Nasional
PT. KAI diretas, ‘Hacker’ Ancam Peras 7 Milliar Lebih

Jakarta – PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) menjadi korban kebocoran data yang terpublikasi pertama kali di tahun 2024. Menurut cuitan dari akun @TodayCyberNews di platform X (Twitter) pada tanggal 14 Januari lalu, PT. KAI menjadi korban peretas yang melakukan klaim telah berhasil mencuri beberapa data sensitif seperti informasi karyawan, data pelanggan, data perpajakan, catatan perusahaan, informasi geografis, sistem distribusi informasi dan berbagai data internal lainnya.
Dari investigasi yang CISSReC lakukan, peretasan kepada PT. KAI dilakukan oleh gang ransomware bernama Stormous sekitar satu minggu sebelum informasi peretasan dikeluarkan oleh mereka. Geng ransomware Stormous tersebut mendapatkan akses masuk ke sistem PT. KAI melalui akses VPN menggunakan beberapa kredensial dari beberapa karyawan. Setelah berhasil masuk mereka berhasil mengakses dashboard dari beberapa sistem PT. KAI dan mengunduh data yang ada didalam dashboard tersebut.
Geng ransomware Stormous tersebut juga membagikan tangkapan layar sebuah dashboard yang merupakan dashboard yang diakses menggunakan kredensial salah karyawan KAI yang mereka dapatkan, sehingga ini mempertegas bahwa memang Stormouse masuk melalui akses internal karyawan yang berhasil mereka dapatkan baik itu melalui metode phising serta social engineering atau mereka membeli kredensial tersebut dari peretas lain yang menggunakan malware log stealers.
PT. KAI sepertinya sudah menyadari adanya serangan tersebut dan sudah melakukan beberapa mitigasi seperti menghapus menonaktifkan portal VPN di situs PT. KAI dimana peretas masuk dan mengakses sitem PT. KAI serta menghapus beberapa kredensial yang berhasil didapatkan oleh geng ransomware Stormous terebut, namun menurut geng ransomware Stormous hal tersebut cukup sia-sia karena mereka bukan baru satu jam masuk kedalam sistem PT. KAI namun sudah hampir satu minggu mereka berhasil masuk dan mengunduh data yang ada didalam sistem.
Melakukan mitigasi seperti itu bisa saja tidak efisien karena ada juga kemungkinan bahwa geng ransomware tersebut telah memasang backdoor di dalam sistem PT. KAI yang dapat mereka pergunakan untuk mengakses kembali sistem PT. KAI kapanpun mereka mau, karena tentu saja mereka tidak akan mau melepaskan begitu saja target peretasan mereka. Sehingga jika tidak dapat menemukan backdoor tersebut maka salah satu langkah yang paling aman untuk dilakukan adalah melakukan deployment sistem di server baru dengan menggunakan backup data yang PT. KAI miliki dengan sebelumnya melakukan perbaikan pada portal atau data kredensial karyawan yang diketahui bocor tersebut.
Menurut data yang berhasil kami gali, terdapat 82 kredensial karyawan PT. KAI yang bocor serta hampir 22.5 ribu kredensial pelanggan dan 50 kredensial dari karyawan perusahaan lain yang bermitra dengan PT. KAI. Data kredensial tersebut didapatkan dari sekitar 3300 url yang menjadi permukaan serangan external dari situs PT. KAI tersebut.
Kalau kita melihat sistem keamanan siber, kita tidak bisa melihat hanya pada satu sisi infrastruktur serta perangkat keamanan siber saja, tapi kita juga harus melihat aspek lainnya seperti pelatihan karyawan terhadap aspek keamanan siber juga menjadi titik kritis terhadap keamanan siber suatu organisasi karena tak jarang serangan siber yang terjadi berawal dari diretasnya pc/laptop karyawan atau didapatkanya data kredensial karyawan melalui serangan phising. Meskipun sistem keamanan siber yang dimiliki oleh lembaga sudah menggunakan sistem yang paling mutakhir dan paling canggih namun edukasi terhadap karyawan serta keamanan siber dari perangkat kerja kurang, maka secara keseluruhan sistem keamanan suatu lembaga akan dianggap kurang kuat dan atau kurang mumpuni karena masih memiliki celah untuk masuknya sebuah serangan.
Beberapa hal yang perlu diajarkan kepada personel tersebut adalah bagaimana mengetahui serta mengenali sebuah postensi serangan siber yang sedang terjadi sehingga tidak terjebak untuk melakukan suatu aktivitas yang dapat menyebabkan komputer atau laptop mereka diambilalih kontrolnya oleh peretas dan dapat dipergunakan peretas untuk masuk lebih jauh kedalam sistem dan mencuri bahkan merusak data yang ada di dalam sistem tersebut.
Tidak hanya itu, melihat trend ancaman sekarang ini juga, sangat terlihat bahwa Security/Keamanan hanya menjadi add on atau tambahan dari sistem yang dimiliki oleh suatu organisai, padahal resikonya yang dihadapinya sangat tinggi. Oleh karena itu harus ada gerakan masif dan terstruktur agar keamanan siber menjadi salah satu fokus yang dimengerti dan ditetapkan oleh High Level Person atau pimpinan di organisasi, sehingga harapannya keamanan siber ini bisa dimulai dari hulu, bahkan jauh sebelum aplikasi dibuat, keamanan sudah menjadi fokus atau dengan kata lain perlu adanya kampanye tentang konsep “Security By Design”
PT. KAI harus betul betul mempertimbangkan aspek keamanan siber terutama saat ini PT. KAI sedang gencar-gencarnya mengimplementasikan sistem face recognition pada sistem ticketing mereka termasuk untuk keperluan boarding, sehingga PT. KAI harus lebih waspada serta memperkuat sistem keamanan siber yang dimilikinya.
Pada laman darkweb nya, geng ransomware Stormous membagikan sample data yang mereka curi dari PT. KAI sebesar 2,2 GB file dalam bentuk terkompresi dan diberi nama kai.rar. Geng peretas Stormous memberikan tenggat waktu selama 15 hari kepada PT. KAI untuk melakukan negosiasi dan membayar tebusan yang mereka minta yaitu sebesar 11,69 BTC atau hampir setara dengan 7,9 milyar rupiah dan mengancam akan mempublikasikan semua data yang mereka dapatkan jika tebusan tidak dibayarkan. (Tim)

Nasional
Anggota DPRP Papua Barat Daya Soroti Perilaku Bejat Pejabat dan Aparat: “Orang Asing Pencaplok Lahan Dibela, Masyarakat Adat Dibiarkan Merana

Sorong, Papua Barat Daya — Pernyataan mengejutkan sekaligus menampar nurani bangsa datang dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua Barat Daya, Roberth George Yulius Wanma, S.E., wakil rakyat dari jalur Otonomi Khusus utusan masyarakat adat Kabupaten Raja Ampat. Dengan nada penuh keprihatinan dan kemarahan, Roberth menyoroti perilaku sejumlah pejabat dan aparat negara yang disebut telah menggadaikan integritasnya kepada pemodal asing demi segepok rupiah, mengorbankan hak-hak masyarakat adat Papua di atas tanah leluhurnya sendiri.
Dalam video berdurasi hampir 3 menit yang diunggah pada Rabu (28/5/2025) di kanal YouTube Wilson Lalengke Official: https://youtu.be/bmjIWQ3YnR4, Roberth secara terbuka mengecam oknum pejabat pemerintahan, badan pertanahan, aparat penegak hukum, dan hakim pengadilan yang diduga kuat menjadi bagian dari praktik perampasan tanah masyarakat adat secara sistematis.
“Pejabat pemerintah, aparat, BPN, hakim-hakim kita hari ini tidak lagi membela masyarakat asli Indonesia. Mereka dengan mudah dibeli oleh orang asing,” tegas Roberth, Selasa, 27 Mei 2025.
Salah satu sorotan Roberth adalah terduga gembong mafia tanah bernama Paulus George Hung alias Ting-Ting Ho alias Mr. Chi, warga negara Malaysia berusia 73 tahun, yang diduga leluasa menguasai tanah masyarakat adat di Papua Barat Daya melalui kekuatan modal. Roberth menyebut bahwa aksi pencaplokan tanah oleh orang asing seperti ini tak mungkin terjadi tanpa dukungan oknum aparat dan pejabat lokal.
“Kita sebagai pemilik negeri ini malah disingkirkan. Hak-hak kita dihilangkan, tanah kita dijual diam-diam. Tapi orang asing—yang jelas-jelas bukan bagian dari republik ini—dibela mati-matian,” lanjut Roberth.
Ia juga menuding bahwa para pemangku kekuasaan di sektor pertanahan dan hukum lebih tunduk pada uang daripada pada konstitusi yang melindungi hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya.
Pernyataan Roberth memperkuat desakan dari masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini mencurigai keberadaan mafia tanah terorganisir di wilayah Papua Barat Daya. Berbagai kasus sengketa tanah kerap diselesaikan secara tidak adil, dengan manipulasi dokumen, tekanan aparat, dan keputusan pengadilan yang memihak kepentingan pemodal.
Kondisi ini menciptakan ketimpangan hukum yang sangat mencolok—warga asli yang telah hidup turun-temurun justru tersingkir oleh mereka yang baru datang dengan uang dan koneksi.
Roberth Wanma menyerukan agar rakyat Papua Barat Daya bangkit mempertahankan hak-hak mereka. Ia juga meminta agar negara tidak tinggal diam terhadap kejahatan yang secara nyata menggerogoti kedaulatan tanah Papua.
“Jangan kita biarkan mereka yang datang dari luar seenaknya mengatur negeri ini. Ini tanah leluhur kita. Kita harus lawan! Negara tidak boleh diam,” serunya dengan lantang.
Ia juga mendesak Presiden Republik Indonesia dan jajaran pemerintah pusat untuk segera mengaudit total BPN, mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum, serta menyapu bersih oknum-oknum yang menjual negara untuk kepentingan asing.
Pernyataan Roberth telah viral dan memicu reaksi luas, khususnya di kalangan aktivis agraria dan masyarakat adat Papua. Beberapa LSM bahkan sudah mulai menyusun laporan resmi untuk diajukan ke Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Kementerian ATR/BPN.
Mereka menuntut agar proses perampasan tanah segera dihentikan dan dilakukan pemulihan hak atas tanah ulayat yang sah milik masyarakat adat, serta mendesak pemberantasan mafia tanah secara tuntas hingga ke akar-akarnya dan.
Roberth George Yulius Wanma bukan sekadar menyampaikan kritik; ia menyuarakan kegelisahan kolektif rakyat Papua yang selama ini merasa menjadi warga kelas dua di negeri sendiri. Pernyataannya menjadi peringatan keras bahwa bila negara terus berpihak pada pemodal asing, maka lambat laun Papua bukan lagi rumah bagi anak-anak negerinya.
Kini saatnya pemerintah membuktikan bahwa kedaulatan Indonesia tidak bisa dibeli—bahwa tanah Papua bukan komoditas, tapi warisan yang harus dijaga dari tangan-tangan asing. (SAD/Red)
Editor: Syarif Al Dhin
Sumber Video: Channel Wilson Lalengke Official – Pernyataan Roberth G.Y. Wanma, S.E.
Nasional
Pos Haslot Satgas Yonif 741/GN Berhasil Temukan Anak Hilang di Hutan Perbatasan Indonesia – Timor Leste

Malaka – Pos Haslot Satgas Yonif 741/GN berhasil menemukan seorang anak yang hilang di hutan perbatasan RI-RDTL, tepatnya di Dusun Motamasin, Desa Alas Selatan, Kecamatan Kobalima Timur, Kabupaten Malaka, pada Senin (24/03/2025).
Kejadian bermula saat masyarakat setempat melaporkan hilangnya Yafin Gause (2 tahun), yang diduga tersesat saat berkebun bersama keluarganya di kawasan hutan perbatasan. Menanggapi laporan tersebut, anggota Pos Haslot yang dipimpin langsung oleh Danpos Sertu Rahmana Bintang Saputra bersama Batih SSK III Sertu Septian Tamara segera bergerak menuju lokasi untuk melakukan pencarian.
Tim pencari memulai penyisiran dari area kebun tempat terakhir korban terlihat, kemudian memperluas pencarian hingga ke hutan dan sekitar sungai. Setelah enam jam pencarian, Yafin akhirnya ditemukan dalam kondisi lemas di semak-semak dalam hutan. Korban segera dievakuasi dan diserahkan kepada keluarganya dalam keadaan selamat.
Atas keberhasilan tersebut, Kepala Desa Alas, Anselmus Korandus Ikun Berek, mewakili keluarga korban, menyampaikan rasa terima kasih kepada Satgas Yonif 741/GN atas respons cepat dan upaya penyelamatan yang dilakukan.
Sementara itu, Dansatgas Yonif 741/GN Letkol Inf Sy Gafur Thalib mengapresiasi tindakan sigap prajuritnya dalam operasi pencarian ini. Ia menegaskan bahwa setiap langkah yang diambil tetap memperhatikan faktor keamanan, baik bagi personel maupun materiel, serta selalu berkoordinasi dengan pihak terkait.(Tim)
“KERJA TUNTAS DI TAPAL BATAS”
“LAKSANAKAN TUGAS DENGAN TULUS DAN IKHLAS”
“GARUDA BERHASIL”
Nasional
Terkait Uka-Uka, Ketum PPWI: Kegiatan Ilegal, Tanpa Dasar Hukum

JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, kembali menyoroti praktik sertifikasi jurnalis yang dikenal dengan istilah “uka-uka”. Menurutnya, kegiatan tersebut adalah ilegal karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Ia menegaskan bahwa hal ini hanyalah akal-akalan Dewan Pers bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) untuk memeras para wartawan.
“Uka-uka itu sesungguhnya kegiatan ilegal. Tidak ada dasar hukumnya. Sertifikasi profesi dan keahlian yang benar itu melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Dasar hukumnya jelas tertulis dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 23 Tahun 2004 yang sudah diperbarui dengan PP Nomor 10 Tahun 2018,” tegas Wilson dalam keterangannya.
Uka-Uka dan Kebodohan Hukum
Wilson juga menyebut bahwa aparat hukum yang seharusnya memahami peraturan malah tidak paham soal praktik uka-uka ini. Ia mengimbau masyarakat, khususnya wartawan, untuk tidak terjerumus dalam kebodohan yang disebabkan oleh ketidaktahuan mereka sendiri dan orang yang mengendalikan kegiatan tersebut.
“Jika Anda bekerjasama dengan orang yang tidak paham masalah uka-uka, maka Anda menjerumuskan diri ke dalam kubangan kebodohan. Anda sendiri tidak paham, ikut pula arahan orang yang tidak paham,” katanya.
Wilson meminta wartawan untuk membaca UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang hanya terdiri dari 21 pasal, untuk memahami bahwa praktik uka-uka tidak memiliki dasar di dalam undang-undang tersebut.
Perbandingan dengan Profesional Non Uka-Uka
Lebih lanjut, Wilson membandingkan hasil yang diperoleh pemegang sertifikasi uka-uka dengan para profesional di bidang jurnalistik seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab, dan fotografer Darwis Triadi.
“Pemegang uka-uka hanya mendapatkan Rp50 ribu hingga maksimal Rp200 ribu dari kerjasama dengan pengusaha, pejabat, atau proyek. Sementara mereka yang tidak punya uka-uka, seperti Karni Ilyas, Najwa Shihab, dan lainnya, bisa mendapatkan puluhan hingga ratusan juta rupiah karena mereka punya portofolio, rekam jejak, dan kemampuan profesional yang diakui,” jelas Wilson.
Menurut Wilson, perbedaan ini mencerminkan pentingnya keahlian dan rekam jejak daripada sekadar mengandalkan sertifikasi yang tidak diakui secara hukum.
Imbauan kepada Wartawan
Wilson mengingatkan para wartawan untuk lebih kritis dan tidak mudah terbawa arus oleh praktik-praktik ilegal seperti uka-uka. “Cari tahu dan pahami aturan yang berlaku. Jangan malas membaca UU Pers dan menganalisa isinya. Itu langkah awal untuk menjadi wartawan yang profesional dan independen,” pesannya.
Penutup
Wilson berharap agar wartawan dan aparat hukum lebih memahami duduk perkara terkait uka-uka. Dengan pemahaman yang baik, praktik-praktik ilegal yang merugikan dunia jurnalistik dapat dihentikan.
“Semoga paham dan tidak bertanya lagi soal uka-uka yaa. Terima kasih,” tutupnya.
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah5 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City