Connect with us

Hukum

PENGUMUMAN SANGAT PENTING

Published

on


Atas berita yang beredar dan menjadi informasi yang tidak memberikan kebenaran fakta hukum, atas upaya Lelang (berkenaan dengan yang disampaikan Balai Lelang Bali (BLBI);——————————————-
 
Sebidang tanah dan bangunan sebagaimana yang diuraikan dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 3463, gambar situasi nomor 11766/1996, tanggal 15-11-1996, dengan luas 700 M2, atas nama Dokter Ida Bagus Suryahadi, terletak di Desa Padangsambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat, Kotamadya Daerah tingkat II Denpasar, Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Dengan batas-batas, utara dengan tanah hak milik, Selatan dengan jalan, barat dengan tanah hak milik, timur dengan tanah milik.
Terdaftar Gugatan nomor perkara 1093/Pdt.G/2023/PN Dps tertanggal register 09 Oktober 2023, di Pengadilan Negeri Denpasar, yang SEKARANG DALAM PROSES UPAYA HUKUM BANDING, dan telah disampaikan provisi sita jaminan dimuka persidangan. dimana indikasi PT BANK MANDIRI (PERSERO) TBK telah berusaha melelang bidang tanah dengan cara melawan hukum dan memberikan kerugian nyata kepada Penggugat.
 
Telah pula disampaikan adanya MERAJAN, tempat suci yang ada dalam satu pekarangan rumah, yang berfungsi untuk menyembah Tuhan, Dewa-dewi, dan juga roh-roh suci leluhur. Hal ini menjadi indikasi adanya PMH atas hukum adat dan norma agama.
 
Penggugat telah mengestimasi kerugian Penggugat setidaknya Rp.3.443.000.000. ,-.
 
Penggugat TIDAK PERNAH MENYETUJUI ADANYA PERALIHAN HAK, karenanya kepada khalayak umum yang akan memanfaatkan, menggunakan, membeli, menyewa, membangun dan atau apapun maka DIKABARKAN bangunan dan bidang tanah disebut diatas dalam sengketa Perbuatan Melawan Hukum dan karenanya tidak melakukan apapun atas objek sengketa ini.
 
Yurisprudensi MA RI No. 2660K/Pdt/1987, dan Kep Mendagri No. 14/1982, dan yurisprudensi MA No. 1400K/Pdt/2001, jelas keseluruhanya mengisyaratkan hanya putusan Pengadilan dan surat kuasa mutlak pun tidak dapat digunakan mengalih hak kan, dimana barang jaminan hanya bisa dilaih hak kan melalui balai lelang dengan ijin pemiliknya
 
Kami menegaskan TIDAK PERNAH ADA IJIN dari pemilik barang jaminan dan atau hak tanggungan ini.
 
 
Pengumuman ini disampaikan guna memenuhi memberikan kepastian hukum kepada Penggugat dan memberikan payung hukum atas kerugian Penggugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur: Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
 
Denpasar, 12 November 2024
Penggugat/Kuasa Penggugat
 
DR I.B SURYAHADI
 
Suriantama Nasution, SE, SH, MM, MBA, MH, BKP, Advokat, CFP, CCM, CLA, CTL, CMCP, CCMP, CFRM, CFA, CWMA, AFA, Ph. D (finance), Dr (business law), Dr (dig.biz)


Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hukum

Selepeg Mengadukan Nasibnya ke DPD RI, Kuasa Hukum : Silsilah Palsu Bisa Jadi Jurisprudensi Berbahaya

Published

on

By

Made Kasih alias Selepeg (ketiga dari kiri), bersama Senator Arya Wedakarna, didampingi para kuasa hukumnya

DENPASAR – Made Kasih alias Selepeg, seorang petani sederhana dari Karangasem, kini melangkah ke hadapan lembaga DPD RI, memohon perlindungan hukum setelah merasa dihimpit ketidakadilan dalam perkara hukum yang tengah dihadapinya.

Diterima oleh Senator Arya Wedakarna di Kantor DPD RI Renon, Denpasar, pada Senin, (11/11/2024), Selepeg menyuarakan harapannya yang telah lama tak terpenuhi di pengadilan.

Didampingi oleh tim hukum yang kuat, termasuk Irjen Pol (Purn) I Wayan Sukawinaya, Dr. Ni Wayan Umi Martina, dan I Nyoman Pasek, SH, Selepeg terus berjuang, meski dirinya telah dijatuhi vonis pidana oleh Pengadilan Negeri Amlapura.

Putusan tersebut menghukumnya atas dugaan memberikan keterangan palsu terkait kepemilikan tanah leluhurnya saat menjadi saksi dalam sengketa perdata yang panjang dan melelahkan.

Hakim Pengadilan Negeri Amlapura menyatakan Selepeg bersalah berdasarkan Pasal 242 ayat (1) KUHP, vonis yang kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Denpasar. Namun bagi Selepeg, keputusan ini adalah bentuk ketidakadilan yang menindas kebenaran.

“Saya hanya menerangkan sesuai dokumen yang saya miliki, semua itu adalah tanah warisan leluhur saya,” kata Selepeg, dengan suara getir, mengenang persidangan yang membuatnya dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Sengketa tanah di Banjar Dinas Tanah Barak, Desa Seraya Timur, Karangasem, melibatkan warisan yang dipercayainya sebagai hak sah keluarga besarnya. Namun, pihak penggugat menuding dokumen-dokumen seperti pipil lontar dan bukti pajak yang Selepeg ajukan di persidangan adalah palsu. Dokumen-dokumen ini, kata Selepeg, menunjukkan jelas bahwa tanah-tanah tersebut adalah milik leluhurnya, I Sutiarmin Sukun alias Paro Sukun, sejak dahulu.

“Saya hanya menyampaikan apa yang saya yakini benar. Semua tanah sengketa itu ada atas nama I Sutiarmin Sukun, leluhur saya, sesuai dengan pipil lontar dan bukti pajak,” ujar Selepeg dengan air mata menahan rasa ketidakadilan.

“Namun hakim hanya menitikberatkan pada perbedaan nama, tanpa melihat keseluruhan bukti yang saya ajukan,” tambahnya.

Tragisnya, meskipun keluarga Selepeg telah dinyatakan sebagai ahli waris sah dalam putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap sejak 2015, delapan kali permohonan eksekusi untuk mengembalikan hak mereka selalu kandas.

“Saya tidak punya uang, tidak punya backing. Hanya berharap pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” ujar Selepeg, merasa tertindas oleh kekuatan yang lebih besar di luar kendalinya.

Permintaan perlindungan hukum kepada DPD RI ini menjadi langkah terakhir bagi Selepeg, yang juga mencurigai adanya intervensi dari oknum berpengaruh dalam lembaga DPR RI yang diduga mendukung pihak lawan. Selepeg, dalam kepasrahan yang penuh harapan, kini hanya berharap agar perjuangannya ini tidak menjadi kisah petani kecil yang kalah oleh kekuasaan.

Kedatangan mereka disambut hangat oleh anggota DPD RI Komite 1 Bidang Hukum, Senator Arya Wedakarna (AWK), yang menyatakan dukungan terhadap upaya penegakan hukum dalam kasus yang melibatkan Pak Selepeg.

AWK menyoroti keluhan terkait lemahnya kinerja institusi penegak hukum yang berpotensi merugikan masyarakat luas.

Menurut laporan yang diterima, terdapat indikasi adanya masalah sistemik dalam penegakan hukum, yang diduga dipengaruhi oleh oknum-oknum dan mafia hukum.

“Ada manifestasi sistem yang tidak berjalan optimal, sehingga menimbulkan kerugian bagi warga bangsa,” jelas Arya.

Ia menegaskan pentingnya menegakkan norma hukum dengan prosedur yang jelas, sesuai dengan semangat pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran saat ini.

Dalam kesempatan tersebut, AWK mengapresiasi pandangan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum, Wayan Sukawinaya, terkait pentingnya memperjuangkan penegakan norma hukum yang konsisten.

Ia juga menegaskan bahwa jika norma-norma hukum tidak diterapkan secara benar, hasil dari keputusan hukum tidak akan sesuai dengan harapan masyarakat.“Ini adalah momentum untuk mendukung Mahkamah Agung agar lebih menegaskan perannya sebagai lembaga penegak hukum yang bersih dan kredibel,” kata AWK.

Lebih lanjut, AWK menyebutkan bahwa kasus ini saat ini berada dalam tahap kasasi, yang memiliki karakteristik khusus dalam proses hukumnya. Ia berjanji untuk segera berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial guna memastikan keadilan ditegakkan tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak berkepentingan.

“Kami akan menjadikan ini sebagai agenda nasional, memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Bali ke depan,” tegasnya.

Sebagai anggota DPD RI yang bersifat independen dan tidak terikat oleh partai politik, Arya memastikan bahwa pihaknya akan terus mengawasi proses hukum yang berjalan. Ia juga mengajak masyarakat untuk tetap semangat dalam memperjuangkan hak-haknya.

“DPD RI ada di belakang Pak Selepeg dan seluruh masyarakat yang mencari keadilan. Kami akan terus mengawasi dan memastikan kasus ini berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” pungkasnya.

Dengan dukungan dari anggota DPD RI, Arya Wedakarna berharap kasus ini dapat menjadi momentum penting dalam perbaikan sistem hukum di Indonesia, sekaligus mencegah terjadinya preseden buruk di masa depan yang dapat merugikan masyarakat.

Pada kesempatan itu juga, Irjen Pol (purn) I Wayan Sukawinaya, selaku kuasa hukum dari Selepeg, melihat ada potensi dampak buruk dari penerapan hukum yang keliru dalam kasus sengketa silsilah keluarga.

Dirinya menyoroti peristiwa, dimana seseorang yang tidak memiliki hubungan keluarga atau hak waris, dapat secara ilegal mengklaim silsilah palsu untuk mengambil alih harta keluarga lain.

Menurut Sukawinaya, hal ini berbahaya jika Mahkamah Agung dalam putusan kasasi menguatkan kasus tersebut, karena akan menciptakan Jurisprudensi yang dapat disalahgunakan.

“Kalau Jurisprudensi ini terbentuk, orang jahat bisa menggunakannya untuk menggugat orang lain demi mendapatkan harta,” ujar Sukawinaya.

Ia menekankan bahwa keputusan hukum ini berpotensi membuka jalan bagi individu berniat buruk untuk menyalahgunakan sistem demi kepentingan pribadi.

Dalam perjuangannya, Sukawinaya menegaskan bahwa dirinya bukan bekerja secara ilegal, melainkan menggunakan jalur yang tersedia untuk mengingatkan aparat hukum.

“Kami ingin para aparat menerapkan ilmu hukumnya dengan benar. Kalau seperti ini, tidak perlu sampai punya gelar dokter atau profesor hukum, cukup pakai uang dan kuasa saja,” sindirnya.

Menurutnya, jika situasi ini terus berlanjut, dampaknya akan merusak tatanan sosial. Orang bisa dengan mudah mengklaim silsilah palsu, yang pada akhirnya mengancam keadilan dan stabilitas hukum.

“Kalau hati para penegak hukum tidak bersih, bagaimana bisa negara ini tertib hukum?” tambahnya.

Sebagai seorang advokat, Sukawinaya menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan yang benar, bukan sekadar membantu orang yang benar.

“Saya di sini Ngayah, tidak semata-mata mencari duit. Kami memperjuangkan keadilan untuk mereka yang memang memiliki haknya,” tutupnya.

Pernyataan keras dari Wayan Sukawinaya ini menjadi sorotan penting, terutama di tengah upaya Presiden yang baru untuk membersihkan tatanan hukum dari unsur korup dan penyalahgunaan kekuasaan.(E’Brv)

Continue Reading

Hukum

Manajemen Taman Yasa : Pemblokiran Akses Tidak Benar, Iuran Itu untuk Pemeliharaan Fasilitas Bersama

Published

on

By

BADUNG – Manajemen Perumahan Taman Yasa / Taman Yasa Association (Manajemen TYA) memberikan klarifikasi atas pemberitaan yang dimuat di media massa pada 25 Oktober 2024 terkait adanya perselisihan antara salah satu penghuni Perumahan Taman Yasa dengan Manajemen perumahan.

Dalam pemberitaan tersebut, dikatakan bahwa Henny Suryani Ondang, penghuni baru, bersama keluarganya, mengalami kesulitan mengakses rumah yang mereka beli karena pemblokiran akses oleh manajemen, dengan tuntutan pembayaran Rp 388 juta agar dapat masuk ke rumah tersebut.

Dalam klarifikasi yang disampaikannya ini, kuasa hukum, I Nyoman Budi Adnyana, S.H, M.H, atas nama Manajemen TYA membantah tegas adanya pemblokiran akses terhadap Henny dan keluarganya.

“Tidak ada larangan bagi Ibu Henny Suryani Ondang dan keluarganya untuk memasuki rumah mereka,” tegas manajemen dalam pernyataannya.

Kegiatan persembahyangan warga Perumahan Taman Yasa

Pihak Manajemen TYA menjelaskan bahwa peristiwa yang terjadi pada tanggal 24 Oktober 2024 adalah karena adanya truk yang membawa alat berat (eskavator) memasuki Kawasan TYA atas permintaan Henny yang berencana akan melaksanakan pembangunan di rumahnya, bukan melarang Henny dan keluarganya untuk memasuki rumahnya.

Manajemen TYA kembali menekankan bahwa tidak pernah ada larangan bagi Henny Suryani Ondang untuk memasuki rumahnya. Orang tua Henny bahkan telah tinggal di rumah tersebut, dan keluarganya selalu bebas keluar masuk perumahan kapan pun mereka mau.

Manajemen TYA juga memberikan penjelasan terperinci terkait isu pembayaran Rp 388 juta yang dianggap fantastis oleh beberapa pihak. Mereka mengklarifikasi bahwa jumlah tersebut adalah akumulasi iuran selama lebih dari enam tahun, dari tahun 2018 hingga 2024, yang harus dibayarkan oleh seluruh Penghuni TYA termasuk juga Henny Suryani Ondang sebagai penghuni baru di Perumahan Taman Yasa.

Jumlah ini merupakan iuran keanggotaan Asosiasi Penghuni Taman Yasa yang berlaku bagi semua penghuni perumahan, tanpa terkecuali.

Iuran tersebut digunakan untuk pemeliharaan fasilitas umum, seperti perbaikan jalan, kebersihan, keamanan, serta beberapa fasilitas tambahan lain yang disediakan di perumahan tersebut, termasuk pemeliharaan gardu dan pemasangan instalasi listrik yang ditanam di bawah tanah, sehingga di kawasan Perumahan Taman Yasa tidak ada tiang listrik karena semua kabel ada di bawah tanah, demikian juga penerangan untuk jalan diterangi lampu yang dipasang dari bawah, satu dan lain hal untuk menjaga estetika kawasan Perumahan Taman Yasa.

Berdasarkan ketentuan baik Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Nilai-nilai Taman Yasa seluruh penghuni Taman Yasa wajib menjadi anggota Asosiasi Perumahan Taman Yasa serta menaati ketentuan dari risalah rapat umum tahunan, dimana saat ini Dudy Christian seorang WNI sebagai ketua komitenya.

Manajemen TYA menjelaskan bahwa instalasi listrik bawah tanah adalah salah satu fitur premium yang disediakan di Taman Yasa, guna menjaga keindahan estetika lingkungan dan meningkatkan keamanan serta antisipasi gangguan akibat bencana alam, sehingga TYA memiliki gardu listrik sendiri yang harus pemeliharaannya ditanggung oleh TYA. Dimana setiap penghuni perumahan dikenakan biaya kontribusi untuk mendukung pembangunan dan pemeliharaan instalasi ini.

Fasilitas tempat ibadah di Perumahan Taman Yasa

Selain itu, manajemen Taman Yasa juga menegaskan bahwa Henny Suryani Ondang telah diberitahu secara berkala melalui email dan pernah bertemu langsung dengan salah seorang manajemen perumahan mengenai kewajiban iuran tersebut sejak tahun 2018.

Yang perlu untuk diketahui bahwa Manajemen TYA telah menyewa Properti Bersama dan fasilitas berupa kolam renang, semua jenis jalan yang ada di dalam area Perumahan Taman Yasa, area parkir bersama, kantor sekretariat asosiasi, juice bar dan termasuk semua taman yang ada d Perumahan Taman Yasa dari pihak developer selama 60 tahun, yakni dari 2002 hingga 2062.

Atas sewa menyewa Properti Bersama ini, ada kewajiban Asosiasi Taman Yasa membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) atas seluruh Properti Bersama dan fasilitas tersebut, yang besarannya sekitar Rp 42 juta setiap tahunnya mulai tahun 2017 sampai dengan 2024. Sehingga tidaklah masuk akal jika ada pihak yang mengatakan bahwa biaya yang diperlukan oleh Taman Yasa setiap tahunnya sebesar Rp 18 juta, sementara di sisi lain ada fakta kewajiban untuk membayar PBB atas penyewaan Properti Bersama dan fasilitas di Taman Yasa sekitar Rp 42 juta.

Mereka mengingatkan bahwa PBB merupakan kewajiban hukum yang harus dibayarkan setiap tahun oleh Manajemen TYA kepada pihak developer berdasarkan perjanjian sewa menyewa Properti Bersama. Dan sudah tentu ini merupakan bagian dari kontribusi TYA kepada pihak pemerintah dan negara.

Pihak Manajemen TYA memastikan bahwa seluruh penghuni memiliki hak akses penuh selama mereka mematuhi kewajiban-kewajiban yang berlaku, seperti pembayaran iuran anggota tahunan TYA yang digunakan untuk menyewa Properti Bersama, membayar PBB dan pemeliharaan serta perbaikan semua Properti Bersama, gardu listrik dan lain – lainnya.

Untuk diketahui, rumah Henny Suryani Ondang tersebut sempat ditinggali oleh Manarii Tepau yang menurut informasi dari Manajemen TYA adalah rekan dari Henny dimana Manarii Tepau ini selalu melaksanakan kewajiban membayar iuran perumahan Taman Yasa yakni sejak bulan Juni 2022 sampai bulan Juni 2023. Demikian pula pemilik rumah sebelum Henny Suryani Ondang yaitu Ni Nyoman Rimbawati saat menjadi penghuni Perumahan Taman Yasa selalu melaksanakan kewajibannya untuk membayar Iuran seperti anggota (penghuni) lainnya. Bahwa jika Henny menyatakan tidak pernah mengetahui tentang iuran bagi anggota TYA, maka seharusnya Henny menyampaikan keluhan dan keberatannya kepada Ni Nyoman Rimbawati yang merupakan pemilik sebelumnya, dimana menurut Henny pemilik sebelumnya tidak memberitahu Henny Suryani Ondang tentang adanya kewajiban dan iuran bagi para penghuni TYA.

Dalam klarifikasi tersebut, Manajemen TYA juga menolak kesan bahwa mereka tiba-tiba menagih pembayaran iuran uang dalam jumlah besar tanpa pemberitahuan sebelumnya. Mereka menjelaskan bahwa seluruh kewajiban pembayaran telah diinformasikan secara tertulis melalui email sejak awal pembelian properti tahun 2018, termasuk rincian tentang iuran perumahan yang mendukung fasilitas seperti instalasi listrik bawah tanah, perawatan fasilitas umum, dan kewajiban PBB atas sewa menyewa Properti Bersama dan fasilitas lainnya. Dimana setiap penghuni selalu diberikan laporan berupa Dues Statement melalui e-mail dan dibahas bersama dalam Rapat Umum Tahunan.

Manajemen merasa keberatan dengan tuduhan yang menyebutkan bahwa mereka melakukan pemblokiran akses atau menuntut pembayaran yang tidak wajar. Mereka juga berharap bahwa klarifikasi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi.

Manajemen TYA memastikan bahwa mereka selalu berupaya memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh penghuni perumahan yang beritikad baik melaksanakan kewajiban untuk membayar kewajiban. Mereka berkomitmen untuk memelihara hubungan baik dengan semua penghuni dan menjaga transparansi dalam segala hal terkait kewajiban penghuni terhadap perumahan.

Dengan adanya klarifikasi ini, manajemen berharap tidak ada lagi kesalahpahaman yang berkembang, dan nama baik Perumahan Taman Yasa tetap terjaga di mata publik. (Tim)

Continue Reading

Hukum

Niat Rayakan Ulang Tahun Anak Berujung Tragedi, Paul Diserang Pengawal Mantan Istri Secara Brutal, Kado Untuk Anak Dirusak

Published

on

By

Paul Lionel La Fontaine, menunjukkan visum yang dibuat atas kejadian penyerangan secara brutal yang dialaminya

BADUNG – Sebuah insiden kekerasan yang kejam menimpa Paul La Fontaine, seorang ayah asal Australia, yang datang berkunjung dengan harapan bisa merayakan ulang tahun putri kembarnya, ILF dan SLF, yang kini berusia 6 tahun. Kejadian memilukan ini terjadi di sebuah kompleks perumahan Puri Bunga, Desa Kutuh, Kuta Selatan, Bali, pada 10 September 2024.

Bukannya disambut dengan kebahagiaan, Paul justru diserang secara brutal oleh tiga pria yang diduga merupakan pengawal pribadi mantan istrinya, Adinda Paramitha (AVP).

Sejak Agustus 2022, Paul La Fontaine tidak mengetahui keberadaan putri-putrinya. Mereka diduga disembunyikan oleh AVP, yang menjadi mantan istrinya setelah perceraian yang penuh perselisihan. Menurut pernyataan Paul, mantan istrinya secara sepihak membawa anak-anak itu pergi dan menghilang tanpa memberikan informasi apapun tentang keberadaan mereka, meskipun pengadilan telah memberikan hak asuh bersama antara keduanya (Joint Custody)

Paul, yang selama dua tahun mencari anak-anaknya, akhirnya berhasil melacak keberadaan mereka di sebuah rumah yang dijaga ketat.

Kondisi rumah diduga tempat tinggal putri kembar Paul, bertembok tinggi dan rapat.

“Rumah itu seperti penjara,” katanya, menggambarkan betapa tertutupnya tempat tersebut dengan tembok setinggi lima meter dan minim ventilasi.

Selain itu, Paul mendengar desas-desus bahwa seorang pria warga negara asing lainnya mengaku-ngaku sebagai ayah dari anak-anaknya, meskipun secara hukum dan biologis ILF dan SLF adalah anak kandung Paul.

Pada hari itu, dengan penuh harapan untuk bertemu kembali dengan putri-putrinya, Paul datang ke lokasi tersebut bersama pembantunya, membawa hadiah ulang tahun dan bingkai foto berisi kenangan masa lalu mereka. Dia berharap bisa menghadirkan kembali sedikit kebahagiaan dari masa ketika keluarganya masih utuh. Setibanya di sana, dia mulai menyanyikan lagu “Selamat Ulang Tahun” khusus untuk kedua putri kembarnya dari luar rumah.

Namun, momen tersebut berubah menjadi mimpi buruk ketika enam pria yang mengaku sebagai keamanan lingkungan mendadak mendekatinya. Mereka menghalangi Paul untuk mendekati rumah tersebut, hal ini menegaskan bahwa mereka bekerja atas perintah AVP.

Rangkaian kado dan pernak-pernik yang sedianya Paul berikan pada kedua putri kembarnya.

Paul tetap berdiri dengan tenang sambil terus menyanyikan lagu ulang tahun. Tiba-tiba tanpa peringatan, salah satu dari pria itu mendorong pembantu Paul dan mencoba mengambil ponselnya. Pembantu Paul merasa ketakutan dan Paul membela diri dengan bertanya mengapa pria itu melakukannya, padahal itu hak pembantunya untuk merekam hadiah-hadiah yang ada di meja sementara ia menyanyikan lagu ulang tahun.

Segera setelah itu, pria tersebut menyerang Paul dan melayangkan beberapa pukulan ke kepalanya. Merasa terancam dan kalah jumlah, Paul berlari ke sebuah toko terdekat, meminta para pria tersebut untuk meninggalkannya. Paul berteriak, “Mereka adalah anak-anak saya yang ada di rumah itu.”

Sementara dua pria menghalangi pintu masuk toko kecil itu agar saksi tidak bisa melihat, tiga pria lainnya mendekat dan menyerang dirinya. Paul menceritakan dengan jelas bagaimana dia dipukuli tanpa ampun, dengan pukulan bertubi-tubi menghantam kepalanya dan tubuhnya.

“Mereka menghantam kepala saya, memukul mata, dan area ginjal saya. Mereka terus berteriak akan membunuh saya jika saya berani kembali lagi,” ungkap Paul menceritakan kondisi saat itu dengan penuh trauma.

Saat dipukuli, Paul menyaksikan dengan matanya sendiri bagaimana salah satu dari pria tersebut merusak hadiah yang dibawanya untuk putri-putrinya. Hadiah itu dihancurkan di meja, sementara bingkai foto yang berisi foto keluarga mereka sebelum perceraian dipukul hingga pecah berkeping-keping.

Dengan wajah penuh darah dan tubuh memar, Paul hanya bisa menggunakan satu tangan untuk melindungi dirinya, sementara tangan lainnya dipelintir paksa oleh salah satu penyerang.

“Mereka memaksa saya ke tanah, terus memukul kepala saya, dan mengancam akan membunuh saya jika saya mencoba mendekati anak-anak saya lagi,” kata Paul.

Rasa sakit fisik yang dialami Paul semakin diperparah oleh rasa hancur emosional karena tidak bisa melihat anak-anaknya pada hari yang seharusnya menjadi momen bahagia keluarga.

Setelah kejadian brutal tersebut, Paul segera ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Ia menderita luka parah di wajah dan tubuhnya, termasuk memar serius di area mata dan kepala. Tak hanya itu, Paul juga menderita trauma psikologis akibat kekerasan yang dialaminya.

Pada 12 Oktober 2024, Paul resmi melaporkan kejadian ini kepada Polresta Denpasar, dirinya menuntut keadilan atas serangan brutal yang menimpanya dan berharap agar para pelaku, yang diidentifikasi sebagai pengawal pribadi mantan istrinya, segera diproses hukum.

Paul juga mengungkapkan bahwa dirinya selama ini telah berjuang keras untuk bisa bertemu kembali dengan kedua putri kembarnya, ILF dan SLF, meskipun pengadilan telah memberi keputusan memberikan hak asuh bersama.

Ia merasa sangat frustrasi dengan sikap AVP yang terus menghalangi dirinya untuk menjalankan haknya sebagai seorang ayah. Selain itu, Paul juga tengah terlibat perselisihan hukum terkait aset perkawinan yang diduga telah disalahgunakan oleh mantan istrinya, termasuk pembelian tanah tanpa persetujuannya dengan uang yang didapat selama pernikahan.

Paul kini berharap aparat hukum di Bali untuk tidak hanya bisa memberikan keadilan bagi dirinya, tetapi juga demi masa depan kedua putrinya yang berhak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tua.

“Saya hanya ingin menjadi bagian dari hidup mereka. Mereka berhak memiliki hubungan dengan ayah kandungnya,” ujar Paul dengan penuh haru.

Saat ini proses pelaporannya telah direspon oleh penyidik Polresta dengan menerbitkan surat laporan bernomor : STPL/487/IX/2024/SPKT/Polresta Denpasar/Polda Bali, serta telah memanggil dan memeriksa para pihak yang terlibat dalam peristiwa ini.

“Saat ini penyidik sudah memeriksa 4 saksi termasuk saksi korban dan dilanjutkan untuk riksa terlapor,” ujar AKP Ketut Sukadi, Kasi Humas Polresta melalui pesan elektronik (28/10/2024).

Selain itu, dirinya juga membuat laporan ke unit Propam Polresta Denpasar terkait dugaan adanya oknum polisi yang terlibat dalam tindak aksi kekerasan yang dialaminya.

Paul didampingi kuasa hukumnya, Devara K Budiman saat melapor ke unit Propam Polresta Denpasar.

Paul berharap kasus kekerasan yang menimpanya dapat ditangani dengan adil dan tegas oleh pihak berwenang di Bali. Setelah menjalani pengalaman traumatis di tangan para pengawal mantan istrinya, dia merasa bahwa keadilan bukan hanya penting bagi dirinya secara pribadi, tetapi juga untuk masa depan kedua putrinya, yang selama ini terpisah darinya.

Dirinya berharap aparat hukum dapat bertindak sesuai dengan norma hukum yang berlaku, tanpa memandang status atau kekuasaan siapa pun yang terlibat.

Lebih dari sekadar mencari keadilan atas penganiayaan fisik yang dialaminya, Paul berharap kasus ini dapat menjadi titik balik dalam perjuangannya untuk mendapatkan kembali akses ke anak-anaknya.

Harapannya, insiden kekerasan ini merupakan puncak dari konflik panjang yang telah membuat dirinya kehilangan momen berharga dalam kehidupan putri-putrinya. Paul berharap agar sistem hukum tidak hanya melihat insiden kekerasan ini secara terpisah, tetapi juga mempertimbangkan hak asuh anak yang selama ini tidak ia dapatkan meski ada keputusan pengadilan.

Paul ingin insiden ini menjadi peringatan penting bahwa hak seorang ayah untuk terlibat dalam kehidupan anak-anaknya harus dilindungi dengan serius. Ia berharap bahwa melalui penyelesaian hukum yang benar, kedua putrinya dapat hidup dalam lingkungan yang lebih aman dan stabil, di mana mereka dapat memiliki hubungan yang sehat dengan kedua orang tua kandungnya.

Kuasa hukum Paul, Devara K Budiman sangat menyayangkan kejadian yang menimpa kliennya, dirinya menilai hal ini sudah keterlaluan dan melanggar hak asasi seseorang.

“Kami sangat prihatin dengan kejadian kekerasan brutal yang dialami klien kami, Paul La Fontaine, yang hanya ingin merayakan ulang tahun putri-putrinya dengan damai. Apa yang terjadi pada Paul bukan hanya tindakan kekerasan fisik yang tidak dapat diterima, tetapi juga pelanggaran serius terhadap hak asuh anak yang sudah diatur oleh pengadilan,” ujar Devara.

Dirinya mendesak pihak berwenang untuk memproses kasus ini secara cepat dan adil, memastikan bahwa para pelaku kekerasan harus bertanggung jawab secara hukum. Tidak ada alasan, baik personal maupun finansial, yang dapat membenarkan tindakan kekerasan ini.

“Kami berharap kasus ini menjadi momentum untuk menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, demi keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, khususnya bagi orang tua yang terpisah dari anak-anaknya. Paul berhak untuk berada dalam kehidupan kedua putrinya tanpa intimidasi atau ancaman kekerasan.” pungkasnya. (E’Brv)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku