Cerobong TPA Suwung Gagal Dibangun karena Perda, Aktivis Lingkungan Gung De: Sekarang Kita Tuai Bencana
- account_circle Ray
- calendar_month Sen, 14 Jul 2025

Denpasar, 14 Juli 2025 — Aktivis lingkungan Anak Agung Gede Aryawan, yang akrab disapa Gung De, kembali menyuarakan kritik keras terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Bali terkait persoalan pengelolaan sampah, khususnya di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung.
Ia menyoroti mandeknya pembangunan cerobong asap TPA Suwung pada tahun 2017 yang saat itu terhambat oleh Peraturan Daerah (Perda) tentang batas ketinggian bangunan.
“Ketika Perda ketinggian bangunan dipakai untuk menghambat izin cerobong asap TPA Suwung tahun 2017, sekarang kita nikmati saja dampaknya. Ironisnya, mereka yang dulu menolak malah dipuja-puji bak pahlawan dan masih tetap menjabat hingga kini,” sindir Gung De dalam pernyataannya yang diterima redaksi, Senin, 14 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa keberadaan cerobong asap sangat vital untuk sistem pengelolaan sampah berbasis insinerator yang saat itu dirancang untuk mengurangi tumpukan sampah di TPA Suwung secara signifikan. Namun, proyek tersebut gagal dieksekusi akibat kekakuan dalam penerapan Perda tanpa melihat konteks dan urgensi lingkungan.
“Bangunan di atas sungai bisa-bisanya dapat IMB, tapi fasilitas penting seperti cerobong asap ditolak mentah-mentah karena alasan estetika dan ketinggian. Ini logika yang terbalik dan hanya menunjukkan standar ganda dalam pengambilan keputusan,” kecam Gung De.
Kini, Bali mengalami krisis sampah yang semakin memprihatinkan. Tumpukan sampah di TPA Suwung kian menggila, polusi udara dan bau menyengat menjadi teror warga sekitar, serta ancaman kesehatan lingkungan semakin nyata. Semua ini, menurut Gung De, adalah buah dari keputusan politis yang lebih mementingkan citra daripada substansi.
Gung De juga menyinggung lemahnya pengawasan terhadap bangunan-bangunan ilegal, termasuk yang berdiri di atas badan sungai, yang justru lolos mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Ia mempertanyakan integritas pemerintah daerah dan meminta lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi Bali, dan DPRD Bali untuk serius menelisik potensi pelanggaran di balik praktik-praktik tersebut.
“Kalau mau konsisten tegakkan aturan, jangan pilih-pilih. Jangan sampai Perda hanya dipakai untuk kepentingan tertentu dan menghambat solusi jangka panjang yang sangat krusial bagi lingkungan,” ujar Gung De.
Di tengah gencarnya promosi Bali sebagai destinasi wisata hijau dan berkelanjutan, ironi ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah. Aktivis lingkungan menilai bahwa Bali sedang berjalan mundur dalam upaya penyelamatan lingkungan jika kepentingan politis terus mengalahkan nalar ekologis.
Ia menutup pernyataannya dengan pesan tajam, “Jangan heran kalau suatu saat Bali jadi pulau sampah. Itu bukan karena takdir, tapi akibat keputusan yang kita biarkan salah sejak awal.” (Ray)

9tpgjl
10 Oktober 2025 2:07 AMhhtjil
1 Oktober 2025 10:12 AMwytylx
19 Agustus 2025 2:59 AM