Fenomena “Kudokushi” di Jepang! Lansia Meninggal dalam Kesepian, Pakar Sebut Krisis Sosial Makin Mengkhawatirkan
- account_circle Admin
- calendar_month Kam, 20 Nov 2025

TOKYO – Tingginya tingkat kesibukan masyarakat Jepang berdampak serius pada kehidupan lansia. Banyak orang tua terpaksa hidup sendiri karena anak-anak mereka bekerja sepanjang hari atau telah membangun keluarga baru. Kondisi ini memaksa para lansia bertahan mandiri hingga ajal menjemput, bahkan tanpa ada yang mengetahui kepergian mereka.
Fenomena meninggalnya seseorang dalam kesendirian—yang baru ditemukan setelah berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan dalam kondisi tinggal tulang belulang—bukan lagi kasus langka di Jepang. Kejadian ini dikenal sebagai kudokushi atau “kematian dalam kesepian.”
Sosiolog dari Universitas Tokyo, Dr. Hiroshi Yamamoto, menjelaskan bahwa kudokushi merupakan konsekuensi dari perubahan struktur keluarga modern di Jepang. “Mobilitas kerja yang tinggi, budaya kerja panjang, serta meningkatnya jumlah keluarga inti membuat lansia kehilangan jejaring sosial terdekat,” ujarnya. Menurutnya, kondisi ini menjadi sinyal darurat bagi pemerintah untuk memperkuat sistem dukungan sosial bagi kelompok rentan.
Senada dengan itu, aktivis komunitas lansia di Yokohama, Keiko Matsuda, menilai meningkatnya angka kudokushi sebagai tragedi yang seharusnya tidak terjadi di negara dengan fasilitas publik maju. “Kami sering menemukan lansia yang sudah meninggal berhari-hari tanpa ada yang menyadari. Ini bukan sekadar masalah demografi, tetapi masalah empati dan perhatian,” tegasnya.
Pemerintah Jepang disebut tengah merumuskan sejumlah langkah, termasuk memperluas layanan kunjungan rutin untuk lansia yang tinggal sendiri dan mengembangkan teknologi pendeteksi aktivitas di rumah-rumah mandiri.
Namun banyak pihak menilai langkah tersebut masih perlu diperkuat. “Kita tidak boleh membiarkan masyarakat menua dalam diam dan mati dalam sunyi,” kata Dr. Yamamoto.
Fenomena kudokushi kini menjadi pengingat bahwa kemajuan teknologi dan ekonomi tak selalu selaras dengan kesejahteraan sosial—dan bahwa perhatian manusia tetap menjadi kebutuhan paling mendasar. (Tim)

Saat ini belum ada komentar