Daerah
Masyarakat Desa Adat Berangbang Tolak Keberadaan Kuburan Statusnya Tidak Jelas

GATRA DEWATA | JEMBRANA | Keberadaan kuburan Tionghoa di desa Berangbang, Banjar Mundu Tumpeng, Kecamatan Negara, Jembrana menuai protes dan penolakan dari warga masyarakat desa adat banjar Munduk Tumoeng.
Apalagi salah seorang pemangku dikenakan sangsi Penyanggas Kara artinya melakukan upacara permohonan maaf kepada Ide Batare lantaran turut menolak keberadaan kuburan tersebut.
Menurut warga kuburan itu aneh dan mencurigakan di samping bentuk bangunan tidak seperti layaknya kuburan pada umumnya juga orang yang melaksanakan kegiatan di kuburan waktunya tengah malam.
Ketua Forum Peduli Banjar adat Munduk Tumpeng Putu Merta Dana sebagai warga desa adat banjar dan mewakili masyarakat Munduk Tumpeng Kaje mengatakan pada intinya menolak keberadaan kuburan yang berlokasi didekat parahyangan pure Beraban Agung.
” saya kemana harusnya minta pemecahan masalah ini karena selama ini di desa sama sekali tidak titik temu dan jalan keluarnya “. jelasnya Sabtu, 26/06/2021.
Selama ini saya sudah ke Bendesa Adat tidak jakan keluar, ke DPRD Jembrana dengan berkirim surat yang ditembuskan ke Buoatu, Kejaksaan Agung, Departemen Agama, Majelis Agung, Majelis Alit belum juga ada tindak lanjut setelah dikonfirmasi alasanya pandemi.
Penolakan masyarakat intinya kuburan tersebut harus segera dipindahkan karena tidak sesuai dengan Tri Mandala (Asas luan, tengah, teben) serta visi Gubernur Bali ” Nangun Sad Kerthi Loka Bali ” ngajegang Bali dengan asas Tri Hita Karana , jelas – jelas menodai kesucian desa adat Berambang.
“Selain itu juga tidak ada sosialisasi tentang kuburan dikira warga kuburan tersebut sama dengan kuburan pada umumya di Bali. Pada saat paruman desa, masyarakat sudah jelas – jelas menolak akan tetapi pembangunan kuburan tetap berjalan. Imformasinya dikuburan tersebut akan ditata sebagai tempat wisata tetapi sampai sekarang tidak terbukti sepertinya hanya mengalihkan perhatian masyarakat saja, ” imbuhnya
Sementara Ketut Sutarma yang juga warga banjar Munduk Tumpeng menjelaskan menginginkan keberadaan kuburan Tionghoa yang sudah ada dari tahun 2017 tidak ada tindak lanjut atas laporan masyarakat kepada pihak pemerintah terkait kemana lagi saya bisa mengadu masalah kuburan
” Saya menolak keberadaan kuburan tersebut dan berharap masalah ini tidak berlarut – larut serta cepat selesai ” ucapnya.
Dirinya juga berharap agar kuburan tersebut cepat digusur yang juga sesuai dengan harapan warga banjar Munduk Tumpeng.
Disaat yang sama seorang warga banjar Munduk Tumpeng I Kadek Warnaka menyatakan terkait pembangunan kuburan Tionghoa dekat bendungan Bundel karena statusnya kuburan tidak jelas saya selaku warga masyarakat yang meyakini adanya tatanan pelaksanaan kehidupan masyarakat yang diwariskan oleh leluhur kita menerapkan konsep Tri Hita Karane dalam Ajeg Bali .
Dikaitkan dengan pelaksanaan hidup sehari – hari menerapkan konsep Tri Mandala (Hulu, Tengah dan teben) kuburan tersebut agak janggal yaitu terletak pada tempat yang semestinya menurut adat kita di hulu itu adalah tempat Parahyangan atau areal tempat suci, ditengah tempat pemukiman penduduk sedang di teben tempat kuburan sesuai dengan dresta desa adat yang berlaku.
Warnaka menambahkan sekarang kuburan Tionghoa berada di hulu banjar Munduk Tumpeng. Saya selaku warga masyarakat sangat tidak setuju dan mohon kepada pimpinan desa untuk mengevaluasi kembali, mengkaji ulang berkoordinasi dengan masyarakat agar persoalan desa yang berlarut – larut masalah kuburan tersebut cepat ada titik temu sehingga tidak ada keributan lagi .
” Menurut saya kuburan itu tidak harus diusir itu tidak , tetapi ada solusi terbaik dari pemerintah desa dengan yang bersangkutan pemilik kuburan Budi Said mencari solusi terbaik , mungkin tempatnya dipindahkan sesuai dengan dreste desa adat yang berlaku di desa adat Berambang ,” ucapnya
” Proses pembelian tanah kami tidak tau dan setelah ada riak – riak di masyarakat atas ketidak setujuan kuburan ada diujung hulu desa serta tidak ada sosialisasi dari warga penjual tanah dan pihak pembeli,” tegasnya. (Putu/SuryaDewata)

Daerah
Dukung Penuh Petani, Bupati Kembang Salurkan ribuan Bibit Tanaman dan Pupuk Organik

Jembrana – Kakao menjadi komoditas unggulan di kabupaten Jembrana yang mendapat perhatian khusus dari Pemkab Jembrana mulai dari hulu sampai hilir sehingga kakao Jembrana mampu merambah pangsa pasar dunia Internasional.
Melalui kerjasama dengan berbagai pihak, Pemkab Jembrana terus mendorong mewujudkan kebun-kebun kakao yang bersertifikasi yang mampu menghasilkan produk kakao fermentasi dengan kualitas “Organik Aromatik Spesifik”.
Upaya itu pun direalisasikan dengan pemberian bantuan 19.999 bibit kakao unggul dan 99,9 ton pupuk organik kepada 8 subak abian dan kelompok tani di Kabupaten Jembrana oleh Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan dan Wakil Bupati I Gede Ngurah Patriana Krisna, Minggu (11/5) di Kelompok Tani Kakao Rastani, Banjar Candikusuma, Desa Candikusuma.

Bupati Kembang saat melakukan simbolis penyerahan bibit kakao di Kelompok Tani Kakao Rastani, Banjar Candikusuma, Desa Candikusuma.
“Hari ini saya ingin bibit yang diterima cukup banyak ini dengan anggaran hampir setengah miliar yang murni dianggarkan dari APBD supaya bisa betul-betul bermanfaat,” ucap Bupati Kembang, usai acara penyerahan secara simbolis.
Diharapkan, pemberian bantuan bibit unggul dan pupuk organik dapat memicu peningkatan produktivitas dan daya saing produk kakao, yang pada saat ini produksinya mencapai 3.000 ton pertahun.
Kakao Jembrana yang telah berhasil menembus pasar ekspor, menjadi pemacu semangat Bupati Kembang Hartawan dan Wabup Patriana Krisna untuk terus mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas kakao ini. Salah satu upayanya juga dengan meminta dana bagi hasil melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) di bawah Kementerian Keuangan RI.
“Karena kakao kita sudah menembus pasar ekspor, maka kita akan bersurat, sehingga nanti harapannya kita mendapat dana bagi hasil cukai kakao, dan kita akan gunakan dana itu sepenuhnya untuk petani kakao,” ujar Bupati Kembang.
Pihaknya menegaskan tidak akan mengembangkan terlalu banyak jenis komoditi perkebunan, pengembangan kakao akan menjadi prioritas untuk semakin meningkatkan posisi Jembrana sebagai produsen kakao berkualitas dunia.
“Tidak banyak jenis yang kita kembangkan, yang kita utamakan justru kakao. Mudah-mudahan, kita doakan petani kita sukses semua,” tutupnya.
Daerah
Tegas! Polsek Gilimanuk Kembalikan Anak Punk Tanpa Identitas

Jembrana – Sebanyak lima orang anak punk yang masuk ke Bali tanpa dilengkapi identitas resmi berhasil diamankan di kawasan SPBU Gilimanuk, Lingkungan Penginuman, Kelurahan Gilimanuk, Rabu (30/4) siang. Penanganan cepat dilakukan oleh Bhabinkamtibmas Polsek Kawasan Pelabuhan Gilimanuk, Babinsa, Satpol PP dan Linmas Kelurahan Gilimanuk dengan didampingi aparat setempat, demi menjaga kondusivitas wilayah pintu gerbang Bali tersebut.
Kejadian bermula sekitar pukul 12.30 Wita, saat petugas melakukan patroli rutin di seputaran Pelabuhan Gilimanuk. Mereka menemukan lima pemuda bergaya punk yang mencurigakan tanpa membawa kelengkapan identitas diri. Dari hasil pendataan, kelima orang tersebut masing-masing bernama Trian (21), Dean (27), Ahmad Bajuri (32), Edi (24), dan Hisan Fauzi (25), seluruhnya berasal dari Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, kelima anak punk ini mengaku berangkat dari Bandung dengan tujuan Denpasar. Namun, untuk menghindari pemeriksaan petugas di pintu masuk resmi Pelabuhan Gilimanuk, mereka memilih berjalan kaki melewati jalur pesisir pantai.

Kelima anak punk tanpa identitas dikembalikan ke pulau jawa dengan dikawal ketat anggota kepolisian Polsek Kawasan Pelabuhan Gilimanuk
Kapolsek Kawasan Pelabuhan Gilimanuk, Kompol I Komang Muliyadi, S.H., M.M., menyatakan bahwa pihaknya memang rutin memperketat pengawasan terhadap orang-orang yang keluar-masuk Bali, khususnya di area pelabuhan. “Kami selalu tekankan personel di pos-pos pemeriksaan, termasuk mengawasi jalur-jalur tidak resmi yang kerap dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Selanjutnya, Lurah Gilimanuk, Ida Bagus Tony Wirahadikusuma yang didampingi Kasi Trantib, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan personel Pol PP setempat, langsung memberikan pembinaan dan imbauan kepada para anak punk tersebut. Mereka diingatkan agar tidak melakukan tindakan yang mengganggu ketertiban umum maupun lalu lintas jalan.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, kelima anak punk itu akhirnya diputuskan untuk dikembalikan ke daerah asal. Pada pukul 14.20 Wita, mereka diberangkatkan menggunakan KMP Trisakti Elfina melalui Dermaga LCM Pelabuhan Gilimanuk. Pengawalan ketat dilakukan hingga mereka naik ke atas kapal oleh personel Polsek Kawasan Pelabuhan Gilimanuk, Lurah Gilimanuk, Satpol PP, Linmas, dan Bhabinkamtibmas.
Daerah
Bersama dalam Sunyi, Warga Serangan dan BTID Bangun Masa Depan

DENPASAR – Di tengah dinamika pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kura Kura Bali, Desa Adat Serangan dan PT Bali Turtle Island Development (BTID) menunjukkan kolaborasi yang kuat dan konsisten. Tanpa banyak sorotan, keduanya terus berjalan beriringan membangun kawasan dengan semangat kebersamaan dan saling percaya.
Sejak lama, hubungan antara warga Serangan dan BTID tidak hanya bersifat formal, tapi juga personal dan kekeluargaan. Dalam setiap aspek kehidupan—adat, budaya, lingkungan, hingga pembangunan—masyarakat dilibatkan secara aktif.
“Keterbukaan untuk berkomunikasi selalu kita jaga. Tidak semua harus diumumkan, yang penting kepercayaan dan niat baik,” ujar Jro Ketut Sudiarsa, Mangku Pura Pat Payung.
Jro Ketut menyampaikan dukungan penuh terhadap pembangunan KEK Kura Kura Bali, seraya berharap berkah dari Ida Betara Dalem Pat Payung agar semua rencana berjalan lancar.
Bendesa Adat Serangan, I Nyoman Gede Pariatha, menegaskan pentingnya menjaga harmoni. Ia menyebut bahwa komunikasi adalah kunci untuk merawat hubungan yang baik, termasuk dengan investor seperti BTID.
“Kami ingin pembangunan ini membawa manfaat dan kesejahteraan bagi warga. Kura Kura Bali adalah bagian dari desa kami,” ujarnya.
Kontribusi nyata BTID selama ini juga tak sedikit. Sejak kesepakatan tahun 1998, BTID telah menyerahkan lahan lebih dari 7 hektar, menyediakan fasilitas umum, dan membantu akses ibadah. Salah satu hal yang paling dikenang adalah keputusan BTID untuk tidak melakukan PHK terhadap karyawan asal Serangan saat pandemi Covid-19.
“Saat perusahaan lain memberhentikan pegawai, warga kami tetap digaji. Itu sangat berarti,” kata Gede Pariatha.
Lurah Serangan, Ni Wayan Sukanami, turut menyampaikan hal senada. Ia mengapresiasi komunikasi baik yang terus dibangun antara warga dan BTID, termasuk dalam pengembangan infrastruktur seperti jembatan ke Pura Sakenan yang dulunya hanya bisa diakses dengan berjalan kaki atau jukung.
“Kontribusi BTID banyak dan positif. Hubungan tetap harmonis dan kondusif,” ujarnya.
Kolaborasi ini membuktikan bahwa pembangunan yang berakar pada budaya dan keharmonisan bukan hanya mimpi. Ia sudah berjalan nyata, meski tanpa hingar-bingar. (Tim)
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah4 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City