Connect with us

Hukum

Tunggu 3 Tahun Tak Juga Berangkat, Korban Tagih Janji PT Tulus Widodo

Published

on


TANGERANG | Ratusan korban calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sampai sekarang belum diberangkatkan oleh Widya Andescha dari Perusahaan PT Dinasty Insan Mandiri, dan atau PT Tulus Widodo, sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja buka suara.

Mereka meminta uang yang telah disetorkan kepada Widya Andescha, selaku Direktur PT Dinasty Insan Mandiri, dan atau PT Tulus Widodo untuk dikembalikan karena tidak sesuai seperti yang dijanjikan.

Dari ratusan korban ini, ada yang telah menunggu 1 hingga 3 tahun lamanya, namun sampai saat ini tidak diberangkatnya dengan alasan yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Widya Andescha.

Bahkan, selama proses menunggu keberangkatan ini pun, Widya Andescha kerap meminta biaya-biaya tambahan mulai dari biaya medical check up, perpanjangan paspor, hingga pembelian tiket.

Widya Andescha pun kerap berdalih dengan alasan yang tindak jelas jika para korban atau pihak sponsor meminta bukti pengurusan administrasi yang menjadi hak mereka.

Sirajudin (28), asal Indramayu mengatakan bahwa Widya Andescha menjanjikan dirinya akan diberangkatkan ke negara Australia dan bakal bekerja di bagian peternakan.

Menunggu hampir satu tahun, Sirajudin bercerita telah menyetor uang pengurusan dokumen sebesar Rp 75 juta yang telah diterima oleh Widya Andescha.

“Harapan saya ngk muluk-muluk, uang saya dikembalikan oleh Widya Andescha,” katanya kepada media di depan kantor PT Dinasty Insan Mandiri, dan atau PT Tulus Widodo di Tangerang, Kamis (13/6/2024).

Senada diungkap oleh Reski Suryani asal Tulungagung, Jawa Timur. Ia mendaftar sebagai calon PMI melalui perusahaan Widya Andescha pada 2019.

“Saya masuknya dari pusat di Ponorogo dan diarahkan ke perusahaan di Tangerang ini. Sampai sekarang cuma dijanji-janjiin untuk diberangkatkan. Cuma disuruh bayar ini dan itu tapi tidak ada hasilnya sampai sekarang. Saya berharap Widya Andescha segera mengembalikan dokumen saya yang katanya untuk bayar ini dan itu termasuk ijazah yang ditahan, uang saya juga harus dikembalikan,” ujar Reski yang dijanjikan Widya Andescha akan bekerja pabrik di Polandia.

Panji, pria asal Indramayu ini juga mengungkapkan waktu ini ada tawaran dari Widya Andescha melalui pihak sponsor untuk bekerja di Australia.

Pada Juni 2023, Panji dijanjikan akan berangkat ke Australia pada Agustus 2023, namun hingga saat ini tidak ada kejelasan.

“Dari Agustus uang yang sudah masuk ke Widya Andescha sudah 60 persen. Cuma sejak Agustus itu sudah banyak minta uang tambahan ini dan itu dengan total Rp 75 juta. Kita kan sudah mundur, dan semua yang dijanjikan tidak ada, jadi saya ingin uang saya dikembalikan,” kata Panji dijanjikan Widya Andescha akan bekerja di pemotongan daging di Australia.

Panji yang mengaku uang Rp 75 juta dari hasil gadaikan mobil itu juga masih berharap mau bekerja di luar negeri asalkan perusahaan yang nantinya mengurus keperluan dokumen benar-benar bertanggungjawab, tidak seperti perusahaan milik Widya Andescha ini.

Kemudian, ada Misbahulum asal Jember mengatakan dirinya sejak Covid-19 telah mendaftar melalui PT Tulus Widodo yang sampai sekarang belum berangkat.

“Saya daftar sejak corona pak. Uang yang sudah masuk ke Widya Andescha sudah banyak juga. Untuk beli tiket dan bayar visa berapa kali,” katanya.

Hal sama juga disampaikan Misbahulum. Ia minta Widya Andescha segera mengembalikan uangnya. Pemerintah juga diminta segera turun untuk menyelesaikan kasus ini.

Awak media berupaya menemui Widya Andescha, ia terlihat terburu-buru meninggalkan lokasi tanpa mau memberikan komentar apapun mengenai situasi ini. (Tim)


Hukum

Setahun Mandek Laporan Polda Bali, Kasus Penipuan Tanah Rp1,85 M di Badung Tuai Sorotan

Published

on

By

Salah satu Kuasa Hukum Liana, Putu Harry Suandana Putra.

DENPASAR – Kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp1,85 miliar di wilayah Mengwi, Badung, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti sejak dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Bali lebih dari setahun lalu. Lambannya penanganan perkara ini memicu sorotan dari publik dan tim kuasa hukum korban.

Korban, seorang agen properti bernama Liana, membeli sebidang tanah seluas 3,3 are di Desa Tumbak Bayuh dari pria berinisial FH pada 2022. Transaksi dilakukan secara resmi melalui notaris berinisial IFF, lengkap dengan akta jual beli (AJB). Namun belakangan terungkap, tanah tersebut telah lebih dahulu dijual kepada pihak lain.

Merasa dirugikan, Liana melaporkan FH ke Polda Bali pada Maret 2024. Sayangnya, hingga kini proses hukum masih jalan di tempat. Salah satu kuasa hukum korban, Benny Wullur, menyayangkan lambatnya penanganan perkara ini.

“Kami pernah menangani kasus serupa yang bisa cepat selesai. Tapi ini sudah lebih dari setahun, belum ada kejelasan,” ujar Benny saat ditemui di Denpasar, Rabu (30/4/2025). Ia menambahkan, kliennya mengalami kerugian tidak hanya secara materiil, tetapi juga psikologis karena gagal memiliki rumah dan masih harus mengontrak hingga saat ini.

Kuasa hukum lainnya, I Putu Harry Suandana Putra, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan, dan kliennya juga telah menjalani pemeriksaan beberapa kali. Namun, ia menilai penyelidikan berjalan lambat dengan alasan klasik.

“Katanya terlapor belum ditemukan, padahal kami sudah memberikan petunjuk keberadaan FH di Jakarta,” jelas Harry. Ia juga menyoroti isi tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima, yang dinilai hanya normatif dan tidak menyentuh pokok perkara.

Saat mereka menemui Kanit 1 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Bali, Kompol I Nyoman Widiarsana, pihaknya diberi informasi bahwa gelar perkara sedang dijadwalkan untuk menentukan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik, mencerminkan lambannya proses hukum meskipun bukti awal telah dimiliki penyidik. Tim kuasa hukum berharap ada atensi khusus dari Kapolri, Propam, dan pimpinan Polda Bali untuk segera menuntaskan perkara ini secara adil. (Ray)

Continue Reading

Hukum

MK Putuskan Pasal Penghinaan di UU ITE Tak Bisa Dipakai Pemerintah dan Korporasi

Published

on

By

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ketentuan pidana penghinaan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku bagi lembaga pemerintah, korporasi, institusi, kelompok masyarakat, maupun profesi atau jabatan tertentu.

Dalam pembacaan putusan perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, Selasa (29/4/2025), Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE hanya berlaku bagi individu atau perseorangan. Dengan demikian, pasal tersebut tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang dianggap mencemarkan nama baik lembaga atau kelompok.

“Frasa ‘orang lain’ dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai individu atau perseorangan,” ujar Suhartoyo.

MK juga menilai bahwa penyebaran informasi yang bersifat hasutan atau menimbulkan permusuhan hanya dapat dijerat hukum jika secara substansial mengandung unsur kebencian berbasis identitas tertentu, dilakukan secara terbuka, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pendapatnya memperjelas bahwa korban pencemaran nama baik yang dimaksud dalam Pasal 27A adalah individu, bukan lembaga. Namun, lembaga atau korporasi tetap bisa menempuh jalur hukum perdata jika merasa dirugikan.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, warga Jepara, Jawa Tengah, yang menggugat empat pasal dalam UU ITE: Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat (2). (Tim)

Continue Reading

Hukum

Sengketa Lahan di Denpasar Memanas, Polisi Turun Tangan Amankan Pengukuran BPN

Published

on

By

Kerahkan ratusan personel jaga pengukiran tanah sengketa Badak Agung Renon.

DENPASAR – Ratusan anggota kepolisian dari berbagai unit diterjunkan untuk mengantisipasi perlawanan dari pihak yang melaporkan persoalan pengerusakan yang kini ditangani kepolisian polresta Denpasar.

Pengukuran lahan ini terletak di wilayah premium di Kota Denpasar, yakni Jalan Badak Agung Utara, Sumerta Klod, Denpasar Timur, pada Selasa (29/4/2025). Ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas patok – patok kepemilikan Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang.

Berdasarkan keterangan Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Nyoman Wiranata dirinya mengatakan kegiatan ini untuk membantu penyelidikan yang sedang berlangsung.

“Kami hanya mengantisipasi bila ada miskomunikasi”

Ia juga menjelaskan bahwa dirinya atas permohonan bantuan yang dilakukan atas permintaan Satreskrim Polresta Denpasar, dalam menangani kasus pelaporan pengerusakan terhadap tembok yang didirikan oleh pemilik SHM.

“Kita mengerahkan kurang lebih 219 personel yang terdiri dari 60 Brimob, 62 dari Samapta Polda Bali dan 97 personel Polresta, ” Ungkapnya.

Menanyakan langsung kepada pihak kuasa hukum pemegang SHM I Dewa Gede Wiswaha Nida, yang merupakan kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang, mengatakan,

“Pengukuran ini bukan sekadar formalitas. Kami ingin pastikan batas tanah yang diduga dirusak memang berada dalam SHM klien kami, ” terangnya.

Nyoman Liang merupakan pemilik sah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1565 atas lahan tersebut. SHM ini diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Denpasar pada 5 Januari 2024. Namun, hingga kini, kliennya belum dapat memanfaatkan tanah itu karena klaim dari pihak lain.

“Klien kami pemilik sah dari SHM tersebut dan sampai saat ini belum ada keputusan inkracht terhadap pembatalan sertifikat tersebut, ” Ujarnya menambahkan.

I Made Suryawan selau petugas pengukur dari ATR/BPN, kegiatan ini adalah permohonan dari pihak kepolisian untuk bahan penyidikan.

“Kami hanya ambil data di lapangan, tidak ada kepentingan pemecahan atau penetapan batas”

Berlanjut kepada pihak terlapor yang mengklaim sebagai ahli waris, I Wayan Jayadi Putra selaku kuasa hukum menyatakan akan menghormati proses hukum yang ada.

“Kami dukung pengukuran ini, tapi jika hasilnya digunakan di luar kepentingan penyidikan, tentu kami akan ambil langkah hukum,” tandas Jayadi.

Putra dari AA Ngurah Mayun, Anak Agung Ngurah Bagus Wirananta alias Turah Bagus, menambahkan bahwa ia tidak setuju bila ada upaya pengalihan hak kepemilikan lahan.

Perlu diketahui bahwa dari pemberitaan sebelumnya, sengketa ini bermula sejak upaya Nyoman Liang memasang papan plang pada Januari lalu berujung konflik. Bahkan, tembok yang sempat dibangun kemudian dirusak oleh pihak tak dikenal, hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar.

Kini, dengan adanya data resmi dari BPN, kuasa hukum berharap proses hukum berjalan lebih objektif.

“Semoga ini menjadi bukti penting bagi penyidik dalam menentukan langkah selanjutnya,” tutup Dewa Nida. (Ray/tim)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku