Hukum
Hak Sebagai Ayah Biologis Diabaikan, Paul : Jangan Korbankan Kejiwaan Anak

BADUNG – Upaya Paul Lionel La Fontaine (WNA) untuk menemui kedua putri tercintanya masih berlanjut, bertempat di Dijon Bali Cafe, Kuta, Badung, Kamis (29/08/2024) dengan didampingi kuasa hukumnya, Devara K Budiman, dirinya mengungkapkan proses dan perkembangan kasus yang dijalani hingga saat ini.
Terkait upaya untuk mempertemukan dirinya dengan putri-putri tercintanya, hingga saat ini belum menemukan titik temu, walaupun saat ini lokasi tempat mereka disembunyikan telah diketahui oleh Paul.
“Sampai saat ini saya belum bisa bertemu putri-putri saya, mereka disembunyikan di sebuah rumah oleh mantan istri saya, Adinda, disebuah rumah yang seperti benteng dan dijaga oleh orang yang menggunakan atribut militer,” ujar Paul.
Menanggapi kondisi ini, Devara K Budiman menghimbau pada institusi yang berkaitan dalam kasus ini, agar bisa menindak lanjuti laporan kliennya terkait posisi kedua putrinya saat ini.
“Pihak kami berharap agar pihak berwenang bisa proaktif untuk menindak lanjuti informasi yang sudah disampaikan oleh Paul,” harap Devara terkait upaya keras kliennya hingga berhasil menemukan lokasi putrinya.
Berdasarkan rekomendasi pihak berwenang, dinyatakan bahwa jika anak-anak itu dihalangi bertemu dengan ayah kandungnya, maka akan berdampak buruk pada perkembangan psikologis anak-anak itu dimasa depan karena mereka akan mendapatkan trauma masa kecil hingga dewasa nanti.
“Kami sudah bertemu dan bermediasi melalui KPAI, KPAD, Komnas HAM sampai ahli psikiater forensik, tapi belum membuahkan hasil.
Padahal hasil resume mereka sepakat menyatakan bahwa anak-anak itu membutuhkan Paul sebagai ayah kandungnya.
Jadi bagaimanapun posisi suami baru Adinda tidak bisa menggantikan posisi Paul sebagai ayah biologisnya,” jelas Devara.
Sebagai kuasa hukum, dirinya sudah mengirimkan surat teguran dan himbauan kepada pihak Adinda karena sudah melanggar UU dan melawan perintah pengadilan.
“Informasi dari kuasa hukum Adinda, menyatakan bahwa kliennya yang menolak dan tidak mau bertemu hingga saat ini,” ujarnya.
Berdasarkan hukum agama maupun adat, bagi seseorang yang sudah bercerai dan kemudian menikah lagi dengan orang lain, maka hak asuh anak oleh ayah biologisnya tidak boleh diabaikan begitu saja.
Terkait berita yang beredar mengenai status villa yang saat ini ditempati Paul, Devara menjelaskan asal muasal villa itu adalah masih berupa lahan terbuka yang dibeli pada tahun 2012, karena status Paul sebagai WNA, maka mereka menggunakan nama Adinda sebagai pembeli.
Hal itu merupakan bagian dari rencana pernikahan antara Paul dan Adinda untuk mempersiapkan suatu tempat usaha untuk kehidupan mereka berdua.
Mereka menikah dan tinggal di Hongkong pada tahun 2014 sampai 2018 setelah lahirnya putri mereka.
Pada tahun 2017, villa ini sudah mulai dibangun dengan Paul sebagai disainernya, serta mencarikan dan membayar arsitek dan pemborongnya.
“Saat itu Adinda memberikan dana sekitar 150 juta dan saya sebesar 300 juta an untuk membangun villa itu.
Saya masih punya bukti pembayarannya,” ujar Paul.
Hal ini membantah berita yang menyatakan bahwa villa tersebut merupakan hadiah dari orang tua Adinda.
“Jadi jika dinyatakan bahwa villa ini adalah hadiah dari orang tua Adinda, itu tidak tepat.
Jangan diputar balik ceritanya” jelas Devara
“Bahkan selama beroperasinya villa tersebut, Adinda juga ikut menikmati hasil dari penyewaan villa tersebut, karena diawal ini memang sebagai bagian bisnis keluarga mereka berdua,” tambahnya.
Menanggapi dugaan pemalsuan tanda tangan Adinda yang ada di surat pengajuan ke PLN, Devara menyatakan bahwa kliennya tidak tahu menahu terkait hal ini.
“Saat kami klarifikasi pada PLN, mereka menyampaikan bahwa oknum yang membawa dan mengurus dokumen itu adalah ABG, pihak yang selama ini biasanya diminta Paul untuk melakukan pengurusan bisnisnya,” jelasnya.
ABG ini adalah pihak yang pernah menjadi saksi pihak Adinda dalam kasus hak asuh anak ini.
“Selain itu ada dugaan ABG ini telah melakukan mark up tagihan PLN kepada klien saya,” ucap Devara.
Paul berharap, di hari Ulang Tahun putri-putrinya yang jatuh pada bulan September ini, dirinya bisa merayakannya bersama putri-putri terkasihnya.
“Saya berharap Adinda bisa mempertemukan saya dengan putri-putri saya pada hari Ulang Tahun mereka bulan September ini.
Mari kita berpikir dewasa dan bijak demi kesehatan mental dan psikologis mereka,” pungkasnya. (E’Brv)

Hukum
Setahun Mandek Laporan Polda Bali, Kasus Penipuan Tanah Rp1,85 M di Badung Tuai Sorotan

DENPASAR – Kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp1,85 miliar di wilayah Mengwi, Badung, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti sejak dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Bali lebih dari setahun lalu. Lambannya penanganan perkara ini memicu sorotan dari publik dan tim kuasa hukum korban.
Korban, seorang agen properti bernama Liana, membeli sebidang tanah seluas 3,3 are di Desa Tumbak Bayuh dari pria berinisial FH pada 2022. Transaksi dilakukan secara resmi melalui notaris berinisial IFF, lengkap dengan akta jual beli (AJB). Namun belakangan terungkap, tanah tersebut telah lebih dahulu dijual kepada pihak lain.
Merasa dirugikan, Liana melaporkan FH ke Polda Bali pada Maret 2024. Sayangnya, hingga kini proses hukum masih jalan di tempat. Salah satu kuasa hukum korban, Benny Wullur, menyayangkan lambatnya penanganan perkara ini.
“Kami pernah menangani kasus serupa yang bisa cepat selesai. Tapi ini sudah lebih dari setahun, belum ada kejelasan,” ujar Benny saat ditemui di Denpasar, Rabu (30/4/2025). Ia menambahkan, kliennya mengalami kerugian tidak hanya secara materiil, tetapi juga psikologis karena gagal memiliki rumah dan masih harus mengontrak hingga saat ini.
Kuasa hukum lainnya, I Putu Harry Suandana Putra, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan, dan kliennya juga telah menjalani pemeriksaan beberapa kali. Namun, ia menilai penyelidikan berjalan lambat dengan alasan klasik.
“Katanya terlapor belum ditemukan, padahal kami sudah memberikan petunjuk keberadaan FH di Jakarta,” jelas Harry. Ia juga menyoroti isi tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima, yang dinilai hanya normatif dan tidak menyentuh pokok perkara.
Saat mereka menemui Kanit 1 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Bali, Kompol I Nyoman Widiarsana, pihaknya diberi informasi bahwa gelar perkara sedang dijadwalkan untuk menentukan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, mencerminkan lambannya proses hukum meskipun bukti awal telah dimiliki penyidik. Tim kuasa hukum berharap ada atensi khusus dari Kapolri, Propam, dan pimpinan Polda Bali untuk segera menuntaskan perkara ini secara adil. (Ray)
Hukum
MK Putuskan Pasal Penghinaan di UU ITE Tak Bisa Dipakai Pemerintah dan Korporasi

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ketentuan pidana penghinaan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku bagi lembaga pemerintah, korporasi, institusi, kelompok masyarakat, maupun profesi atau jabatan tertentu.
Dalam pembacaan putusan perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, Selasa (29/4/2025), Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE hanya berlaku bagi individu atau perseorangan. Dengan demikian, pasal tersebut tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang dianggap mencemarkan nama baik lembaga atau kelompok.
“Frasa ‘orang lain’ dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai individu atau perseorangan,” ujar Suhartoyo.
MK juga menilai bahwa penyebaran informasi yang bersifat hasutan atau menimbulkan permusuhan hanya dapat dijerat hukum jika secara substansial mengandung unsur kebencian berbasis identitas tertentu, dilakukan secara terbuka, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pendapatnya memperjelas bahwa korban pencemaran nama baik yang dimaksud dalam Pasal 27A adalah individu, bukan lembaga. Namun, lembaga atau korporasi tetap bisa menempuh jalur hukum perdata jika merasa dirugikan.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, warga Jepara, Jawa Tengah, yang menggugat empat pasal dalam UU ITE: Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat (2). (Tim)
Hukum
Sengketa Lahan di Denpasar Memanas, Polisi Turun Tangan Amankan Pengukuran BPN

DENPASAR – Ratusan anggota kepolisian dari berbagai unit diterjunkan untuk mengantisipasi perlawanan dari pihak yang melaporkan persoalan pengerusakan yang kini ditangani kepolisian polresta Denpasar.
Pengukuran lahan ini terletak di wilayah premium di Kota Denpasar, yakni Jalan Badak Agung Utara, Sumerta Klod, Denpasar Timur, pada Selasa (29/4/2025). Ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas patok – patok kepemilikan Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang.
Berdasarkan keterangan Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Nyoman Wiranata dirinya mengatakan kegiatan ini untuk membantu penyelidikan yang sedang berlangsung.
“Kami hanya mengantisipasi bila ada miskomunikasi”
Ia juga menjelaskan bahwa dirinya atas permohonan bantuan yang dilakukan atas permintaan Satreskrim Polresta Denpasar, dalam menangani kasus pelaporan pengerusakan terhadap tembok yang didirikan oleh pemilik SHM.
“Kita mengerahkan kurang lebih 219 personel yang terdiri dari 60 Brimob, 62 dari Samapta Polda Bali dan 97 personel Polresta, ” Ungkapnya.
Menanyakan langsung kepada pihak kuasa hukum pemegang SHM I Dewa Gede Wiswaha Nida, yang merupakan kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang, mengatakan,
“Pengukuran ini bukan sekadar formalitas. Kami ingin pastikan batas tanah yang diduga dirusak memang berada dalam SHM klien kami, ” terangnya.
Nyoman Liang merupakan pemilik sah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1565 atas lahan tersebut. SHM ini diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Denpasar pada 5 Januari 2024. Namun, hingga kini, kliennya belum dapat memanfaatkan tanah itu karena klaim dari pihak lain.
“Klien kami pemilik sah dari SHM tersebut dan sampai saat ini belum ada keputusan inkracht terhadap pembatalan sertifikat tersebut, ” Ujarnya menambahkan.
I Made Suryawan selau petugas pengukur dari ATR/BPN, kegiatan ini adalah permohonan dari pihak kepolisian untuk bahan penyidikan.
“Kami hanya ambil data di lapangan, tidak ada kepentingan pemecahan atau penetapan batas”
Berlanjut kepada pihak terlapor yang mengklaim sebagai ahli waris, I Wayan Jayadi Putra selaku kuasa hukum menyatakan akan menghormati proses hukum yang ada.
“Kami dukung pengukuran ini, tapi jika hasilnya digunakan di luar kepentingan penyidikan, tentu kami akan ambil langkah hukum,” tandas Jayadi.
Putra dari AA Ngurah Mayun, Anak Agung Ngurah Bagus Wirananta alias Turah Bagus, menambahkan bahwa ia tidak setuju bila ada upaya pengalihan hak kepemilikan lahan.
Perlu diketahui bahwa dari pemberitaan sebelumnya, sengketa ini bermula sejak upaya Nyoman Liang memasang papan plang pada Januari lalu berujung konflik. Bahkan, tembok yang sempat dibangun kemudian dirusak oleh pihak tak dikenal, hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar.
Kini, dengan adanya data resmi dari BPN, kuasa hukum berharap proses hukum berjalan lebih objektif.
“Semoga ini menjadi bukti penting bagi penyidik dalam menentukan langkah selanjutnya,” tutup Dewa Nida. (Ray/tim)
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah5 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City