Connect with us

Daerah

Merasa Tertipu Investasi Properti, WNA Ajukan Upaya Hukum

Published

on

Jumpa pers bersama team Malekat Hukum Law Firm, para saksi dan korban didepan Dit Reskrimum Polda Bali, Selasa (12/12/2023)

DENPASAR – Bertempat di halaman Dit.Reskrimum Polda Bali, pengacara Reinhard R Silaban dari Malekat Hukum Law Firm menyampaikan kepada awak media, terkait adanya dugaan penipuan berkedok investasi lahan yang diduga dilakukan oleh terlapor Brett Sorensen (WNA Amerika) dan Yansen Barry (WNI) terhadap para kliennya yang berwarga negara asing, Selasa, 12/12/2023.

Kasus dugaan penipuan ini bermula dari tahun 2017, dengan berkedok investasi properti bernama Golden City di Sumbawa yang menimbulkan total kerugian finansial puluhan miliar rupiah yang menimpa 62 korban investor warga negara asing, diantaranya Amerika, Australia, Jerman dan Inggris.

Kuasa hukum korban, Reinhard R Silaban (kedua dari kiri) saat memberikan penjelasan ke awak media

Para investor tertarik oleh janji sewa selama 99 tahun dan pembangunan proyek Golden City di Sumbawa, yang mencakup sekitar 300 unit rumah atau hunian, dimana terlapor Brett Sorensen bertindak sebagai marketing utama dalam penawaran ini.

Penawaran investasi ini dipromosikan melalui brosur yang didistribusikan di Clear Cafe Ubud dan Clear Cafe Canggu pada tahun 2018.

Saat itu para terlapor menjanjikan akan segera memulai proyek tersebut setelah menerima dana investasi. Namun, setelah dana ditransfer, mereka mengklaim bahwa mereka perlu mengumpulkan dana tambahan dari investor lain sebelum memulai pembangunan.

Kunjungan investigasi para investor ke Sumbawa pada awal tahun 2020, mengungkap fakta tidak adanya kemajuan dalam pembangunan seperti yang dijanjikan terlapor, dan tanah yang dijanjikan untuk proyek tersebut masih berada di bawah kepemilikan orang yang tidak teridentifikasi.

Terlapor Yansen Barry (WNI), yang saat itu bertindak sebagai Direktur PT BUMI KRISTAL SUMBAWA, juga tidak memberikan akses kepada investor untuk mengakses properti yang dijanjikan.

Beberapa korban yang hadir di Mapolda Bali siang itu, diantaranya Christoper Stephen Smith, Mimi Aye dan Piotr BracichowiczI (WNA Amerika).

(kiri-kanan) Pengacara Reinhard R Silaban, mendampingi para korban, Piotr Bracichowiczl, Mimi Aye dan Christoper Stephen Smith (WN USA) saat konfrensi pers

Salah satu korban, Christoper Stephen Smith yang tertarik proyek ‘Golden City’ melaporkan kerugian sebesar 500.000 USD atau sekitar 7,5 milyar Rupiah.

Saat itu dia mentransfer uang sekitar Rp7,5 miliar ke PT Bumi Kristal Sumbawa pada tahun 2018 sebanyak dua kali transfer.

Karena melihat fakta tidak sesuai dengan yang dijanjikan dan merasa tertipu, korban pun melaporkan kejadian tersebut ke Direktorat Reskrimum Polda Bali pada tanggal 28 Juni 2023.

Korban berharap Polda Bali dapat menuntaskan kasus tersebut agar memberikan kepastian hukum bagi korban.

“Harapan kami kedepan pihak Kepolisian tetap profesional dan proposional dalam menangani kasus ini, mengingat banyaknya korban yang ditimbulkannya, bahkan ada dari korban yang saat ini dalam kondisi sakit dan tidak bisa berobat maksimal karena tidak memiliki dana yang cukup dan berharap atas pengembalian dana atau penyelesaian atas kasus ini,” jelas Reinhard R Silaban.

“Pada siang ini (12/11/2023), sesuai undangan mediasi dari penyidik Reskrimum Polda Bali, kami team kuasa hukum dari Malekat Hukum Law Firm bersama para korban dan saksi, hadir di Mapolda untuk melakukan konfrontasi dengan para terlapor. Tetapi tanpa alasan yang jelas, sampai siang ini (12.00 Wita) para terlapor belum terlihat kehadirannya. Kami juga akan mengantarkan surat ke Konsulat Amerika Serikat untuk menjelaskan kasus ini sedang berproses di Polda Bali dan PN Gianyar, ” tambahnya.

Kasus ini akan mulai disidangkan di PN Gianyar pada tanggal 19 Desember 2023 mendatang.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan dari dua orang terlapor Yansen dan Brett yang diduga melakukan penipuan tersebut terkait dengan laporan korban Christopher dkk.(Brv)


Daerah

Polres Jembrana Turunkan 293 Personel untuk Pengamanan Pawai Ogoh-Ogoh Saat Ngerupuk

Published

on

Jembrana – Sebanyak 293 personel dari Polres Jembrana dan Polsek jajaran diterjunkan untuk mengamankan jalannya Pawai Ogoh-Ogoh yang digelar di Kabupaten Jembrana. Jumat (28/3).

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 yang berlangsung meriah di seluruh Bali, termasuk di Kabupaten Jembrana. Kapolres Jembrana, AKBP Endang Tri Purwanto, dalam keterangannya mengatakan bahwa pengamanan ini bertujuan untuk memastikan kelancaran dan keamanan pawai Ogoh-Ogoh yang melibatkan ribuan warga dari berbagai desa.

Kapolres Jembrana AKBP Endang Tri Purwanto saat upacara persiapan pengamanan menjelang pawai ogoh-ogoh pada jumat (28/3) di halaman Mapolres Jembrana

“Kami siapkan personel yang tersebar di beberapa titik, baik di sepanjang rute pawai maupun di lokasi-lokasi keramaian. Pengamanan ini sangat penting untuk menjaga agar kegiatan dapat berjalan dengan aman, tertib, dan kondusif,” ujar Kapolres Endang.

Selain itu, pihak kepolisian juga berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya, seperti TNI, Satpol PP dan Dinas Perhubungan dan pecalang guna mengatur lalu lintas dan memastikan kenyamanan bagi masyarakat yang mengikuti atau menyaksikan pawai.

Pawai Ogoh-Ogoh di Kabupaten Jembrana menjadi salah satu agenda tahunan yang dinanti oleh masyarakat. Acara ini tidak hanya sebagai simbol perayaan Nyepi, tetapi juga sebagai ajang kebersamaan dan perwujudan kreativitas warga dalam membuat ogoh-ogoh yang kemudian diarak di jalan-jalan utama desa dan kota.

Dengan pengamanan yang maksimal, diharapkan Pawai Ogoh-Ogoh di Kabupaten Jembrana dapat berlangsung dengan sukses dan memberikan rasa aman bagi seluruh peserta serta masyarakat yang menyaksikan.

Continue Reading

Daerah

Polemik Harga Babi di Bali, Peternak Merugi, GUPBI Serukan Peran Pemerintah yang Lebih Aktif

Published

on

BADUNG – Peternakan babi di Bali, yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat lokal, kini menghadapi tantangan berat terutama karena kenaikan harga yang dinilai memberatkan berbagai pihak. Di tingkat konsumen, daging babi kini menjadi lebih sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, sementara di sisi lain, para peternak juga menghadapi tantangan yang tak kalah berat.

Ketua Gabungan Peternak Babi Indonesia (GUPBI), I Ketut Hari Suyasa, mengungkapkan bahwa situasi ini mempengaruhi tidak hanya keberlangsungan usaha peternakan tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor ini.

Harga babi hidup di tingkat peternak yang sebelumnya di angka Rp60.000 per kilogram, kini terkoreksi menjadi Rp55.000 per kilogram. Penurunan harga ini, menurut Suyasa, bukan karena menurunnya permintaan, tetapi lebih disebabkan oleh isu-isu yang membuat peternak panik.

“Isu-isu ini sengaja dimainkan untuk menekan harga di tingkat peternak. Akibatnya, terjadi lonjakan penawaran babi yang tidak terkontrol dan menurunkan harga secara drastis,” ungkapnya, Sabtu (21/12/2024)

Keluhan ini mencerminkan betapa rentannya posisi peternak dalam rantai ekonomi babi. Meski serapan dari luar daerah, seperti Jakarta, Sulawesi, dan Kalimantan, tetap tinggi, harga di Bali justru turun.

“Psikologi pasar menjadi faktor yang sangat memengaruhi kenaikan dan penurunan harga babi. Meskipun permintaan dari luar daerah seperti Sulawesi, Jakarta, dan Kalimantan tetap tinggi, harga di tingkat peternak kok malah turun. Ini menunjukkan ada pengaruh lain yang merusak stabilitas pasar. Ada pihak yang menikmati terjadinya selisih harga ini, tapi bukan peternak,” ujar Suyasa.

Peternakan babi di Bali juga harus menghadapi risiko besar dari penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan penyakit mulut dan kuku (PMK). ASF, yang belum memiliki vaksin dan daya bunuhnya mencapai 100%, ini menjadi ancaman utama.

“Kalau satu kandang kena ASF, seluruh ternak bisa mati. Ini risiko yang sangat berat bagi peternak,” kata Suyasa.

Saat terjadi wabah sebelumnya, banyak peternak yang merugi besar karena harga babi anjlok di bawah harga pokok produksi. Tahun lalu, misalnya, harga babi pernah menyentuh Rp25.000 per kilogram, sementara biaya produksi mencapai Rp40.000 per kilogram.

“Peternak sudah sering mengalami kerugian besar tanpa ada perlindungan atau kompensasi dari pemerintah,” keluh Suyasa.

Kritik keras juga dilayangkan kepada pemerintah yang dinilai kurang peduli terhadap kondisi peternak babi. Menurut Suyasa, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan jaminan terhadap stabilitas harga serta mendukung pengelolaan risiko.

“Peternak ini rentan terhadap isu-isu yang dimainkan pasar. Pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi, bukan hanya sekadar mencatat keluhan tanpa tindakan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti perlunya dibentuk suatu badan usaha daerah yang berfungsi sebagai penyeimbang pasar.

“Kami sudah berkali-kali mengusulkan pembentukan badan usaha ini, tetapi usulan tersebut hanya menjadi catatan tanpa tindak lanjut,” tambahnya.

Selain itu, proses perizinan pengiriman daging babi beku ke luar daerah yang dianggap rumit juga menjadi beban tambahan.

Ia menyatakan bahwa untuk pengiriman babi hidup, persyaratan izinnya relatif cukup mudah, seperti surat penerimaan ternak di wilayah tujuan. Namun, untuk pengiriman dalam bentuk daging beku, proses perizinan dianggap lebih rumit, yang berpotensi memunculkan praktik ilegal.

“Kalau izin sulit didapat, seharusnya pemerintah mempermudah prosesnya agar peternak kita bisa tetap bersaing di pasar luar,” tambahnya.

GUPBI siap menjadi jembatan komunikasi antara peternak, pemotong, dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Suyasa bahkan mengusulkan pembentukan suatu konsorsium yang dapat mendukung distribusi daging babi ke luar daerah agar harganya tetap stabil dan menguntungkan kepada semua pihak.

Keluhan peternak tidak hanya datang dari sisi ekonomi tetapi juga dari aspek psikologis. Ketidakpastian harga dan risiko wabah membuat banyak peternak mulai kehilangan semangat untuk melanjutkan usaha.

“Beternak babi itu sangat berisiko, tetapi tanpa jaminan harga yang layak, banyak peternak yang berpikir dua kali untuk melanjutkan usaha mereka,” kata Suyasa.

Di tengah keluhan dan beban berat ini, para peternak berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Stabilitas harga, dukungan untuk menghadapi risiko wabah, dan kemudahan dalam perizinan menjadi tiga hal utama yang diharapkan peternak.

“Jika pemerintah serius ingin menjadikan Bali sebagai barometer peternakan babi di Indonesia, maka perlindungan terhadap peternak harus menjadi prioritas,” pungkasnya.

Dengan kondisi seperti ini, masa depan peternakan babi di Bali membutuhkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Dibutuhkan dukungan konkret dari pemerintah dan sinergi dengan GUPBI sebagai perwakilan peternak menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dari salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat Bali ini. (E’Brv)

Continue Reading

Daerah

Pj Gubernur Bali Serahkan Sertifikat Merk ke Winie Kaori Untuk YKWA Dan Minyak Goreng

Published

on

DENPASAR – Penjabat (Pj.) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyerahkan sejumlah Surat Pencatatan/ Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha serta Sertifikat Standardisasi dan Sertifikasi Lembaga Seni Provinsi Bali 2024 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa, 17 Desember 2024.

Salah satunya, Ni Kadek Winie Kaori Intan Mahkota selaku Owner PT Kaori Alam Nusantara (KAN) menerima Sertifikat Merek dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI buat Yayasan Kaori Welas Asih (YKWA) dan produk Minyak Goreng Kaori.

Atas capaian tersebut, Winie Kaori mengucapkan terima kasih atas support Pemerintah Provinsi Bali, guna menerima Sertifikat Merek.

Disebutkan, Sertifikat Merek ini berlaku selama 10 tahun, untuk bisa melindungi Merek yang telah didaftarkan.

“Astungkara, ini bisa menjadi perlindungan untuk pengusaha yang memang menggunakan Hak Merek, supaya aman untuk bisa dipublikasikan maupun didistribusikan ke seluruh Indonesia,” kata Winie Kaori.

Oleh karena itu, lanjutnya Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki Usaha dan Brand diharapkan jangan takut dan jangan ragu-ragu untuk mendaftarkan Merek sebagai salah satu langkah perlindungan untuk usahanya.

Bahkan, kedepannya diharapkan, semoga nanti usaha-usaha yang dibuatkan bisa mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual, baik Hak Merek, Hak Paten dan Hak Cipta yang bisa digunakan selama 10 tahun, sejak tanggal pendaftaran.

“Terima kasih untuk Pemerintah Provinsi Bali utamanya BRIPDA Bali dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang sudah memberikan fasilitas kepada kami, para UMKM untuk semangat berkarya,” pungkasnya.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Bali dan sentra-sentra Kekayaan Intelektual telah memfasilitasi pendaftaran Kekayaan Intelektual masyarakat Bali.

Apalagi, Pj.Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya sangat mengapresiasi kegiatan pendaftaran sertifikat HAKI oleh masyarakat Bali, lantaran masyarakat Bali terkenal dengan adat istiadat, yang kaya akan seni budaya, tradisi dan kreativitas.

“Masyarakat Bali sangat kreatif dan edukatif dengan menghasilkan banyak hasil karya. Bahkan, saya kaget juga anak-anak yang masih usia sekolah bisa menjadi seorang inovator, itu sangat luar biasa,” terangnya.

Tak hanya itu, masyarakat Bali juga diakui sangat kreatif melalui hasil kerajinan tangan, tari-tarian tradisional hingga kuliner khas Bali yang semuanya merupakan aset berharga menjadi kebanggaan Bali, sehingga terkenal di kalangan masyarakat global.

Warisan karya cipta, seni dan tradisi berciri khas Bali perlu mendapatkan perlindungan, sehingga Pemerintah Provinsi Bali sangat mendukung perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) masyarakat Bali, baik itu dalam bentuk Hak Cipta, Hak Merek, Hak Paten dan Indikasi Geografis (IG) maupun bentuk perlindungan lainnya.

“Dengan adanya HAKI, pencipta memiliki Hak Eksklusif atas ide, inovasi atas kreasi mereka. Hal tersebut menghindari mereka dari tindakan plagiat atau penggunaan karya tanpa izin, sehingga mereka bisa aman untuk terus berkarya,” paparnya.

Disebutkan, dalam kurun waktu 2019-2024, Pemerintah telah menerbitkan 425 sertifikat yang terdiri dari Kekayaan Intelektual Kepemilikan Komunal sebanyak 36 sertifikat terdiri dari 20 Sertifikat Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), 11 Sertifikat Indikasi Geografis (IG), 3 Sertifikat Pengetahuan Tradisional (PT) dan 2 Sertifikat Sumber Daya Genetik (SDG).

“Selain itu, Kekayaan Intelektual Kepemilikan Personal sebanyak 389 sertifikat, terdiri dari 291 Sertifikat Hak Cipta, 3 Sertifikat Hak Paten dan 95 Sertifikat Hak Merek,” kata Mahendra Jaya. (*).

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku