Connect with us

Hukum

Rutan Negara Tutup Lubang di Tembok Belakang

Published

on


Jembrana – Ditemukannya lubang besar yang menganga di tembok belakang Rutan Kelas llB Negara oleh warga sekitar menjadi perhatian dalam beberapa hari terakhir.

Lubang yang berdiameter sekitar 15 sentimeter tersebut sempat membuat beberapa warga heboh, dari penuturan warga sekitar, saat tembok itu dilubangi dirinya sempat menanyakan kegunaan lubang tersebut kepada salah satu petugas rutan, ” Saat saya dengar ada suara tersebut saya sempat menanyakan kepada salah satu petugas dan dijawab katanya untuk pembuangan air kamar mandi,” ujar salah satu warga.

Penampakan lubang di tembok belakang rutan kelas llB Negara yang sudah ditutup

Setelah hebohnya lubang tembok rutan bagian belakang, pihak rutan langsung melakukan penutupan untuk menghindari asumsi negatif publik. Karutan Kelas llB Negara Lilik Subagio yang didampingi Kasubsi Yantah I Nyoman Tulus saat ditemui siang tadi (8/9) di kantornya mengungkapkan dirinya sudah memerintahkan untuk menutup lubang tersebut.

“Lubang tersebut sudah kami tutup karena sebelumnya dipakai menarik air yang ada di sungai kecil belakang rutan untuk keperluan pengisian air kolam, dan sekarang sudah tutup permanen,” Ujar Lilik.


Hukum

Pihak Selepeg Ajukan Kasasi Atas Vonis 2 Tahun Penjara dalam Kasus Silsilah Tanah

Published

on

By

I Made Kasih alias Selepeg

AMLAPURA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Amlapura pada Kamis (15/8/2024) menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada I Made Kasih alias Selepeg. Selepeg dinyatakan bersalah melanggar Pasal 242 ayat (1) KUHP terkait pemberian keterangan palsu di atas sumpah dalam persidangan perkara perdata Nomor 56/Pdt.G/2013/PN.Ap terkait hak ahli waris kepemilikan tanah di Banjar Dinas Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.

Namun, vonis ini dianggap tidak adil oleh pihak Selepeg, yang menilai dakwaan tersebut tidak berdasar kuat dan masih terdapat banyak fakta yang diabaikan.

Selepeg dan kuasa hukumnya, I Wayan Sukawinaya, langsung mengajukan kasasi ke MA, menolak tuduhan yang dianggap tidak sesuai dengan kenyataan. Pihak Selepeg menegaskan bahwa tuduhan terkait pemberian keterangan palsu dan pembuatan silsilah tanah yang dikatakan palsu tidak memiliki dasar yang jelas. Mereka menyatakan bahwa nama kakek Selepeg, Paro Sukun, yang tercantum dalam silsilah sebagai Paro Sukun alias I Sutiarmin Sukun alias I Sutiarmin, adalah sesuai dengan catatan keluarga yang dimiliki Selepeg.

Kuasa hukum Selepeg mengungkapkan bahwa keterangan yang diberikan oleh Selepeg dalam persidangan perkara Nomor 56/Pdt.G/2013/PN.Ap didasarkan pada keyakinan dan pengetahuan yang ada saat itu. Mereka menyayangkan bahwa pertimbangan majelis hakim terlalu berfokus pada perbedaan pencantuman nama dalam dokumen tanpa mempertimbangkan keseluruhan bukti dan latar belakang permasalahan yang kompleks.

“Kami merasa vonis ini tidak mencerminkan keadilan. Perkara ini memiliki sejarah panjang yang seharusnya dipertimbangkan lebih mendalam. Keterangan yang diberikan Selepeg bukanlah upaya untuk memberikan keterangan palsu, melainkan sesuai dengan pemahaman dan bukti yang ada di pihak kami,” jelas kuasa hukum Selepeg.

Selain itu, pihak Selepeg juga menyoroti adanya potensi konflik kepentingan dalam penanganan perkara ini. Mereka merasa bahwa proses hukum yang berjalan tidak sepenuhnya transparan, mengingat keputusan majelis hakim yang berbeda dari fakta-fakta yang mereka ajukan.

Selepeg berharap bahwa pengadilan yang lebih tinggi dapat memberikan keputusan yang lebih adil dengan meninjau kembali seluruh bukti dan kesaksian yang sudah diberikan.

“Kami yakin bahwa dalam proses banding, kebenaran akan terungkap, dan keputusan yang lebih adil akan diberikan,” ujar kuasa hukum Selepeg.

Di sisi lain, Selepeg juga menegaskan bahwa laporan dari pihak I Nyoman Kanis terkait pembuatan silsilah palsu adalah upaya untuk merampas hak tanah yang telah dikelola oleh keluarga Selepeg selama bertahun-tahun. Selepeg berharap agar melalui proses hukum yang benar, pihaknya dapat mempertahankan hak atas tanah yang menjadi warisan keluarga besar mereka.

“Kami sama sekali tidak ada hubungan keluarga dengan mereka.
Mereka hanya menumpang sebagai penggarap, tapi ingin menguasai lahan kami.
Klaim kepemilikan lahan tersebut tanpa bisa memperlihatkan bukti dokumen silsilah keluarga asli di depan pengadilan, hanya berupa foto coppy saja.
Apakah itu bisa dianggap bukti kuat ?” keluh Selepeg.

“Tanah tersebut tercatat atas nama anaknya Sutiarmi Sukun, tanah itu milik leluhur saya, ada atas nama Paruh Sukun juga masih ada bukti-bukti kepemilikan berupa lontar dan bukti surat keterangan kematian kakeknya Sutiarmi Sukun,” tambahnya.

Selepeg, yang mengaku tidak bersalah dan tidak pernah memalsukan dokumen, menilai ada mafia tanah yang berusaha menguasai hak atas tanah yang selama ini menjadi miliknya.

Dengan bukti-bukti otentik yang mencakup dokumen dan lontar kepemilikan tanah, Selepeg menegaskan keyakinannya bahwa tanah Bali yang sakral (‘tenget’) tidak akan pernah mengampuni kebohongan.

“Saya percaya Ida Sesuhunan (Tuhan) akan memberikan hukuman pada mereka yang berbuat zalim. Tanah Bali ‘tenget’, siapa yang berbohong pada ibu pertiwi tak akan selamat,” ujar Selepeg.

Pihak Selepeg tetap optimis bahwa dalam proses banding ini seluruh fakta dan kebenaran akan muncul sehingga mereka bisa mendapatkan keadilan yang seharusnya. (E’Brv)

Continue Reading

Hukum

Akses Penghuni Rumah Taman Yasa Diblokade, Manajemen Tuntut Uang Masuk Fantastis

Published

on

By

Pemilik rumah, Heny Suryani Ondang (kiri) saat pertemuan dengan Kepala Lingkungan (Kaling) Mumbul, Nyoman Astawa (kanan)

BADUNG – Polemik tak terduga melanda perumahan elite Taman Yasa, yang terletak di Mumbul, Kuta Selatan, Badung, Bali. Henny Suryani Ondang, seorang penghuni baru, mengalami kejadian tak mengenakkan ketika dirinya bersama keluarga ditolak masuk ke rumah yang sudah mereka beli. Pihak manajemen perumahan dengan tegas memblokade jalan masuk, menuntut pembayaran yang fantastis Rp 388 juta sebagai syarat agar bisa memasuki hunian miliknya sendiri.

Peristiwa ini terungkap pada Kamis (24/10/2024) saat awak media menyaksikan konfrontasi antara Henny dan pihak yang mengaku mewakili manajemen. Henny diminta membayar sejumlah uang yang diklaim sebagai iuran kebersihan, keamanan, dan biaya keanggotaan.

Pemblokiran akses jalan utama perumahan Taman Yasa

“Mereka menamakan diri Asosiasi Taman Yasa, saya tidak tahu soal mereka sebelumnya. Saya hanya dihubungi oleh seorang manajer bernama Pak Nengah yang meminta email saya,” ujar Henny saat menceritakan peristiwa tersebut.

Henny menjelaskan, angka yang diminta manajemen tak masuk akal. Berdasarkan perhitungannya, iuran untuk kebersihan dan keamanan semestinya jauh lebih rendah.

“Berdasarkan rincian yang saya terima, kebutuhan tahunan untuk perumahan ini, yang hanya terdiri dari 21 rumah, hanya menghabiskan sekitar Rp 18 juta per tahun. Artinya, setiap rumah hanya perlu mengeluarkan sekitar Rp 1 juta per bulan. Tapi, mereka meminta Rp 5 juta per bulan per rumah,” jelas Henny, merasa biaya yang diminta terlalu besar.

Ia juga menyebutkan bahwa ketua asosiasi, Geoff Preston, yang diduga warga negara asing, tidak pernah memberikan jawaban jelas terkait kelebihan dana yang dikumpulkan.

“Mereka mengatakan uang itu digunakan untuk berjaga-jaga jika ada kerusakan seperti gardu listrik, tapi setahu saya, itu urusan PLN, bukan asosiasi atau manajemen perumahan,” tambah Henny.

Henny mengungkapkan kecurigaannya terhadap keberadaan Asosiasi Taman Yasa yang dikelola mayoritas warga asing. Menurutnya, asosiasi tersebut tidak terdaftar di mana pun, menimbulkan pertanyaan tentang legalitas dan transparansi pengelolaan dana.

Henny Suryani Ondang

“Saya tidak menolak membayar iuran, asalkan wajar. Yang saya inginkan adalah transparansi dan kejelasan atas penggunaan uang tersebut. Saya ingin hidup disini dengan nyaman,” tegas Henny kepada awak media.

Di sisi lain, Santi, perwakilan dari pihak manajemen, menyatakan bahwa pembelian rumah oleh Henny tidak dilaporkan oleh pemilik sebelumnya ke pihak manajemen.

“Pemilik sebelumnya tidak melaporkan bahwa tanahnya telah dijual, jadi kami tidak mengetahui perubahan kepemilikan,” ujar Santi.

Ia juga menambahkan bahwa penghuni di Taman Yasa diwajibkan mematuhi semua aturan yang telah disepakati sejak tahun 2018, termasuk membayar iuran yang tertunggak.

Santi juga menjelaskan bahwa sebagian besar penghuni di perumahan tersebut adalah warga negara asing yang lebih sering tinggal di luar negeri dan hanya pulang saat liburan.

Perwakilan manajemen pengelola perumahan Taman Yasa, Nengah Sukemerta dan Santi

“Ketika mereka kembali kesini, biasanya dilakukan voting untuk menentukan aturan baru, termasuk soal iuran dan biaya lain yang harus dibayarkan oleh setiap penghuni,” tambahnya.

Penghalangan akses masuk ke rumah juga menimbulkan pertanyaan hukum, merujuk pada Pasal 144 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang melarang pengalihfungsian prasarana umum.

Nyoman Astawa, Kepala Lingkungan (Kaling) Mumbul yang kebetulan berada di lokasi, menanggapi insiden ini dengan hati-hati. Ia mengatakan bahwa pemblokiran jalan oleh pihak manajemen mungkin terkait iuran yang belum dibayar oleh Henny.

“Harus tahu dulu sejarahnya bagaimana, termasuk bagaimana pengembang sebelumnya mengelola perumahan ini,” jelas Nyoman.

Menanggapi masalah ini, beberapa ahli hukum menyebutkan bahwa jika pihak developer atau manajemen mengalihfungsikan prasarana atau fasilitas umum untuk keuntungan sendiri, maka mereka dapat dijerat dengan tuntutan pidana serta sanksi administratif. Selain itu, warga juga berhak mengajukan gugatan terhadap developer yang tidak menyediakan fasilitas umum yang sesuai.

Selain jalur hukum, langkah mediasi juga bisa ditempuh oleh pihak yang bersengketa, dengan melibatkan pemerintah daerah sebagai penengah. Apalagi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 secara tegas melarang penutupan akses publik atau pekarangan dari lalu lintas umum.

Kasus ini mencerminkan konflik yang kerap muncul di perumahan-perumahan mewah, terutama yang melibatkan pengelolaan oleh pihak asing dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana.

Masalah ini masih berlanjut, dan berbagai pihak berharap ada solusi damai melalui jalur mediasi atau jalur hukum yang tepat, agar tidak lagi ada warga yang merasa dirugikan di Taman Yasa ini. (E’Brv)

Continue Reading

Hukum

Kolaborasi Jaksa Agung dan Menteri Perumahan untuk Optimalkan Lahan Sitaan Negara

Published

on

By

JAKARTA – Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, menerima kunjungan kehormatan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman RI, Maruarar Sirait, di Gedung Utama Kejaksaan Agung pada Selasa, 22 Oktober 2024.

Pertemuan ini bertujuan untuk membahas penggunaan lahan sitaan negara sebagai bagian dari upaya percepatan pembangunan perumahan rakyat.

Dalam pertemuan tersebut, Jaksa Agung mengungkapkan bahwa program pembangunan lima juta unit rumah untuk masyarakat membutuhkan dukungan bersama.

“Kejaksaan akan bersinergi dengan Kementerian untuk memanfaatkan lahan sitaan demi kepentingan rakyat,” ujar Burhanuddin.

Kejaksaan Agung dan Kementerian telah memulai proses pengadaan lahan, dan dalam waktu dekat akan ada kejelasan mengenai luas lahan yang bisa digunakan untuk program ini.

Selain itu, Kejaksaan siap memberikan pendampingan hukum terkait pengadaan barang dan jasa di Kementerian.

Menteri Maruarar Sirait menyampaikan terima kasih atas dukungan Kejaksaan Agung. Program ini, menurutnya, adalah mandat dari Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk mempercepat penyediaan tempat tinggal bagi masyarakat, khususnya di wilayah strategis seperti Jabodetabek. (Ich)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku