Hukum
Kisah Tragis Polwan Rusmini, Korban Konspirasi dan Sistem Bobrok di Polri

JAKARTA – Kisah Aiptu Rusmini, seorang Polwan yang dipecat dari institusi yang seharusnya melindungi, menjadi cerminan bobroknya mentalitas dan kinerja para oknum pimpinan di tubuh Polri. Kasus ini bukan sekadar masalah pemecatan, melainkan potret kegagalan sistem dalam melindungi dan menghadirkan keadilan bagi anggota yang terzalimi di institusi tersebut. Kepada anggotanya saja Polri gagal memberikan keadilan, bagaimana mungkin rakyat berharap mendapatkan keadilan dari institusi yang dibiayai ratusan triliyun uang rakyat itu?
Perselingkuhan suami Rusmini yang juga adalah anggota Polri, AKP Edy Arhansyah, dengan seorang wanita belasan tahun lalu seharusnya diproses sesuai ketentuan dan peraturan di internal Polri, bukan justru dijadikan pintu gerbang melakukan penzaliman dan pembungkaman terhadap sang Polisi Wanita itu. Namun faktanya, pelaporan Rusmini atas perilaku bejat suaminya ke pimpinan Polri justru dimanfaatkan sebagai alibi untuk menindas dan menyingkirkan Polwan dua anak ini.
Dari penuturan Aiptu Rusmini, tragedi menyedihkan yang menimpa dirinya bermula dari perselingkuhan AKP Edy Arhansyah dengan seorang wanita yang merupakan guru anaknya sendiri. Perselingkuhan suaminya itu dilaporkan ke Bidang Propam Polda Lampung dengan harapan suaminya ini diproses sesuai koridor hukum dan kode etik yang berlaku di internal institusi yang dijuluki wereng coklat itu.
Meskipun fakta perselingkuhan ini tidak diragukan, namun ternyata harapan Rusmini bertolak belakang dengan kenyataan. Malahan, yang terjadi selanjutnya sang polisi bejat AKP Edy Arhansyah yang kini bertugas di Polda Metro Jaya membangun konspirasi dengan sesama kolega polisi di Polda Lampung untuk memenjarakan istrinya. Tidak berhenti sampai di situ, Edy Arhansyah juga mengupayakan pemberhentian ibu dari anak-anaknya itu dari Polri melalui kerjasama busuk dengan koleganya di Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Lampung.
Akhirnya, Aiptu Rusmini yang telah mengabdikan diri belasan tahun di institusi Polri harus menjalani kurungan penjara selama delapan bulan dan dipecat dari Polri dengan alasan yang kabur dan finah keji suaminya sendiri. Sebuah fenomena hukum yang mencerminkan betapa bobroknya mentalitas oknum polisi Edy Arhansyah, sekaligus buruknya sistem penegakkan hukum di institusi yang kini juga dikenal sebagai parta coklat itu.
Ternyata, penderitaan Rusmini yang harus menanggung biaya hidup kedua anaknya yang ditinggal begitu saja oleh polisi bejat Edy Arhansyah, tidak berakhir sampai di situ saja. Belakangan Rusmini menemukan fakta bahwa gajinya selama delapan tahun diduga kuat digelapkan oleh oknum-oknum polisi di Polres Lampung Selatan, sejak dia dinyatakan dipecat di tahun 2016 lalu. Rusmini baru mengetahui hal itu ketika dia meminta Surat Keterangan Pemberhentian Gajinya dari Kantor Perbendaharaan Negara di Lampung awal tahun 2023 lalu. Dari sana dia mengetahui bahwa selama lebih dari 8 tahun gaji anggota polisi atas nama Aiptu Rusmini masih dikeluarkan dari kas negara, diterima bendahara Polres Lampung Selatan tetapi tidak dibayarkan kepada Rusmini.
Ironisnya, laporan Rusmini terhadap perilaku bejat AKP Edy Arhansyah dan para polisi yang terlibat menzoliminya tidak kunjung membuahkan hasil. Walaupun Rusmini sudah bolak-balik menyampaikan laporan ke Mabes Polri, Polda Lampung, dan Kompolnas, namun dia seakan membentur tembok besar china. Keadilan tidak berpihak kepadanya.
Ketidakjelasan dan lambannya proses hukum menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakpedulian pimpinan Polri dalam menangani kasus ini. Sistem yang seharusnya melindungi anggota justru menjadi alat untuk menzalimi mereka. Mentalitas korup dan ketidakmampuan pimpinan Polri dalam menindaklanjuti laporan Rusmini menjadi penyebab utama kegagalan menghadirkan keadilan.
Ketidakjelasan dan ketidakadilan dalam proses hukum yang dilalui Rusmini mengisyaratkan adanya intervensi pihak-pihak tertentu. Apakah ada upaya menutupi kesalahan oknum-oknum tersebut? Atau apakah memang ada sistem yang sengaja dirancang untuk melindungi para oknum polisi bejat laku, para oknum polisi korup dan penyalahguna wewenang? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab secara transparan dan akuntabel oleh pimpinan Polri.
Kasus Aiptu Rusmini bukan sekadar masalah pribadi, melainkan cerminan dari masalah yang lebih besar di dalam tubuh Polri. Sistem yang tidak adil, mentalitas korup, dan ketidakmampuan pimpinan dalam menegakkan hukum dengan benar menjadi faktor kunci yang memperburuk kondisi ini. Institusi Polri perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mentalitas anggotanya.
Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mencegah kasus serupa terulang di masa depan antara lain adanya penguatan sistem pengawasan dan transparansi. Sistem pengawasan yang lebih ketat dan terbuka perlu diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan penggelapan gaji anggota/karyawan.
Selain itu, juga diperlukan peningkatan kualitas pendidikan mental dan moral yang baik bagi seluruh anggota Polri. Pendidikan dan pelatihan yang komprehensif perlu diberikan kepada anggota Polri untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme. Tidak kalah pentingnya, penegakan hukum yang tegas dan konsisten harus diutamakan. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang mutlak diperlukan, termasuk terhadap mereka yang berperilaku amoral seperti oknum suami Rusmini, AKP Edy Arhansyah, yang kini bertugas di unit Polairud Polda Metro Jaya.
Dukungan dan perlindungan bagi anggota Polri yang terzalimi semestinya menjadi atensi prioritas bagi Kapolri. Institusi Polri perlu memberikan dukungan dan perlindungan bagi anggota yang terzalimi, yang melaporkan kasus-kasus penyalahgunaan wewenang dan oknum polisi kriminal oleh sesama anggota Polri sebagaimana yang dialami Aiptu Rusmini.
Kini, Rusmini mencoba peruntungan mendapatkan keadilan dengan mendatangi Posko Pengaduan Lapor Mas Wapres di Istana Wakil Presiden awal November 2024 lalu. Laporan pengaduan masyarakat yang disampaikan Polwan itu khabarnya telah direspon oleh Tim Penanganan Lapdumas yang dibentuk oleh Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia.
Dalam pernyataannya beberapa waktu lalu, Wilson Lalengke mengharapkan agar kasus penzoliman Aiptu Rusmini oleh lembaganya sendiri harus segera diselesaikan. “Kasus Aiptu Rusmini menjadi catatan dan penilaian buruk rakyat terhadap institusi Polri. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan kasus ini bukan hanya merugikan Rusmini, tetapi juga merusak citra dan kredibilitas institusi Polri di mata masyarakat. Oleh sebab itu, sangat penting bagi Polri untuk segera menyelesaikan kasus tersebut serta melakukan perubahan sistemik dan memperbaiki mentalitas anggotanya agar kasus serupa tidak terulang kembali,” tegas tokoh pers nasional yang dikenal gigih memperjuangan warga yang tertindas di berbagai tempat itu.
Semoga kasus ini menjadi momentum bagi Polri untuk mereformasi diri dan menegakkan keadilan bagi semua anggotanya. Keadilan bagi Rusmini, adalah keadilan bagi institusi Polri itu sendiri. (TIM/Red)

Hukum
Setahun Mandek Laporan Polda Bali, Kasus Penipuan Tanah Rp1,85 M di Badung Tuai Sorotan

DENPASAR – Kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp1,85 miliar di wilayah Mengwi, Badung, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti sejak dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Bali lebih dari setahun lalu. Lambannya penanganan perkara ini memicu sorotan dari publik dan tim kuasa hukum korban.
Korban, seorang agen properti bernama Liana, membeli sebidang tanah seluas 3,3 are di Desa Tumbak Bayuh dari pria berinisial FH pada 2022. Transaksi dilakukan secara resmi melalui notaris berinisial IFF, lengkap dengan akta jual beli (AJB). Namun belakangan terungkap, tanah tersebut telah lebih dahulu dijual kepada pihak lain.
Merasa dirugikan, Liana melaporkan FH ke Polda Bali pada Maret 2024. Sayangnya, hingga kini proses hukum masih jalan di tempat. Salah satu kuasa hukum korban, Benny Wullur, menyayangkan lambatnya penanganan perkara ini.
“Kami pernah menangani kasus serupa yang bisa cepat selesai. Tapi ini sudah lebih dari setahun, belum ada kejelasan,” ujar Benny saat ditemui di Denpasar, Rabu (30/4/2025). Ia menambahkan, kliennya mengalami kerugian tidak hanya secara materiil, tetapi juga psikologis karena gagal memiliki rumah dan masih harus mengontrak hingga saat ini.
Kuasa hukum lainnya, I Putu Harry Suandana Putra, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan, dan kliennya juga telah menjalani pemeriksaan beberapa kali. Namun, ia menilai penyelidikan berjalan lambat dengan alasan klasik.
“Katanya terlapor belum ditemukan, padahal kami sudah memberikan petunjuk keberadaan FH di Jakarta,” jelas Harry. Ia juga menyoroti isi tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima, yang dinilai hanya normatif dan tidak menyentuh pokok perkara.
Saat mereka menemui Kanit 1 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Bali, Kompol I Nyoman Widiarsana, pihaknya diberi informasi bahwa gelar perkara sedang dijadwalkan untuk menentukan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.
Kasus ini kini menjadi sorotan publik, mencerminkan lambannya proses hukum meskipun bukti awal telah dimiliki penyidik. Tim kuasa hukum berharap ada atensi khusus dari Kapolri, Propam, dan pimpinan Polda Bali untuk segera menuntaskan perkara ini secara adil. (Ray)
Hukum
MK Putuskan Pasal Penghinaan di UU ITE Tak Bisa Dipakai Pemerintah dan Korporasi

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ketentuan pidana penghinaan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku bagi lembaga pemerintah, korporasi, institusi, kelompok masyarakat, maupun profesi atau jabatan tertentu.
Dalam pembacaan putusan perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, Selasa (29/4/2025), Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE hanya berlaku bagi individu atau perseorangan. Dengan demikian, pasal tersebut tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang dianggap mencemarkan nama baik lembaga atau kelompok.
“Frasa ‘orang lain’ dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai individu atau perseorangan,” ujar Suhartoyo.
MK juga menilai bahwa penyebaran informasi yang bersifat hasutan atau menimbulkan permusuhan hanya dapat dijerat hukum jika secara substansial mengandung unsur kebencian berbasis identitas tertentu, dilakukan secara terbuka, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pendapatnya memperjelas bahwa korban pencemaran nama baik yang dimaksud dalam Pasal 27A adalah individu, bukan lembaga. Namun, lembaga atau korporasi tetap bisa menempuh jalur hukum perdata jika merasa dirugikan.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, warga Jepara, Jawa Tengah, yang menggugat empat pasal dalam UU ITE: Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat (2). (Tim)
Hukum
Sengketa Lahan di Denpasar Memanas, Polisi Turun Tangan Amankan Pengukuran BPN

DENPASAR – Ratusan anggota kepolisian dari berbagai unit diterjunkan untuk mengantisipasi perlawanan dari pihak yang melaporkan persoalan pengerusakan yang kini ditangani kepolisian polresta Denpasar.
Pengukuran lahan ini terletak di wilayah premium di Kota Denpasar, yakni Jalan Badak Agung Utara, Sumerta Klod, Denpasar Timur, pada Selasa (29/4/2025). Ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas patok – patok kepemilikan Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang.
Berdasarkan keterangan Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Nyoman Wiranata dirinya mengatakan kegiatan ini untuk membantu penyelidikan yang sedang berlangsung.
“Kami hanya mengantisipasi bila ada miskomunikasi”
Ia juga menjelaskan bahwa dirinya atas permohonan bantuan yang dilakukan atas permintaan Satreskrim Polresta Denpasar, dalam menangani kasus pelaporan pengerusakan terhadap tembok yang didirikan oleh pemilik SHM.
“Kita mengerahkan kurang lebih 219 personel yang terdiri dari 60 Brimob, 62 dari Samapta Polda Bali dan 97 personel Polresta, ” Ungkapnya.
Menanyakan langsung kepada pihak kuasa hukum pemegang SHM I Dewa Gede Wiswaha Nida, yang merupakan kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang, mengatakan,
“Pengukuran ini bukan sekadar formalitas. Kami ingin pastikan batas tanah yang diduga dirusak memang berada dalam SHM klien kami, ” terangnya.
Nyoman Liang merupakan pemilik sah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1565 atas lahan tersebut. SHM ini diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Denpasar pada 5 Januari 2024. Namun, hingga kini, kliennya belum dapat memanfaatkan tanah itu karena klaim dari pihak lain.
“Klien kami pemilik sah dari SHM tersebut dan sampai saat ini belum ada keputusan inkracht terhadap pembatalan sertifikat tersebut, ” Ujarnya menambahkan.
I Made Suryawan selau petugas pengukur dari ATR/BPN, kegiatan ini adalah permohonan dari pihak kepolisian untuk bahan penyidikan.
“Kami hanya ambil data di lapangan, tidak ada kepentingan pemecahan atau penetapan batas”
Berlanjut kepada pihak terlapor yang mengklaim sebagai ahli waris, I Wayan Jayadi Putra selaku kuasa hukum menyatakan akan menghormati proses hukum yang ada.
“Kami dukung pengukuran ini, tapi jika hasilnya digunakan di luar kepentingan penyidikan, tentu kami akan ambil langkah hukum,” tandas Jayadi.
Putra dari AA Ngurah Mayun, Anak Agung Ngurah Bagus Wirananta alias Turah Bagus, menambahkan bahwa ia tidak setuju bila ada upaya pengalihan hak kepemilikan lahan.
Perlu diketahui bahwa dari pemberitaan sebelumnya, sengketa ini bermula sejak upaya Nyoman Liang memasang papan plang pada Januari lalu berujung konflik. Bahkan, tembok yang sempat dibangun kemudian dirusak oleh pihak tak dikenal, hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar.
Kini, dengan adanya data resmi dari BPN, kuasa hukum berharap proses hukum berjalan lebih objektif.
“Semoga ini menjadi bukti penting bagi penyidik dalam menentukan langkah selanjutnya,” tutup Dewa Nida. (Ray/tim)
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah5 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City