Bali Kian Sepi Wisatawan Lokal, Ancaman Serius bagi Ekonomi Daerah
- account_circle Admin
- calendar_month Jum, 11 Jul 2025

Sugeng Pramono, Tokoh Pariwisata.
BALI — Pulau Dewata tengah menghadapi situasi genting yang menggerus kekuatan utamanya di sektor pariwisata. Kunjungan wisatawan domestik yang selama ini menjadi penopang utama industri ini tercatat merosot tajam pada periode April hingga Juni 2025 dibandingkan periode yang sama tahun lalu, termasuk saat momen libur Lebaran dan libur sekolah.
Harapan akan kebangkitan pascapandemi kini berubah menjadi kekhawatiran mendalam di kalangan pelaku usaha pariwisata.

Ada lima faktor utama yang memicu kemerosotan ini, yang saling berkaitan dan menimbulkan dampak signifikan. Pertama, situasi ekonomi nasional yang tengah lesu. Awal tahun ini, Indonesia dilanda perlambatan ekonomi, gelombang PHK, dan penutupan sejumlah sektor usaha.
Hal ini membuat banyak masyarakat menunda agenda liburan demi memenuhi kebutuhan pokok. “Liburan kini jadi barang mewah. Orang lebih fokus bertahan hidup,” ujar Made Wirawan, pemilik biro perjalanan di Bali.
Faktor kedua adalah gagalnya momen libur panjang sebagai pendorong kunjungan wisatawan. Meski pemerintah menetapkan cuti bersama Lebaran dan memperpanjang libur sekolah, tingkat hunian hotel di kawasan populer seperti Kuta dan Legian tetap lesu.
“Kami berharap liburan panjang membawa dampak positif, ternyata tamu tetap sepi,” keluh Ni Luh Sari, manajer hotel di Kuta.
Ketiga, daya beli masyarakat yang kian menurun membuat banyak keluarga memilih alternatif wisata murah seperti staycation atau liburan lokal. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pengeluaran untuk rekreasi dan hiburan rumah tangga turun drastis pada kuartal kedua 2025.
Keempat, lonjakan harga tiket pesawat turut menjadi kendala utama. Rute pulang-pergi Jakarta–Denpasar kini bisa menembus Rp3 juta, jauh lebih tinggi dibanding harga sebelum pandemi.
“Kalau bawa keluarga, baru tiket saja sudah belasan juta. Belum lagi hotel dan makan,” kata Ari Wibowo, warga Tangerang yang membatalkan rencana liburannya ke Bali.
Faktor kelima adalah munculnya sentimen negatif dari wisatawan domestik terkait perlakuan yang dirasa tidak adil. Banyak unggahan di media sosial memperlihatkan kekecewaan karena merasa mendapat layanan berbeda dibanding turis asing.
“Wisatawan lokal makin enggan datang karena merasa dianaktirikan,” ungkap seorang staf PHRI Badung.
Realita ini menjadi peringatan keras bagi Bali agar segera melakukan evaluasi menyeluruh. Dalam persaingan destinasi yang semakin ketat dengan daerah lain seperti Mandalika, Labuan Bajo, dan Banyuwangi, Bali tak bisa hanya mengandalkan reputasi masa lalu.
Pembenahan pelayanan, strategi pemasaran, hingga penyesuaian harga harus segera dilakukan.
“Kalau Bali ingin tetap jadi primadona, maka ia harus kembali ke akar: keramahan, ketulusan, dan perlakuan adil bagi semua wisatawan, bukan hanya tamu asing,” tegas Sugeng Pramono, pelaku pariwisata.(Ray)

Saat ini belum ada komentar