Connect with us

Mangku Bumi

RASA HATI DAN PIKIRAN YANG TERKUNCI

Published

on


Halnya Birahi – Lapar – Ngantuk, Kemarahan adalah bagian dari kekuatan energi hidup itu sendiri dan mengalami kondisi marah itu alami, sadar sedang marah dan kemarahan yang bersifat melekat merupakan dua hal yang berbeda, bahwa semua itu bukan kesucian atau kekotoran akan tetapi kondisi yang bersifat alami, jika kita merasa suci sedangkan di perut masing-masing kita terbungkus kotoran, bahkan di perut orang suci sekalipun kecuali dalam perut orang yang tidak pernah makan

Prasangka bahwa diri telah menjadi orang baik sesuai ukuran isi buku, dan kemanusiaan mereka berubah menjadi buku hidup yang disukai Tuhan, mereka sendiri tidak sadar siang malam menggunjingi prilaku manusia atau bahkan Tuhan dan agamanya, sekalipun itu dinamai kebaikan, tetap saja bergunjing/bergossip tentang prilaku buruk manusia tidak menghasilkan kebaikan, kepintaran menggunjingkan sifat alamiah hidup tidak menjadikanmu pribadi suci, bahkan menggunjingkan sifat baik tidak baik – tidak terbukti menghasilkan perubahan prilaku, yang di timbulkan dalam diri hanyalah prasangka belaka, prasangka bahwa diri telah menjadi orang baik sesuai ukuran isi buku dan kemanusiaan mereka berubah sesuai isi buku

Kemelekatan sama dengan terkunci, bersifat melekat pada bentuk wujud apapun sama dengan terkunci pada wujud itu, melekat pada cinta – pada kemarahan – pada sebuah ajaran atau pada Tuhan sekalipun tetaplah sebuah kemelekatan, dan Tuhan lupa menpertimbangkan kemelekatan pada dirinya sendiri saat bersabda, mungkin karena kemelekatan yang membuatnya bersabda untuk kebaikan manusia, yang seharusnya jika boleh dipertanyakan – saat awal dia mencipta manusia idealnya : hanya menyertakan sifat baik saja pada manusia, sehingga dia tidak perlu repot menyabdakan kebaikan-kebaikan

Kebodohan/lupa, itulah yang membuat manusia berprilaku buruk bahkan jahat, memaksakan kehendak pada orang lain karena kemelekatan mereka pada ajaran maupun perintah Tuhanya, karena mereka terlalu menjiwai kemelekatan pada sebuah buku petunjuk hidup, yang belum tentu semua orang setuju dengan ide kebaikan yang mereka yakini, dan belum tentu pula yang paling benar

Pikiran dan rasa hati yang terkunci pada keberadaan itu menimbulkan ketidaksadaran atau lupa atau kebodohan, lupa atau kebodohan bukan karena manusia tidak cerdas, akan tetapi karena terikat pada kematerian wujudnya, pada rasa – pada pikiran – pada prasangka kedirian yang keliru, lupa pada siapa diri yang sejati, dan yang membiarkan diri terseret pada kondisi lupa itu sama dengan sebuah kebodohan

Bahkan perhatikan pelan-pelan ketika manusia terlalu melekat pada keduniawian, rangkaian huruf mati yang dia baca saja mampu mempengaruhi psikologis mereka, mereka menjadi marah dan membenci, bahkan ada yang tubuhnya sampai bergetar, sebuah tulisan mampu memicu emosi tanpa kendali, apa penyebab utamanya selain kemelekatan pada sisi keduniawianya, karena kehilangan kendali diri, diri yang membaca dan mengartikan maksud sebuah tulisan yang seharusnya yang memberi keputusan emosi tidak mampu mengendalikan emosinya, karena secara psikis/psikologis identitasnya sudah berubah menjadi bukan dirinya yang sejati, tetapi informasi yang dikumpulkan dan diyakini sebagai kebenaran yang menjadi kendali hidupnya

Identitas ke dirian yang berubah dari yang seharusnya yang di sebut lupa/bodoh, akan tetapi ketika seseorang membaca kata bodoh dia akan menilai yang menyebut bodoh adalah orang yang tidak tidak tau apa-apa, hanya sebatas menilai dan blaaaa blaaa blaaa sesuai yang disangkanya, akan tetapi jika dia meluangkan waktu dengan lepas dan tanpa keterikatan pada prasangka saat menyadari maksud sebenarnya dari sebuah tulisan, ketika diri pembaca itu menganggap dirinya sendiri si penulis itu sendiri, dia akan menadapati dirinya tidak terpengaruh oleh emosi saat membaca sebuah tulisan, sekalipun di dalamnya ada kata-kata hujatan, dia bisa melihat secara bebas tidak dengan emosi

Akan tetapi ketika mereka menganggap diri berbeda karena identitas keduniawian, mereka dalam kadaan lupa maka timbulah penilaian yang memicu emosi, dia menjadi pribadi yang melekat pada kebodohan/lupa, kondisi lupa itulah pemicu emosi, bahkan emosi terhalus masih menyelimuti yang tidak lupa, apalagi pada yang lupa, dan cepat atau lambat mereka berakhir terombang-ambing pada gejolak rasa hidupnya, dari sanalah sumber penderitaan hidup bermula, lupa/kebodohan karena terpenjara rasa hidup dan pikiran melekat pada kebendaan atau pada prasangka

Ketika seorang individu mengetahui kedirian , mereka akan berupaya menganalisa kesejatian dirinya, saat itu terjadi, diri melihat rasa hidup, pikiran bahkan kesadarannya berbeda dengan kedirian-nya, seperti tubuh yang berbeda dengan kesadaran miliknya, seperti saat diri mengetahui rasa kantuk- lelah – lapar dan nafsu milik tubuh-nya, begitu pulalah perbedaan diri dan kematerianya, kesempurnaan sadar itu integral di kedirian dan tubuh manusia, jadi dalam sana ada tiga yang berbeda tetapi tunggal satu- kesatuan, dan kesempurnaan di masing-masing sub level itu yang akan menuntun individu berproses mencapai ke dirian-nya

Semisal leluhur ketika diartikan secara umum, ada yang mengartikan keluarga yang sudah mati yang telah mencapai alam terbaiknya, tentu saja itu mengandung benaran melihat segala kemungkinan atas keberadaan ini, akan tetapi jika ditelusuri lebih dalam bisa saja keluhuran diartikan berbeda, keluhuran bisa bermakna asal mula keluhuran budhi kebijaksanaan manusia yaitu kedirian itu sendiri yang semula maha hidup tiasa wujud

Keluhuran bisa berarti maha hidup yang menemukan kesadaran sempurna pada keberadaan dirinya di tubuh sempurna ini, karena hidup hanya berasal dari yang hidup, tanpa hidup tidak ada kehidupan , dan yang hidup itu yang memanifestasikan diri menjadi seluruh wujud keberadaan, mereka semua hidup, sekalipun kita menganggapnya benda mati, akan tetapi mereka semua menjalani proses keberadaanya dari keadaan yang belum wujud, terlepas seperti apapun caranya berproses shingga mencapai bangunan wujud dimaksud

Kembali pada keluhuran, keluhuran bisa berarti maha hidup itu sendiri yang menjadi benih awal hidup seluruh wujud tanpa kecuali, baik wujud yang paling sederhana maupun yang paling sempurna seperti wujud manusia kita ini, keluhuran yang tiada batas lah yang membuatnya menjadikan diri seluruh wujud, bukankah bisa diartikan seperti itu

Tak satupun kebenaran yang bisa membantahnya sekalipun dikatakan kebenaran atas yang hidup itu tidak bisa dibuktikan – akan tetapi kebenaran atas hidup itu di sadari oleh kesempurnaan sadar manusia, kesadaran yang hidup di dalam tubuh manusia itulah bukti nyata keberadaan maha hidup

Akan tetapi ketika manusia lupa pada kedirianya, mereka mendapati diri terkunci pada sebuah identitas yang di produksi oleh prasangkanya sendiri, mereka menganggap kedirianya seperti informasi yang mereka Terima dan kumpulkan dalam prasangka kesadarannya, informasi itulah yang memberinya bentuk identitas atas diri selain kesejatian dirinya, kemelekatan rasa atas hidupnya yang di kira identitas kedirianya

Rasa dan pikiran di kunci oleh informasi yang memenuhi prasangka sehingga hati dan pikirannya terpenjara oleh informasi dimaksud, faktanya diri itu yang mengetahui prasangkanya, diri yang sejati yang mengenali sadarnya, dalam artian diri bukan sadar tetapi yang berada di balik sadar, yang melihat di balik materi, sedangkan sadar itu sendiri ada saat keberadaan diri di tubuh materi

Atlantia Ra


Mangku Bumi

Ratusan Peserta Lulus Kursus Teologi Hindu, Perkuat Pemahaman Keagamaan

Published

on

By

Acara Samãvartana kursus teologi Hindu angkatan VI.

DENPASAR – Kursus Teologi Hindu yang diselenggarakan oleh Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korwil Bali dan PHDI Provinsi Bali resmi berakhir pada Minggu, 23 Maret 2025. Acara kelulusan (Samãvartana) angkatan VI ini berlangsung pada Kamis, 3 April 2025 di Pura Lokanatha, Wraspati Keliwon. Sebanyak 373 peserta mengikuti program ini, yang terbagi dalam tiga tingkat: Teologi Dasar (173 peserta), Teologi Kepemangkuan (160 peserta), dan Teologi Kepanditaan (40 peserta).

Kursus yang dimulai sejak 1 Juni 2024 ini diawali dengan upacara Sisya Upanayana di Padmasana PHDI Provinsi Bali dan berlangsung selama delapan bulan. Para peserta tidak hanya berasal dari Bali tetapi juga dari berbagai daerah seperti Depok, Bogor, Yogyakarta, Banyuwangi, Sukoharjo, Ogan Ilir, Lampung, Konawe, Tugu Mulyo-Sumatera Selatan, dan Surabaya. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara daring melalui Zoom dan tatap muka di Gedung PHDI Bali, Jalan Ratna No. 51, Tatasan Kaja, Tonja, Denpasar.

Pinandita Dewa Putu Andika Septiawan, SH., menyampaikan bahwa kursus ini diajar oleh praktisi dan akademisi berpengalaman di bidangnya. “Sebanyak 348 peserta dinyatakan lulus dan menerima sertifikat, terdiri dari 162 peserta di Tingkat Dasar, 150 peserta di Tingkat Kepemangkuan, dan 36 peserta di Tingkat Kepanditaan,” ujarnya pada Kamis (3/4/2025).

Materi yang diajarkan dalam kursus ini mencakup berbagai aspek mendalam tentang Hindu, seperti Moderasi Beragama, Filsafat Saiva Siddhanta, Sejarah Evolusi Kasogatan, Teologi Hindu Global dan Nusantara, Weda, Wariga, Purana, Itihasa, Upanisad, Sastra Bali, hingga praktik-praktik keagamaan seperti nganteb, yoga, arga patra, dan tantra.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Bali dan Pemerintah Kota Denpasar turut mendukung program ini dengan memberikan beasiswa kepada tiga orang pemangku dari Buleleng, Jembrana, dan Gianyar.

Dalam acara Samãvartana, juga dilaksanakan Pawintenan Ghanapati yang dipimpin oleh Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharya Nanda, Ida Rshi Bhujangga Waisnawa Putra Wirya Ardhanareswara, dan Ida Bhagawan Wajrasattwa Dwijananda.

Ketua PSN Korwil Bali, Pinandita (Jro Mangku) I Wayan Dodi Arianta, menekankan pentingnya pemahaman Teologi Hindu di kalangan pemangku dan masyarakat. “Banyak praktisi yang memahami aspek teknis, tetapi belum mendalami teologi Hindu secara menyeluruh. Pemahaman ini penting agar pelaksanaan upacara keagamaan, terutama Hindu Bali, berjalan sesuai dengan ajaran Tattwa,” jelasnya.

Acara ini mendapat respons positif dari peserta dan diharapkan dapat terus berkembang untuk memperkuat pemahaman keagamaan umat Hindu di Indonesia dan mancanegara. (Ray)

Continue Reading

English Corner

Kontribusi LPD terhadap Perekonomian Masyarakat Bali

Published

on

By

Oleh: Prof Dr Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM – Dekan Fak. Ekonomi & Bisnis (FEB) Undiknas Denpasar

 

Meski didera beberapa kasus yang scr prosentase jauh lbh kecil dibandingkan yg berhasil dlm pengelolaan, sjk mulai berdirinya di tahun 1984, eksistensi LPD dpt dikatakan telah menjadi pilar utama dlm menopang perekonomian masyarakat Bali, khususnya di pedesaan.

Sebagai lembaga keuangan berbasis adat yg dikelola oleh Desa Adat, LPD memainkan peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan modal usaha, mendukung keberlangsungan upacara adat dan keagamaan, srt membantu pengembangan wirausaha di tk lokal. Keberadaan LPD bkn hanya sekadar institusi keuangan, tetapi juga menjadi simbol kemandirian ekonomi masyarakat yg tetap berakar pada nilai-nilai budaya Bali.

LPD memiliki kontribusi yg sangat signifikan dlm mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) di Bali. Dlm banyak kasus, akses permodalan menjadi tantangan utama bagi masyarakat desa yg ingin mengembangkan usahanya, terutama krn keterbatasan aset sbg jaminan dan prosedur yg kompleks di lembaga keuangan konvensional. Nah, di sinilah LPD hadir sebagai solusi dgn skema kredit yg lebih fleksibel, berbasis kepercayaan, dan disesuaikan dgn kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dgn total aset yg mencapai Rp 27 triliun pada akhir 2023 dan jumlah rekening kredit yang dikelola sebanyak 410 ribu, LPD telah berkontribusi besar dalam mendukung sektor usaha kecil sprt pertanian, perdagangan, kerajinan, dan pariwisata berbasis komunitas.

Selain itu, LPD juga memiliki peran yg unik dlm membantu masyarakat memenuhi kebutuhan pengeluaran untuk upacara keagamaan dan adat. Di Bali, upacara merupakan bagian yg tdk terpisahkan dari kehidupan sosial krmadyarakatan, namun sering kali membutuhkan biaya yg tdk sedikit. Di sinilah LPD memfasilitasi masyarakat dgn memberikan pinjaman khusus untuk kebutuhan adat, shg keberlangsungan tradisi ttp terjaga tanpa membebani ekonomi keluarga scr berlebihan. Hal ini menjadikan LPD sebagai lembaga yg tdk hanya berorientasi pd keuntungan, tetapi juga menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi dan budaya sesuai dengan prinsip Tri Hita Karana.

Selain membantu modal usaha dan kebutuhan upacara, LPD juga berperan dlm pengembangan wirausaha masyarakat desa. Dgn memberikan pelatihan dan pendampingan, LPD membantu menciptakan ekosistem bisnis yg lebih mandiri dan kompetitif. Banyak wirausaha di desa yg awalnya hanya memiliki usaha berskala kecil, kini berkembang menjadi bisnis yg lbh besar berkat dukungan permodalan dan edukasi dari LPD. Dukungan tsb mencakup berbagai sektor, mulai dari industri kreatif, pertanian organik, hingga bisnis berbasis digital yg mulai berkembang di desa-desa Bali.

Keberadaan LPD juga berdampak pada peningkatan literasi keuangan masyarakat pedesaan. Dgn semakin banyaknya warga desa yg memiliki rekening tabungan di LPD, yg jumlahnya sekitar 2,1 juta rekening pada 2022, terjadi peningkatan kesadaran akan pentingnya menabung dan mengelola keuangan dgn lebih baik. Tentu hal ituI membantu masyarakat dlm mengantisipasi kebutuhan mendesak dan membangun ketahanan ekonomi keluarga.

Sehingga scr keseluruhan dapat dikatakan bahwa kehadiran LPD telah membuktikan diri sbg institusi keuangan yg memiliki dampak luas bagi perekonomian Bali. Tdk hanya sbg sumber permodalan bagi UKM, tetapi juga sbg lembaga yg menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Bali. Dgn sistem yg berbasis adat dan dikelola scr kolektif oleh Desa Adat, LPD mampu menjaga keberlanjutan ekonomi masyarakat desa tanpa mengorbankan nilai-nilai tradisional. Tentunya keberlanjutan dan penguatan peran LPD di masa depan akan sgt bergantung pada sinergi antara pengelola, masyarakat, dan pemerintah dlm memastikan tata kelola yg transparan srt inovatif dlm menghadapi tantangan ekonomi yg semakin kompleks. (***)

Continue Reading

Mangku Bumi

Pasraman Griya Ageng Mas Gelar Warak Kruron, Penyucian Atma bagi Janin yang Gugur

Published

on

By

GIANYAR – Gatradewata.com

Pesraman Griya Ageng Mas (PGAM) kembali selenggarakan upacara Warak Kruron di pantai Masceti, Gianyar, Sabtu (11/01). Acara digelar sejak jam 3 siang hingga berakhir jam 6 sore. Meski diguyur hujan pada awal acara, namun, cuaca kian bersahabat saat ritual dimulai.

Tampak Ida Nak Lingsir (sapaan akrab ) ,Ida Pandita Mpu Nabe Siwa Agni Daksa Nata beserta Ida Pandita Mpu Siwa Darma Murti memimpin ritual tersebut.

Disamping sebagai pemuput (pelaksana upacara), Nak Lingsir juga hadir sebagai Pembina Yayasan Bhumi Bali Swari (YBBS), yang sekaligus merupakan Pembina Pasraman Griya Ageng Mas (PGAM), mengatakan jika upacara Warak Kruron ini dilaksanakan atas permintaan masyarakat. “Awalnya Ada beberapa orang yang menghubungi kami, kemudian kami buka pendaftaran. Ternyata, respon masyarakat cukup positif,” ungkapnya. Ketua PGAM, Nyoman Sumerta, ketika ditemui di tempat terpisah juga membenarkan respon masyarakat tersebut. “Kami cukup kaget karena pesertanya mencapai 31 orang, dengan total 51 Sawa,” ungkap Nyoman.

Ketua Yayasan Bhumi Bali Swari, JM Manik, juga tampak hadir di tengah – tengah acara. Beliau membenarkan jika upacara Warak Kruron ini penting dilakukan untuk penyucian jagat.

PGAM mempunyai misi sosial disamping juga misi spiritual. Misi sosial seperti upacara kali ini kalau dilakukan perorangan maka biayanya cukup mahal. Maka dari itulah mereka mensinergikan umat sehingga biayanya bisa ditekan.

Nak Lingsir juga menambahkan jika upacara kali ini merupapan yang ke empat kalinya. Menurutnya, Warak Kruron kerap diasosiasikan sebagai upacara penyucian untuk keguguran, yang mana juga disebut dengan Ngerapuh.

Lantas, apakah itu Upacara keguguran? Upacara ini dilakukan hanya bagi mereka yang pernah mengalami keguguran. Baik itu keguguran yang disengaja maupun tidak.

Upacara Pitra Yadnya ini penting untuk dilakukan karena potensi dampak secara skala (dunia nyata) dan niskalanya (dunia tidak kasat mata) akan terjadi jika tidak dilaksanakan, misalnya, hidup makin terpuruk, karir selalu terhalang, usaha terus merosot, perekonomian keluarga semakin memburuk, kuliah tertunda, sakit yang tak kunjung sembuh, sering mengalami kecelakaan dan apes terus.

Dalam hal keguguran, walaupun masih berupa darah, ia tetap memiliki atma/roh. Nah janin yang tak sempat lahir baik itu karena keguguran ataupun digugurkan atmannya harus dikembalikan ke alamNya.

Ada beberapa macam keguguran antara lain:

Warak Kruron – keguguran umur kandungan sebelum 20 hari (2 Minggu)sampai 3 bulan, dimana masih berupa embrio.

Tujuan Proses Upacara Warak Kruron yaitu:

1 untuk pembersihan/penyucikan kedua orang tua si janin, terutama ibu si janin supaya tidak kebaya – baya, seperti contoh pengalaman diatas.

2 menyucikan pekarangan /pertiwi.

Tempat pelaksanaan bisa di natah (pekarangan) rumah, di Griya Sulinggih, di perempatan dan di segara (pantai). Selain upakara pabersihan, caru pengasih bhuta, ada juga permakluman dengan Banten guru piduka.

Setelah proses ini berjalan, dilanjutkan dengan ngambil/ nyumput tanah di 4 penjuru mata angin (pojok dan tengah pekarangan/natah), tanahnya dialasi daun waru lalu disatukan di pada daun telujungan (pucuk daun pisang), kemudian di anyut ke segara/laut.

Tidak ada proses ngulapin, nebusin maprelina dan ngayut.

Tetapi kalau yang berstatus Warak Kruron, prosesnya dilaksanakan lebih dari 5 bulan, akan diproses lewat upacara Ngelangkir.

2. Ngelangkir – keguguran pada saat umur kandungan mencapai 4 bulan sampai sebelum kepus puser. Yang diupacarai adalah kedua orang tua si janin dan pengrapuhan pertiwi. Adapun kelengkapan upakaranya yaitu:

– pabersihan jangkep,

– sanggah Urip,

– bungkak gading ( sbg pengawak mejinah 11keteng)

– bungkak gadang ( pengentas rare)

– penebusan rare,

– Banten masesepuh kepertiwi

Pelaksanaannya hanya di setra/gumukan. Tapi, karena digelar di segara maka tetap nganyut (lebur ke laut).

3 Ngelungah – Bayi meninggal setelah lahir sampai belum ketus gigi (gigi tanggal). Yang diupacarai yaitu si bayi dan kedua orang tuanya. Juga dilakukan Dengan Pengrapuhan Pertiwi. Upakaranya (sarananya) sama dengan ngelangkir tapi ditambahi bubur pirata 108 dan banten penganyutan.

Jalannya upacara yakni:

– nebusin, Ngulapin, ,meeteh- eteh

– kedua orang tua si janin/ bayi ngelukat

– muspa

– natab Banten guru paduka

– maprelina

– Ngeseng sanggah Urip, nguyeg sampai terakhir nganyut.

– mecaru

Pemilet/peserta

– Nunas Tirta caru lan toyan segara Angge ngelukat pekarangan

– Nunas Tirta guru piduka (angge dasar atur mapiuning rg Ida bhatara hyang guru).

– Nunas Tirta pemuput

Tanah yang dibawa dari Griye, jro, pagar sendiri – sendiri dibuat penglukatan kemudian di rarung/anyut.(Tim/Is)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku