Breaking News
light_mode
Beranda » Bhayangkara » Pengalaman Buruk dengan Polisi: Mengapa Saya Harus Ditilang?

Pengalaman Buruk dengan Polisi: Mengapa Saya Harus Ditilang?

  • account_circle Admin
  • calendar_month Rab, 3 Des 2025

Surabaya – Hari itu sebenarnya tidak ada yang istimewa. Pagi cerah, jalanan cukup padat seperti biasa, dan saya terburu-buru menuju sekolah untuk mengikuti pembelajaran. Semua perlengkapan kendaraan bermotor sudah saya siapkan: helm standar, STNK, SIM, serta kelengkapan fisik seperti spion dan lampu. Tidak ada yang kurang. Saya mengendarai motor dengan kecepatan normal, tidak terlalu lambat, tetapi juga tidak terburu-buru. Semuanya terasa biasa saja sampai akhirnya saya tiba di sebuah persimpangan besar dengan traffic light.

Lampu masih hijau ketika saya mendekat, tetapi waktunya hampir habis. Dalam hitungan detik, lampu berganti menjadi kuning. Pada momen itu saya melihat sesuatu yang sudah terlalu sering terjadi di jalanan kita: sebagian besar pengendara di depan justru menambah kecepatan. Mereka menerobos meski jelas-jelas lampu hampir merah. Saya yang berada di barisan agak belakang mengambil keputusan berbeda. Saya memilih berhenti.

Pikiran saya sederhana: lebih baik terlambat beberapa menit daripada melanggar aturan lalu lintas. Dengan tenang saya menarik rem dan berhenti tepat di belakang garis putih. Motor saya diam, dan saya merasa telah mengambil pilihan yang benar.

Namun, beberapa detik kemudian, kejadian yang tidak pernah saya bayangkan terjadi. Seorang polisi lalu lintas yang berjaga di persimpangan itu mendekat sambil meniup peluit. Ia memberi isyarat agar saya menepi. Saya sempat terkejut dan bingung, karena saya tidak merasa melakukan kesalahan apa pun.

Dengan wajah serius, polisi itu berkata, “Silakan menepi, Mas. Anda melanggar.”

Saya spontan bertanya, “Melanggar apa, Pak? Saya berhenti karena lampu sudah kuning menuju merah.”

Jawaban yang saya terima membuat saya semakin tidak percaya. Polisi tersebut mengatakan bahwa saya berhenti melewati garis marka. Saya mencoba menjelaskan bahwa motor saya masih di belakang garis putih, tetapi penjelasan itu sama sekali tidak digubris. Surat tilang pun sudah disiapkan, dan saya diarahkan untuk menandatanganinya.

Saat itu perasaan saya bercampur aduk: bingung, kesal, kecewa, dan tidak berdaya. Mengapa harus saya yang ditilang, padahal banyak sekali pengendara lain yang jelas-jelas menerobos lampu merah dan tidak dihentikan? Bukankah mereka yang seharusnya lebih pantas diberi sanksi?

Saya merasa seolah-olah menjadi kambing hitam di tengah kerumunan. Orang lain yang salah justru lolos, sementara saya yang berniat patuh aturan malah mesti dijadikan contoh. Hati saya benar-benar tidak bisa menerima.

Sepanjang perjalanan setelah kejadian itu, pikiran saya terus berputar: apakah ini bentuk penegakan hukum yang adil? Bukankah hukum seharusnya ditegakkan dengan konsisten tanpa pandang bulu? Pengalaman tersebut menimbulkan rasa tidak percaya terhadap aparat penegak hukum, karena justru ketika saya berusaha taat, saya diperlakukan tidak adil.

Saya teringat pesan yang sering kita dengar di sekolah maupun di media: “Jadilah warga negara yang baik dengan menaati peraturan lalu lintas.” Namun, bagaimana mungkin masyarakat termotivasi untuk patuh jika justru kepatuhan itulah yang dihukum?

Bukan soal uang tilangnya, bukan pula soal repotnya harus menyelesaikan di pengadilan. Yang membuat saya kecewa adalah hilangnya rasa keadilan. Saya merasa aparat tidak melihat situasi secara menyeluruh, melainkan hanya mencari target tertentu.

Sejak saat itu, kepercayaan saya terhadap polisi lalu lintas menurun. Setiap kali melihat razia atau penjagaan di persimpangan, bukannya merasa aman, saya justru merasa was-was. Ada ketakutan bahwa meski saya sudah mematuhi aturan, tetap saja bisa dianggap salah.

Pengalaman ini sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak cerita yang mungkin juga dialami oleh pengendara lain. Saya yakin banyak orang pernah merasakan hal serupa: ditilang bukan karena kesalahan yang jelas, melainkan karena penegakan hukum yang tebang pilih.

Saya tidak ingin menuduh bahwa semua polisi seperti itu. Saya yakin masih banyak aparat yang jujur, adil, dan profesional. Namun, kejadian kecil seperti ini bisa merusak citra institusi secara keseluruhan. Masyarakat akan kehilangan rasa percaya, dan itu jauh lebih berbahaya daripada sekadar satu atau dua kasus tilang.

Kepercayaan publik adalah modal utama bagi aparat penegak hukum. Jika masyarakat merasa aparat tidak adil, maka kepatuhan pun akan berkurang. Orang mungkin berpikir, “Untuk apa patuh, toh ujung-ujungnya tetap bisa dianggap salah?” Pandangan semacam ini berbahaya, karena bisa melahirkan budaya permisif terhadap pelanggaran.

Dari pengalaman ini, saya belajar bahwa hukum tidak hanya soal aturan tertulis, tetapi juga soal rasa keadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Penegakan hukum tanpa keadilan hanya akan menjadi formalitas yang kosong. Aparat seharusnya menegakkan aturan dengan tegas sekaligus adil, agar masyarakat termotivasi untuk benar-benar patuh, bukan sekadar takut.

Kini, setiap kali berhenti di lampu merah, saya masih sering teringat pengalaman itu. Ada rasa trauma kecil yang tertinggal. Namun, saya tetap berusaha untuk patuh, karena saya percaya bahwa melanggar aturan hanya akan menambah masalah. Meski begitu, saya juga berharap suatu saat nanti penegakan hukum di jalan raya bisa lebih adil, konsisten, dan manusiawi.

Karena pada akhirnya, yang saya inginkan sederhana: jika memang saya salah, saya siap menerima sanksi. Tapi jika saya benar, jangan hukum saya hanya karena kebetulan saya mudah dipermainkan dan ditekan.

Pertanyaan “Mengapa harus saya yang ditilang?” mungkin tidak akan pernah saya temukan jawabannya. Tetapi pengalaman ini akan selalu saya kenang sebagai pengingat bahwa keadilan bukan hanya soal apa yang tertulis dalam undang-undang, melainkan juga soal bagaimana aparat menegakkannya di lapangan. (*)

_Penulis: Siswa SMA Kelas XII di Surabaya_

Penulis

Pesonamu Inspirasiku

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Starbucks Dibeli Perusahaan China, Boyu Capital Kuasai 60% Operasi di Negeri Tirai Bambu

    Starbucks Dibeli Perusahaan China, Boyu Capital Kuasai 60% Operasi di Negeri Tirai Bambu

    • calendar_month Kam, 13 Nov 2025
    • account_circle Admin
    • 0Komentar

    JAKARTA – Raksasa kopi dunia, Starbucks, resmi melepas kendali mayoritas bisnisnya di China. Perusahaan asal Amerika Serikat ini menjual 60% saham operasinya kepada Boyu Capital, perusahaan investasi asal China, dalam kesepakatan senilai US$4 miliar (sekitar Rp64 triliun). Langkah ini menjadi salah satu divestasi terbesar perusahaan global di pasar China dalam beberapa tahun terakhir. Dikutip dari […]

  • NasDem Copot Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi DPR RI

    NasDem Copot Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi DPR RI

    • calendar_month Ming, 31 Agu 2025
    • account_circle Admin
    • 2Komentar

    JAKARTA – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem resmi mencopot Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari keanggotaan Fraksi NasDem di DPR RI. Keputusan ini disampaikan Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem, Hermawi F Taslim, dalam keterangan pers pada Minggu (31/8). Hermawi menegaskan, garis perjuangan Partai NasDem adalah menjadikan aspirasi rakyat sebagai dasar utama dalam menjalankan politik. […]

  • Viral! Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Tak Persoalkan Bendera One Piece di HUT RI

    Viral! Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Tak Persoalkan Bendera One Piece di HUT RI

    • calendar_month Sel, 5 Agu 2025
    • account_circle Admin
    • 6Komentar

    JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mendadak viral setelah menyatakan tidak mempermasalahkan keberadaan bendera bajak laut Jolly Roger dari anime One Piece yang dikibarkan di momen Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Kemerdekaan RI. Pernyataan ini disampaikannya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/8/2025). “Benderanya itu enggak ada masalah,” ujar Dasco, […]

  • Sidang Jro Kepisah! Prof Sadjijono Sebut Pemalsuan Silsilah Tak Bisa Dipidana Tanpa Putusan Perdata

    Sidang Jro Kepisah! Prof Sadjijono Sebut Pemalsuan Silsilah Tak Bisa Dipidana Tanpa Putusan Perdata

    • calendar_month Rab, 23 Jul 2025
    • account_circle Admin
    • 2Komentar

    DENPASAR – Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan silsilah keluarga dengan terdakwa Anak Agung Ngurah Oka kembali berlangsung di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (22/7/2025). Agenda persidangan kali ini menghadirkan ahli hukum pidana Prof. Dr. Sadjijono, S.H., M.Hum dari Universitas Bhayangkara Surabaya yang memberikan pendapat penting terkait konstruksi hukum dalam perkara tersebut. Dalam keterangannya, Prof. Sadjijono menegaskan […]

  • Viral Doktor Desa Adat! Ketut Susila Dharma Gaungkan Reformasi Tradisi dan Gaya Hidup Tanpa Plastik

    Viral Doktor Desa Adat! Ketut Susila Dharma Gaungkan Reformasi Tradisi dan Gaya Hidup Tanpa Plastik

    • calendar_month Sab, 2 Agu 2025
    • account_circle Admin
    • 2Komentar

    DENPASAR – Dunia akademik dan budaya Bali digugah oleh momen bersejarah: Ir. Ketut Susila Dharma, MM resmi menyandang gelar Doktor di bidang Ilmu Agama dan Kebudayaan dari Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar, Jumat (1/8). Namun bukan hanya karena predikat cumlaude yang diraihnya, melainkan juga karena disertasinya yang menyoroti modifikasi pemerintahan desa adat kuno serta pelaksanaan […]

  • Api Obor Porprov Bali XVI Tiba di Denpasar, Tandai Semangat Persatuan dan Sportivitas

    Api Obor Porprov Bali XVI Tiba di Denpasar, Tandai Semangat Persatuan dan Sportivitas

    • calendar_month Sen, 8 Sep 2025
    • account_circle Admin
    • 2Komentar

    DENPASAR – Suasana penuh kebersamaan mewarnai prosesi serah terima Kirab Api Obor Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Bali XVI tahun 2025 yang digelar di depan Lobi Kantor Wali Kota Denpasar, Senin (8/9/2025). Api suci Porprov diserahkan dari kontingen Kabupaten Badung kepada kontingen Kota Denpasar sebagai bagian dari rangkaian perjalanan kirab keliling Bali. Prosesi penyerahan secara resmi […]

expand_less