penertiban Lift Kelingking hanyalah contoh paling nyata dari kebijakan yang dianggap sewenang-wenang dan tidak merata.
Bali, 23 November 2025

Saat ini belum ada komentar