DPR Semprot Menteri ATR/BPN Soal Sengketa Lahan 16,4 Ha, Soroti Pernyataan yang Dinilai Pertontonkan Kelalaian Negara
- account_circle Admin
- calendar_month Sel, 25 Nov 2025

DENPASAR – Komisi II DPR RI menegur keras Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid terkait pernyataannya mengenai sengketa lahan 16,4 hektare antara PT Hadji Kalla—perusahaan milik Jusuf Kalla—dan PT GMTD yang berafiliasi dengan Lippo Group.
Dalam rapat kerja, DPR menilai pengakuan Nusron soal adanya kelalaian internal BPN tidak pantas disampaikan secara terbuka karena menyangkut wibawa negara. DPR menegaskan bahwa persoalan pertanahan adalah urusan serius yang harus dijaga kehormatannya, bukan dijadikan tontonan publik.
Anggota Komisi II, Muhammad Khozin, menyoroti pentingnya negara menunjukkan ketegasan dan profesionalitas dalam menangani konflik tanah. Ia mengapresiasi langkah BPN memperbaiki sistem pertanahan dan mencegah tumpang tindih sertifikat di masa depan, namun menegaskan bahwa transparansi tidak boleh dilakukan dengan cara mengumbar kelemahan institusi negara.
DPR meminta pembenahan administrasi dilakukan secara internal, terukur, dan tanpa menimbulkan kegaduhan.
Menanggapi kritik tersebut, Nusron Wahid menjelaskan bahwa sengketa lahan ini merupakan persoalan lama yang sudah berlangsung puluhan tahun sebelum ia menjabat. Ia memaparkan adanya dua dasar hak di atas lahan tersebut, yakni HGB atas nama PT Hadji Kalla dan HPL atas nama PT GMTD.
Ia menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN bersikap netral, fokus pada penertiban legalitas, serta menjamin kepastian hukum. Nusron juga mengungkap adanya oknum BPN pada masa lalu yang berperan dalam munculnya tumpang tindih sertifikat.
Sebagai langkah reformasi, Nusron menyatakan BPN akan memperkuat digitalisasi data pertanahan, menata ulang regulasi, serta memastikan tidak ada lagi sertifikat ganda diterbitkan.
Ia berharap upaya pembenahan menyeluruh ini mampu menghadirkan sistem pertanahan yang lebih transparan, kuat, dan berkeadilan bagi masyarakat maupun pelaku usaha. (Tim)

Saat ini belum ada komentar