Kasus Sing Ken Ken Boutique Hotel Bongkar Dugaan Kolusi Oknum Kurator, Bank, dan Aparat Hukum
- account_circle Admin
- calendar_month Rab, 8 Okt 2025

Gambar hotel sebelum dijarah habis.
MENGGEMPUR MAFIA PAILIT!
JAKARTA – Aroma busuk mafia peradilan kembali tercium tajam dalam kasus kepailitan Sing Ken Ken Boutique Hotel di kawasan Legian–Seminyak, Kabupaten Badung, Bali.
Hotel mewah yang dulunya berdiri megah di Jalan Arjuna No. 1 kini tinggal puing-puing, setelah asetnya diduga digerogoti oleh oknum yang seharusnya menjaga, bukan menguras.
Kasus ini bermula dari proses pemberesan harta pailit PT Rendamas Realty milik Jane Christina Tjandra, dengan Bank UOB tercatat sebagai kreditur utama dan memiliki aset jaminan berupa bangunan hotel tersebut.
Namun, di balik proses hukum yang seharusnya berjalan sesuai aturan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, muncul dugaan keras bahwa para kurator justru melakukan tindakan pencurian dan perusakan terhadap aset yang mereka kelola.
@gatra_dewataKepailitan yang dialami oleh Sing Kenken Boutique Hotel menyisakan tanda tanya besar. Pemilik Hotel Jane Christina Tjandra syok berat melihat kehancuran dari aset hotel tersebut. Fasilitas mewah yang sebelumnya menjadi daya tarik hotel kini lenyap tanpa jejak. Dari furniture, meja, bathtube, televisi, AC, Genset, tempat tidur, semuanya hancur dan hilang bak ditelan bumi. Kurator yang secara hukum tugasnya menjaga dan memelihara aset barang berharga milik hotel ternyata menyimpang dari tugas utamanya, tentu ini juga penurunan nilai property yang buruk bagi kedua belah pihak debitur dan kreditur. Menghubungi pihak salah satu kurator Umi Martina dengan enteng menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan tentang barang – barang yang hilang. Baik Bapak, Kepailitan sudah berakhir, mohon maaf, tugas saya sudah selesai, thanks ujar Umi Martina. Sambil memperlihatkan pengumuman di sebuah koran lokal di Bali. Atas insiden itu, Jane Christina mengaku sudah membuat laporan polisi ke Polda Bali pada 6 April 2023 tentang dugaan tindak pidana pencurian dan perusakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 362 KUHP dan atau Pasal 406 KUHP. Akankah kasus ini ditangani dengan serius oleh penegak hukum, atau takut lantaran ada tangan tangan besar dibelakangnya #bidikkasus #hukum #pailit #gatradewata #gatradewatagroup #pesonamuinspirasiku
“Ketika saya datang ke hotel pada tahun 2023, saya benar-benar syok. Semua rusak, semua hilang. AC, sofa, televisi, bahkan tempat tidur dan alat-alat fitnes pun raib,” ungkap Jane Christina Tjandra dengan nada getir saat ditemui di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan.
Ia menegaskan bahwa seorang kurator seharusnya menjaga aset boedel pailit agar tetap utuh sampai proses hukum selesai, bukan justru menghancurkan dan menjarahnya.
“Kalau mau dijual, harusnya lewat proses appraisal resmi dan transparan, bukan main rampas begitu saja,” tegas Jane.
Atas kehilangan dan kerusakan tersebut, pihak pemilik hotel telah melaporkan para kurator ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bali pada tanggal 6 April 2023 atas dugaan tindak pidana pencurian dan perusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP dan Pasal 406 KUHP.
Namun laporan itu seolah jalan di tempat. Menurut informasi, para kurator yang dilaporkan tak pernah memenuhi panggilan penyidik. Polda Bali telah melayangkan surat panggilan pertama pada 13 Juni 2023, panggilan kedua pada 19 Juni 2023, dan bahkan panggilan ketiga pun diabaikan tanpa alasan jelas.
Kuasa hukum Jane, Riyanta, S.H., yang juga Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus (GJL), menilai kasus ini bukan sekadar soal pencurian barang. Ia menilai telah terjadi praktik mafia kepailitan yang melibatkan sejumlah oknum berpengaruh.
“Kami menduga kuat ada jaringan mafia peradilan di balik kepailitan ini. Ada indikasi keterlibatan oknum di Pengadilan Niaga, kurator, pegawai bank, hingga advokat tertentu yang saling bersekongkol,” ujarnya tegas.
Riyanta mengungkap, pola semacam ini bukan hal baru di dunia hukum bisnis Indonesia.
“Sudah banyak kasus serupa di mana kurator bermain mata, menjual aset di bawah tangan, atau merusak aset debitur. Beberapa sudah dipidana dan inkrah, tapi praktiknya masih terus berulang,” ujarnya geram.
Melihat macetnya penanganan di tingkat daerah, pihaknya berencana mengajukan permohonan resmi agar kasus ini ditarik ke Bareskrim Mabes Polri.
“Kami ingin proses hukum yang objektif, bersih, dan bisa dipertanggungjawabkan. Tidak boleh ada intervensi ataupun kongkalikong yang mencoreng hukum,” tegas Riyanta.
Ia juga menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan menginstruksikan Kapolri menindak tegas kasus ini.
“Kalau ada unsur korupsinya, biar KPK yang urus. Tapi jangan biarkan kasus ini dibungkam. Negara harus hadir,” serunya lantang.
Riyanta menambahkan, kasus Sing Ken Ken Boutique Hotel hanyalah puncak gunung es dari praktik mafia hukum yang telah lama bersarang di ranah kepailitan.
“Kalau dibiarkan, kepailitan akan menjadi ladang basah bagi mafia peradilan. Ini harus disapu bersih, dari akar sampai ke pucuknya,” ujarnya menegaskan. Ia menilai, kasus seperti ini bisa merusak kepercayaan investor terhadap sistem hukum Indonesia dan menggerogoti citra peradilan.
Kasus Sing Ken Ken Boutique Hotel kini menjadi ujian serius bagi integritas hukum Indonesia. Publik menanti ketegasan aparat dan komitmen pemerintah. Apakah negara berani melawan mafia kepailitan yang telah mencengkeram proses hukum, atau justru kembali tunduk di bawah bayang-bayang permainan kotor para pemburu rente di balik toga dan jabatan? (Tim)

xy40td
31 Oktober 2025 12:32 PMhttps://shorturl.fm/vB1sV
11 Oktober 2025 1:41 PMhttps://shorturl.fm/g4Hpc
11 Oktober 2025 4:32 AMo57mat
11 Oktober 2025 3:01 AMeqyd1y
10 Oktober 2025 10:39 AM