ForWaras Gugat Rasisme Pejabat Bali, Perjuangan Rakyat Tak Bisa Dibungkam dengan Politik Pecah Belah!
- account_circle Ray
- calendar_month Rab, 3 Sep 2025

DENPASAR – Pernyataan sejumlah pejabat publik di Bali terkait aksi demonstrasi 30 Agustus 2025 memicu gelombang kecaman luas. Forum Warga Setara (ForWaras) menilai pernyataan itu bukan saja rasis, tetapi juga upaya mendelegitimasi perjuangan rakyat yang menuntut keadilan atas kebijakan pemerintah yang kian menekan kehidupan warga.

Menghubungi Made Somya Putra SH MH menegaskan, memilah antara “orang Bali” dan “non Bali” dalam aksi demonstrasi sama saja menghidupkan chauvinisme yang berbahaya.
“Pemimpin seharusnya memberi contoh menghapus diskriminasi ras dan etnis sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 2008. Kalau kita diperlakukan sama di luar, bagaimana rasanya? Memilah jiwa baik dan buruk bukanlah dari KTP, warna kulit, atau asal,” ujarnya, Selasa 2/9/2025 melalui sambungan aplikasi elektronik.

Aksi rakyat Bali 30 Agustus 2025 sendiri lahir dari keresahan mendalam, kenaikan pajak hingga 3.569% di Badung lewat Perbup No. 11 Tahun 2025, buruknya manajemen sampah, kemacetan parah, maraknya alih fungsi lahan pertanian, upah murah di tengah biaya hidup melambung, hingga lemahnya perlindungan lingkungan. Solidaritas warga bahkan tampak nyata, pecalang ikut menjaga jalannya aksi dan membagikan logistik ke massa.
Namun alih-alih mendengar tuntutan rakyat, Gubernur Bali Wayan Koster justru menyebut demonstrasi itu “disusupi non Bali”, sementara Karo Ops Polda Bali Kombes Pol Soelistijono mengaitkan demonstran dengan identitas rasial, seolah-olah “orang Bali asli tidak mungkin bikin keributan”. Pernyataan ini dianggap ForWaras sebagai bentuk rasisme yang memecah belah solidaritas rakyat dan mengaburkan substansi perjuangan.
“ForWaras mengecam keras pernyataan diskriminatif para pejabat publik tersebut. Itu tindakan berbahaya, ahistoris, dan melecehkan daya kritis rakyat Bali,” tegas pernyataan sikap bersama yang ditandatangani puluhan organisasi dan tokoh, termasuk YLBHI-LBH Bali, akademisi, komunitas, hingga BEM FH Universitas Udayana.

Sejarah Bali justru sarat dengan perjuangan rakyat melawan penindasan tanpa memandang asal identitas, dari Puputan Badung 1906, Puputan Klungkung 1908, hingga Puputan Margarana 1946.
“Perlawanan terhadap ketidakadilan tidak mengenal sekat identitas. Suara rakyat adalah suara keadilan. Melawan rasisme berarti melawan penindasan dalam segala bentuknya,” tegas ForWaras.
Mereka mendesak Kompolnas dan Propam Polri memeriksa Karo Ops Polda Bali, Ombudsman RI menilai dugaan maladministrasi, serta pemerintah dan DPR menghentikan segala praktik diskriminasi dan kebijakan anti kritik. ForWaras juga menyerukan solidaritas rakyat di seluruh Indonesia untuk melawan politik pecah belah.
“Rakyat Bali berhak kritis atas ketidakadilan negara. Jangan bungkam suara rakyat dengan stigmatisasi etnis!” tutup pernyataan ForWaras.
Editor : Ray

https://shorturl.fm/Q4wq3
6 September 2025 5:12 PMhttps://shorturl.fm/43ZZM
6 September 2025 6:30 AMhttps://shorturl.fm/1MPnn
5 September 2025 11:42 AMhttps://shorturl.fm/k6Rx3
3 September 2025 2:27 AM