Connect with us

Mangku Bumi

Pengabdi Sejati pada Hati, Tindakan, dan Spiritual

Published

on


Oleh : I Gede Putra.

 

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang sering kali menuntut kesempurnaan material, menjadi seorang pengabdi sejati adalah sebuah pencapaian yang langka namun sangat berharga. Pengabdian sejati bukan sekadar tentang menjalani rutinitas harian atau mengejar ambisi pribadi, melainkan tentang menjalani hidup dengan ketulusan hati, konsistensi tindakan, dan kedalaman spiritual yang mendalam. Ketiga elemen ini berjalin erat, membentuk harmoni yang tak hanya mengubah diri sendiri, tetapi juga memberikan dampak positif bagi orang lain dan lingkungan sekitar.

Hati adalah pusat dari segala niat dan emosi, menjadi fondasi utama dalam pengabdian sejati. Ketika seseorang mengabdi dengan hati yang tulus, tindakan yang dilakukannya menjadi cerminan dari cinta dan keikhlasan. Tak ada pamrih atau harapan akan balasan setara, hanya ada dorongan murni untuk memberikan yang terbaik meskipun harus menghadapi berbagai rintangan dan kesulitan. Ketulusan hati ini menumbuhkan empati dan kasih sayang terhadap sesama, membuat seorang pengabdi sejati tak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga kesejahteraan orang lain. Dengan begitu, ia mampu merasakan penderitaan dan kebahagiaan orang lain, serta berusaha memberikan kontribusi positif dalam kehidupan mereka.

Tindakan adalah implementasi nyata dari apa yang ada dalam hati. Pengabdian sejati tidak berhenti pada niat baik, tetapi diwujudkan dalam bentuk tindakan konkret. Seorang pengabdi sejati menunjukkan komitmennya melalui konsistensi dalam tindakan. Ia terus berbuat baik meskipun tidak ada yang menyaksikan, meneguhkan integritas dan profesionalisme yang dimilikinya. Dalam setiap tindakan, ia berusaha memberikan yang terbaik, bekerja dengan penuh dedikasi, dan mengutamakan kualitas. Tindakan yang konsisten dan berkesinambungan ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga menciptakan dampak positif jangka panjang yang berarti.

Aspek spiritual memberikan kedalaman dan makna dalam pengabdian. Melalui spiritualitas, seorang pengabdi sejati menemukan tujuan hidup yang lebih besar dari sekadar pencapaian material. Spiritualitas menghubungkan manusia dengan sesuatu yang lebih tinggi, memberikan kekuatan dan kebijaksanaan dalam menghadapi setiap tantangan hidup. Seorang pengabdi sejati yang memiliki kedalaman spiritual selalu mencari makna di balik setiap peristiwa, memahami bahwa setiap tantangan dan cobaan adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus dijalani dengan sabar dan ikhlas. Spiritualitas memberikan ketenangan batin dan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, sehingga setiap tindakan yang dilakukan selalu berada dalam koridor kebenaran dan kebaikan.

Pengabdian sejati adalah perpaduan harmonis antara ketulusan hati, konsistensi tindakan, dan kedalaman spiritual. Ketiga aspek ini saling melengkapi dan menguatkan, menciptakan fondasi yang kokoh bagi seseorang untuk menjadi pengabdi sejati. Di tengah dunia yang sering kali dipenuhi dengan egoisme dan materialisme, menjadi pengabdi sejati adalah sebuah panggilan mulia yang membutuhkan ketulusan, dedikasi, dan kebijaksanaan. Dengan hati yang tulus, tindakan yang konsisten, dan spiritualitas yang mendalam, seorang pengabdi sejati mampu memberikan dampak positif yang signifikan dalam kehidupan orang lain dan masyarakat secara keseluruhan. Ia tidak hanya menjadi teladan dalam berbuat baik, tetapi juga menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejaknya. Pengabdian sejati bukanlah tentang seberapa besar pencapaian yang diraih, tetapi tentang seberapa dalam kita bisa memberikan cinta dan ketulusan dalam setiap aspek kehidupan.

 

Penulis Adalah : Pemerhati Hukum Adat.


Mangku Bumi

Audensi ke Pemprov Bali,Yayasan BPJ Paparkan Program Kerja untuk Pelestarian Warisan Budaya Bali

Published

on

GATRADEWATA.|| DENPASAR – Yayasan Bakti Pertiwi Jati (BPJ) melakukanaudiensi ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pada Selasa (22/10). Dalam kesempatan ini, para pengurus BPJ yang hadir diterima oleh Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Wiryanata, mewakili Pj Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya.

Ketua Umum Yayasan BPJ, Jro Mangku Made Sara YogaSemadi (Mangku Made), dalam penyampaiannya mengatakan, Yayasan BPJ yang telahberdiri tahun 2018 lalu, saat ini telah memiliki kepengurusan yang baru.Yayasan ini berkonsentrasi pada upaya pelestarian situs cagar budaya dan situs cagaralam termasuk juga pelestarian tinggalan manuskrip kuno yang berkaitan dengan ajaran leluhur Bali dan Nusantara. “Selama ini kami aktif melakukan pendataansitus-situs budaya dan pendampingan dalam restorasi situs-situs pura yang adadi Bali,” ujarnya.

Yayasan BPJ memandang bahwa di tengah euforia pengempon pura untuk memperbaiki pura,upaya edukasi terkait pentingnya pelestarian situs budaya di pura tersebutmesti massif dilakukan. Jangan sampai pelinggih/pura dengan mudahnya dibongkardan mengabaikan tatwa yang ada pada bangunan suci itu. “Kita tidak punya database berapa sebenarnya jumlah pura yangada di Bali. Karenanya, pendataan dan dokumentasi ini sangat penting. Jangansampai pura sudah dibongkar, baru kita sadar ternyata tidak punya dokumentasinya,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Mangku Made menyampaikan, dalam waktu dekat, Yayasan BPJ akan melaksanakan Bulan Bakti yang akan dipusatkan diwilayah Tabanan. Adapun kegiatan utama dalam Bulan Bakti nanti adalah penanaman bibit pohon di kawasan pura sebagai wujud wanakerti (pelestarian hutan).

Dia menyebut, Sad Kerti, sesuai landasan sastra yang ada yakni lontar Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, menyebutkan bahwagunung, hutan, danau, sawah, laut, dan seluruh tanah di bumi ini adalah wadah tempat air dan tirta (air suci) yang harus dijaga kelestariannya. Dengan wadahair di alam ini terjaga kelestariannya, maka itulah sumber dari kesejahteraan dunia (kertaning jagat).

Yayasan BPJ juga memiliki tiga lembagadi dalamnya, yakni lembaga kebudayaan, lembaga pendidikan, dan lembaga ekonomi.Dengan gerakan ketiga lembaga itu diharapkan apa yang menjadi visi misi yayasanlebih mudah terwujud. “Tentu kami tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, kami mohon dukungan dari pemerintah, minimal ada support moril kepada kami untuk melakukan kegiatan-kegiatan di lapangan,” ucapnya.

Sementara itu, KepalaBadan Kesbangpol, Ngurah Wiryanata, dalam kesempatan itu menyampaikan permohonan maaf Pj. Gubernur Bali belum bisa menerima pengurus Yayasan BPJsecara langsung, dan menugaskan dirinya. Pihaknya menyampaikan apresiasi ataskeberadaan Yayasan BPJ dengan visi misinya pada pelestarian situs- situs budayadan cagar alam sesuai warisan leluhur.

“Yayasan ini sungguh luar biasa. Jarang ada yang mau peduli dengan hal-hal yang tidak populerseperti ini. Kami sendiri prihatin dengan adanya pembongkaran pura-pura kuno,yang mana mestinya bisa diperbaiki dengan konservasi dan restorasi,” ungkap pejabat yang juga seorang bendesa adat ini.

Ia menilai, Yayasan BPJ memiliki kegiatan yangspesifik dan sangat berbeda dengan yayasan-yayasan lainnya. Yayasan yang lain kebanyakan gerakannya pada kegiatan fisik yang akan cepat terlihat hasilnya. Sementara Yayasan BPJ lebih memfokuskandiri bagaimana membangun mindset dan menumbuhkembangkan kembali kearifan-kearifan yang dimiliki leluhur.

“Mudah-mudahan Yayasan Bakti PertiwiJati dan pemerintah daerah bisa bersinergi lebih jauh lagi untuk pelestarianwarisan budaya Bali itu sendiri,” ucap Ngurah Wiryanata seraya menyatakan bahwa hasil audiensi ini nantinya akan dilaporkankepada Pj Gubernur Bali. (INN.W)

(more…)

Continue Reading

Mangku Bumi

Tiga Srikandi Memperebutkan Kursi Singgasana Grahadi

Published

on

By

Ilustrasi

Oleh : Ngurah Sigit.

 

Di tengah hiruk-pikuk dunia politik Jawa Timur yang penuh intrik dan strategi, tahun ini menyuguhkan pertarungan yang tak biasa. Bukan hanya sekadar persaingan politik, namun lebih sebagai sebuah epos modern yang menghadirkan tiga perempuan tangguh, tiga srikandi yang bersaing untuk memperebutkan kursi panas di Grahadi, simbol kekuasaan tertinggi di provinsi ini. Mereka adalah wajah-wajah baru yang membawa harapan dan visi bagi masa depan Jawa Timur, masing-masing dengan latar belakang dan pendekatan yang berbeda, tetapi sama-sama memiliki semangat juang yang tinggi.

Srikandi pertama adalah seorang visioner ulung. Ia telah lama dikenal di kancah politik dengan rekam jejak yang impresif dalam birokrasi. Dengan pengalaman yang kaya, ia mengusung agenda besar untuk membawa Jawa Timur ke era baru. Dalam setiap kampanyenya, ia selalu menekankan pentingnya inovasi dan modernisasi, percaya bahwa provinsi ini memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya tergali. Bagi sang visioner, pembangunan harus berorientasi pada masa depan yang inklusif, di mana teknologi dan keberlanjutan menjadi kata kunci. Namun, di balik semua rencana ambisiusnya, ia harus menghadapi tantangan besar: bagaimana meyakinkan rakyat bahwa visinya bukan sekadar mimpi indah, melainkan rencana nyata yang dapat membawa perubahan.

Di sisi lain, muncul sosok srikandi kedua, seorang aktivis yang tak kenal lelah berjuang untuk rakyat kecil. Ia bukanlah politisi dengan latar belakang elite, melainkan seorang pejuang yang datang dari akar rumput. Dengan pengalamannya langsung di lapangan, ia melihat dengan mata kepala sendiri berbagai ketidakadilan yang dihadapi masyarakat. Dalam orasi kampanyenya, ia menggugah emosi pendengar dengan cerita-cerita nyata dari rakyat kecil yang selama ini terpinggirkan. Ia menawarkan kebijakan yang berpihak kepada mereka yang lemah, menekankan bahwa pemerintah harus hadir untuk melindungi dan melayani rakyat, bukan sebaliknya. Namun, tantangan yang dihadapinya tak kalah berat. Bagaimana ia bisa meyakinkan rakyat bahwa ia mampu mengelola pemerintahan dengan segala kompleksitasnya, sambil tetap setia pada prinsip-prinsip keadilan sosial yang ia perjuangkan?

Dan kemudian, hadir srikandi ketiga, seorang pemimpin yang dikenal karena integritas dan keteguhannya. Di dunia yang sering kali terjerat oleh kepentingan pribadi dan kelompok, ia berdiri tegak sebagai sosok yang tak mudah tergoyahkan oleh godaan kekuasaan. Ia adalah simbol dari pemerintahan yang bersih dan transparan, selalu menekankan pentingnya akuntabilitas dalam setiap kebijakan yang diambil. Dalam kampanyenya, ia berbicara tentang membangun fondasi moral yang kuat sebagai dasar dari semua pembangunan. Bagi sang pemimpin ini, kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan alat untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Namun, dalam realitas politik yang penuh dengan kompromi, apakah ia bisa tetap teguh pada prinsip-prinsipnya, atau akan tergoda oleh tekanan dan kepentingan yang ada di sekitarnya?

Pertarungan antara ketiga srikandi ini adalah refleksi dari perbedaan jalan yang bisa ditempuh Jawa Timur menuju masa depannya. Setiap dari mereka menawarkan sesuatu yang unik, sebuah jalan yang berbeda menuju tujuan yang sama: kesejahteraan dan kemajuan untuk seluruh rakyat Jawa Timur. Tetapi siapa yang akan dipilih rakyat? Siapa yang akan berhasil menaklukkan hati mereka dan memenangkan pertarungan ini? Grahadi, dengan segala kemegahannya, kini menunggu untuk melihat siapa yang akan menduduki singgasananya.

Seiring berjalannya waktu, persaingan ini semakin memanas. Setiap kampanye, setiap debat, menjadi semakin sengit dan penuh dengan strategi. Rakyat pun dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah. Mereka harus menimbang dengan cermat, memilih siapa di antara tiga srikandi ini yang paling layak untuk memimpin mereka. Pilihan ini bukan sekadar tentang siapa yang paling karismatik, tetapi tentang siapa yang paling mampu membawa perubahan nyata, siapa yang paling mampu merealisasikan janji-janji mereka.

Di balik layar, Grahadi tetap berdiri megah, menyaksikan pertarungan ini dengan tenang. Kursi singgasananya tak lama lagi akan diisi oleh salah satu dari mereka. Namun, siapapun yang akhirnya menang, satu hal yang pasti: pertarungan ini telah menunjukkan kekuatan dan keberanian perempuan dalam dunia politik yang selama ini didominasi oleh laki-laki. Jawa Timur kini berada di persimpangan jalan, dan keputusan rakyat akan menentukan arah mana yang akan diambil. Waktu akan menjawab, dan sejarah akan mencatat, siapa di antara tiga srikandi ini yang akan keluar sebagai pemenang, dan bagaimana ia akan membawa Jawa Timur menuju masa depan yang lebih cerah. Rahayu.

 

Penulis Adalah : Sosiolog, Budayawan dan Pemerhati Media.

Continue Reading

Mangku Bumi

Seni, Komunikasi dan Hukum : Sinergi Kreativitas, Ekspresi dan Keadilan

Published

on

By

Ilustrasi

Oleh : Ngurah Sigit.

 

Seni, komunikasi, dan hukum mungkin tampak sebagai tiga bidang yang berbeda, namun ketiganya memiliki keterkaitan yang kuat dalam membentuk dan mengatur kehidupan manusia. Seni, dengan segala keindahannya, berfungsi sebagai media komunikasi yang mendalam dan sering kali mampu menyampaikan pesan yang tidak terungkapkan melalui kata-kata. Lukisan, musik, tari, dan film semuanya berbicara dalam bahasa universal yang melintasi batasan budaya dan bahasa, memungkinkan seniman untuk menyampaikan emosi, ide, dan kritik sosial kepada audiens yang luas.

Di sisi lain, hukum berperan penting dalam mengatur ekspresi artistik ini, menciptakan batasan sekaligus melindungi kebebasan berekspresi. Hak cipta, misalnya, melindungi karya seni dari penyalahgunaan, memastikan seniman mendapatkan hak mereka, sementara undang-undang sensor berusaha menyeimbangkan antara kebebasan artistik dan kepentingan umum. Namun, di balik regulasi ini, ada ketegangan yang sering kali muncul ketika karya seni dianggap melanggar norma sosial atau hukum tertentu, memicu perdebatan tentang sejauh mana kebebasan berekspresi harus dilindungi.

Komunikasi dalam seni juga merupakan alat yang kuat, di mana elemen-elemen visual dan performatif berperan dalam menyampaikan pesan yang kompleks atau kontroversial dengan cara yang lebih mendalam daripada kata-kata saja. Seniman seperti Banksy, misalnya, menggunakan seni jalanan untuk menyampaikan kritik sosial yang tajam dan memancing refleksi publik.

Kolaborasi antara seni, komunikasi, dan hukum semakin menonjol dalam kampanye sosial dan politik, di mana seniman bekerja sama dengan ahli komunikasi dan pakar hukum untuk menciptakan karya yang tidak hanya estetis tetapi juga sah secara hukum dan berdampak besar dalam menggerakkan opini publik. Dalam konteks ini, seni menjadi lebih dari sekadar ekspresi pribadi; ia menjadi alat untuk perubahan sosial yang didukung oleh kerangka hukum yang kuat.

Pada akhirnya, seni, komunikasi, dan hukum membentuk sinergi yang memungkinkan terciptanya masyarakat yang menghargai keindahan dan kreativitas, namun tetap berjalan dalam aturan dan keadilan. Keterkaitan ini memperkaya kehidupan kita, memungkinkan kita untuk tidak hanya mengekspresikan diri tetapi juga untuk membangun dunia yang lebih adil dan harmonis. Rahayu.

 

Penulis Adalah : Sosiolog, Budayawan dan Pemerhati Media.

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku