Saudi Bangun Kereta Cepat Rp112 Triliun, Indonesia Kaji Proyek Rp116 Triliun yang Baru Sampai Bandung

Riyadh – Dua proyek kereta cepat kini menjadi sorotan global karena menampilkan kontras yang tajam, Arab Saudi tengah membangun jalur superpanjang Land Bridge senilai Rp112 triliun yang menghubungkan Jeddah–Riyadh–Dammam sejauh 1.500 kilometer, sementara Indonesia masih mengkaji perluasan proyek Whoosh Jakarta–Bandung senilai Rp116 triliun untuk bisa menembus Surabaya.

Perbandingan biaya ini menimbulkan perdebatan publik mengenai efektivitas, efisiensi, dan arah pembangunan infrastruktur di kedua negara.

Arab Saudi menancapkan tonggak sejarah dengan proyek Land Bridge senilai US$7 miliar atau sekitar Rp112 triliun. Jalur sepanjang 1.500 kilometer itu akan menghubungkan Jeddah di Laut Merah dengan Dammam di Teluk Arab, melintasi ibu kota Riyadh.

Disebut sebagai “keajaiban gurun”, proyek ini akan memangkas waktu tempuh Jeddah–Riyadh dari 12 jam menjadi kurang dari 4 jam. Proyek ini menjadi bagian strategis dari Saudi Vision 2030, cetak biru transformasi ekonomi Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan memperkuat sektor logistik, pariwisata, serta transportasi hijau.

Melalui Land Bridge, jaringan kereta Arab Saudi akan tumbuh dari 5.300 kilometer menjadi lebih dari 8.000 kilometer, menjadikan kerajaan sebagai pusat logistik dan transportasi utama di Timur Tengah.

Otoritas Perkeretaapian Saudi (SAR) mengelola proyek ini dengan membangun jalur penumpang dan barang yang menghubungkan Pelabuhan Raja Abdullah dengan kawasan industri besar seperti Yanbu dan Jubail.

SAR juga telah memesan 15 kereta cepat berkecepatan 200 km/jam serta mulai mengembangkan sistem bertenaga hidrogen untuk transportasi ramah lingkungan. Proyek ini diperkirakan menghemat hingga US$4,2 miliar per tahun dalam biaya transportasi dan menciptakan 200 ribu lapangan kerja baru.

Jalur intinya sepanjang 950 kilometer Riyadh–Jeddah akan diperpanjang 146 kilometer ke utara menuju Pelabuhan Raja Abdullah dan 115 kilometer ke Jubail.

Pemerintah juga akan membangun tujuh pusat logistik baru di sepanjang rute untuk memperlancar distribusi barang lintas wilayah. Pekerjaan besar ini mencakup pembangunan jembatan, terowongan, dan sistem persinyalan modern dengan standar internasional.

Konsorsium Saudi Arabia Railways dan China Civil Engineering Construction Company (CCECC) menjadi motor utama proyek, didukung kontraktor lokal Al-Ayuni Contracting serta perusahaan global seperti Systra, Thales, WSP, Hill International (AS), Italferr (Italia), dan Sener (Spanyol).

Gagasan Land Bridge sebenarnya sudah muncul sejak 2004 dan sempat terhenti pada 2010, sebelum dihidupkan kembali setelah kunjungan Presiden Xi Jinping ke Riyadh tahun 2022 yang memperkuat kerja sama Saudi–Tiongkok. Kini investasi langsung Tiongkok di Arab Saudi telah menembus US$8,2 miliar pada 2024, naik 29 persen dari tahun sebelumnya.

Arab Saudi juga menyiapkan proyek kereta mewah Dream of the Desert, jalur 1.290 kilometer dari Riyadh ke Qurayyat, yang menawarkan pengalaman wisata kelas dunia melintasi gurun.

Dengan infrastruktur futuristik ini, kerajaan menegaskan diri sebagai jantung transportasi dan logistik Timur Tengah, menjembatani dua sisi Semenanjung Arab dalam satu lintasan sejarah baru.

Sementara itu, Indonesia masih berada pada fase kajian untuk memperluas jalur cepat Whoosh dari Jakarta–Bandung menuju Surabaya. Proyek yang baru beroperasi Oktober 2023 itu telah menelan biaya Rp116 triliun, bahkan sebelum rencana perluasan dimulai.

Menko IPK, Agus Harimurti Yudhoyono, membeberkan soal proyek Whoosh rute Surabaya. ((Instagram/agusyudhoyono))

Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menegaskan perlunya perhitungan matang terhadap kemampuan fiskal negara sebelum melanjutkan mega proyek tersebut.

“Kalau Jakarta–Surabaya bisa ditempuh 3 jam saja, tentu signifikan dari sisi konektivitas dan efisiensi waktu,” ujar AHY di Jakarta, 21 Oktober 2025. Ia menambahkan, “Namun setiap langkah harus memperhatikan kemampuan keuangan negara dan pemerataan pembangunan wilayah.” AHY menekankan pentingnya pengembangan kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD) agar proyek seperti Whoosh tidak menjadi beban fiskal semata, melainkan juga membuka nilai tambah ekonomi baru.

Dari pihak Tiongkok, dukungan terhadap proyek Whoosh masih berlanjut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan kesiapan Beijing untuk memperkuat kerja sama dengan Indonesia. “China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk terus memfasilitasi pengoperasian kereta cepat Jakarta–Bandung yang berkualitas tinggi,” ujarnya.

Kontras biaya kedua proyek itu kini menjadi perhatian dunia. Arab Saudi dengan Rp112 triliun berhasil membangun jalur 1.500 kilometer yang menembus padang pasir dan dua lautan, sementara Indonesia menghabiskan Rp116 triliun untuk rute 142 kilometer yang baru menghubungkan dua kota di Pulau Jawa.

Perbedaan skala ini bukan sekadar soal angka, tetapi mencerminkan dua pendekatan pembangunan yang berlawanan: satu berlari dengan strategi nasional jangka panjang dan efisiensi global, sementara yang lain masih bergulat dengan tantangan biaya, tata kelola, dan arah kebijakan infrastruktur.

Dari Riyadh yang menembus gurun hingga Bandung yang baru memulai, dua negara ini kini sama-sama berada di rel sejarah — namun dengan kecepatan dan efisiensi yang sangat berbeda. (Tim)