Connect with us

Pendidikan

Kapendam IX/UDY, Joni Pemanjat Tiang Bendera Menjadi Bintara TNI AD

Published

on


Denpasar – Yohanes Ande Kalla atau Joni, yang sempat viral pada HUT RI ke-73 tahun 2018 karena aksi heroiknya memanjat tiang bendera, kini lulus seleksi calon Bintara TNI AD. Meski awalnya dinyatakan tidak memenuhi karena syarat tinggi badan, akan tetapi Joni mendapat kesempatan mengikuti rangkaian tes untuk digali potensi-potensi spesifik lainnya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) IX/Udayana Kolonel Inf Agung Udayana, S.E., M.M., dalam keterangannya pada Rabu (25/9/2024), menyampaikan bahwa Joni telah mengikuti seluruh rangkaian seleksi Bintara TNI AD dan di masukkan dalam kategori seleksi Keahlian khusus.

“Karena kesungguhan dan semangatnya mengikuti serangkaian tes, didukung bimbingan para pelatih dengan memanfaatkan waktu yang ada, akhirnya dia sampai di Tingkat Pusat dan dinyatakan lulus dalam penerimaan Bintara PK TNI AD Reguler kategori Keahlian Tahun 2024 di Bandung,” ungkap Agung Udayana.

Disampaikannya lebih lanjut, bahwa keberhasilan Joni tersebut merupakan hasil dari kerja keras dan kesungguhannya dalam meraih cita-cita. Joni akan melaksanakan Pendidikan di Rindam IX/Udayana sesuai dengan Asal daerah pendaftarannya dan bergabung dengan Calon Bintara PK Reguler lainnya yang telah dinyatakan lulus seleksi.

“Nanti sesuai dengan Jadwal Pelaksanaan Penerimaan Calon Bintara TNI AD, Joni bersama 218 orang rekan lainnya akan melaksanakan Upacara Pembukaan Pendidikan Bintara PK TNI AD TA. 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 September 2024 di Rindam IX/Udy selama 5 bulan, dilanjutkan pendidikan kejuruan selama 3 Bulan,” demikian pungkasnya.

Joni yang sempat diundang Presiden ke Istana Kepresidenan bersama kedua orang tuanya tersebut kini akan menjadi seorang abdi negara sesuai dengan permintaannya kepada Presiden RI saat itu. Dengan segala penilaian dan pertimbangan yang dilakukan oleh panitia seleksi, pada akhirnya Joni berhasil lulus untuk mengikuti Pendidikan Bintara TNI AD TA. 2024. (Pendam IX/Udy)


Pendidikan

Meningkatkan Kualitas Jurnalistik, LSPR Bali Gelar Pelatihan Verifikasi Fakta untuk Media

Published

on

By

DENPASAR – Dalam menghadapi tantangan penyebaran hoax dan berita palsu yang semakin marak di era digital, lembaga pendidikan London School of Public Relations (LSPR) Bali mengadakan Journalism Short Courses Sesi 3 dengan tema “Strategi Identifikasi Hoax: Verifikasi Fakta dalam Era Informasi Digital”, bertempat di kampus LSPR, Jl. Raya Puputan no 140, Renon, Denpasar, Jum’at (18/10/2024)

Acara ini dihadiri oleh 30 peserta dari kalangan berbagai media yang ada di Bali, menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap pentingnya pelatihan ini.

Pelatihan ini bertujuan untuk membekali jurnalis dengan metode terbaru dalam menelusuri dan memverifikasi sumber informasi, sehingga berita yang disampaikan kepada masyarakat dapat dipertanggungjawabkan.

Diah Desvi Arina, M.I.Kom, yang merupakan dosen LSPR dan konsultan media, menjadi narasumber dalam sesi ini. Dalam materinya, ia menekankan pentingnya proses verifikasi yang ketat terhadap setiap informasi yang dipublikasikan, baik dari segi sumber, konten, maupun media visual.

“Kecepatan memang menjadi kekuatan utama di era digital, namun tanpa ketepatan, berita yang kita sebarkan bisa berisiko menjadi misinformasi,” ujar Ms. Diah.

Ia menekankan bahwa jurnalis modern harus memiliki keterampilan untuk melakukan verifikasi cepat dan akurat agar tetap bersaing tanpa mengorbankan kredibilitas. Kolaborasi antara media, masyarakat, dan pemerintah juga diidentifikasi sebagai kunci sukses dalam melawan hoax.

Salah satu peserta, Ray dari Gatra Dewata Group, mengungkapkan apresiasinya terhadap inisiatif LSPR.

“Terima kasih LSPR, kami berharap banyak mendapatkan kolaborasi seperti ini di masa mendatang. Pengalaman lapangan yang dikaji dengan analisa akademis tentu akan meningkatkan kemampuan kami di lapangan,” kata Ray.

“Saya berharap LSPR dapat terus bergerak bersama kami kedepannya dalam mengedukasi masyarakat luas tentang pencegahan penyebaran berita hoax dan peran etika komunikasi dalam dunia digital yang semakin besar ini,” tambahnya

Dengan pelatihan ini, diharapkan media Bali dapat menjadi contoh dan garda terdepan dalam menghadapi tantangan di era digital, sambil tetap menjunjung tinggi nilai-nilai akurasi dan integritas dalam setiap berita yang disampaikan. (*)

Continue Reading

Pendidikan

Filosofi Pohon Bambu, Spirit Kebersamaan Mengabdi dan Melayani Prof. Ir. I Ketut Sudarsana

Published

on

By

Oleh : Ngurah Sigit.

 

BALI – Pohon bambu adalah salah satu simbol alam yang kaya akan makna dan nilai-nilai kehidupan. Ia tumbuh dalam rumpun, berdiri kokoh bersama, dengan akar yang saling berjalin, menopang satu sama lain. Ketika angin kencang datang, bambu tidak patah. Ia hanya melentur, mengikuti hembusan angin, dan kembali tegak saat badai berlalu. Filosofi sederhana namun mendalam inilah yang menggambarkan spirit kebersamaan, pengabdian, dan keteguhan yang tercermin dalam sosok Prof. Ir. I Ketut Sudarsana.

Sebagai seorang akademisi, insinyur, dan tokoh yang telah mengabdikan hidupnya dalam bidang pendidikan serta pelayanan masyarakat, Prof. Sudarsana hidup dengan filosofi pohon bambu yang begitu erat tertanam dalam dirinya. Ia percaya bahwa keberhasilan sejati tidak dapat dicapai seorang diri. Seperti rumpun bambu yang selalu tumbuh bersama, ia selalu menekankan pentingnya kerjasama, kebersamaan, dan solidaritas dalam setiap aspek kehidupan, baik itu di dunia akademik maupun dalam pengabdian masyarakat. Ketika ia mengajar, Prof. Sudarsana tidak hanya membagikan pengetahuan, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan. Ia menanamkan dalam diri para mahasiswa dan rekan-rekannya bahwa kontribusi individu harus selalu terhubung dengan tujuan bersama. Dalam kebersamaan, setiap orang bisa menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih mampu menghadapi tantangan.

Kisah hidupnya tidaklah selalu mulus. Seperti halnya bambu yang harus menghadapi angin kencang, Prof. Sudarsana juga menghadapi banyak rintangan dalam perjalanan kariernya. Namun, ia adalah sosok yang fleksibel, seperti batang bambu yang melentur tanpa patah. Setiap tantangan, baik dalam bidang pendidikan maupun teknik, ia hadapi dengan sikap yang tegar namun lentur. Fleksibilitasnya tidak berarti kelemahan, tetapi justru menjadi kekuatannya. Ia mampu beradaptasi dengan perubahan dan dinamika zaman, baik dalam teknologi maupun kebijakan, tanpa kehilangan integritas dan tujuan awalnya: mengabdi untuk kepentingan orang banyak.

Di balik semua itu, ada satu hal yang sangat menonjol dalam dirinya: pengabdian yang tulus. Prof. Sudarsana tidak hanya membatasi pengabdiannya di ruang kelas atau kantor. Seperti bambu yang setiap bagiannya dapat dimanfaatkan, ia selalu berupaya memberikan kontribusi nyata dalam berbagai aspek kehidupan. Dari pengembangan teknologi tepat guna hingga pelatihan sumber daya manusia, ia turun langsung ke lapangan, memberikan solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Filosofi bambu yang serba guna dan penuh manfaat menjadi cerminan hidupnya. Ia tidak hanya memberi ilmu, tetapi juga memberi manfaat yang lebih luas untuk kemajuan bangsa.

Dalam setiap langkah hidupnya, Prof. Sudarsana menunjukkan bahwa filosofi pohon bambu bukan hanya sekadar metafora, tetapi sebuah prinsip hidup. Spirit kebersamaan, keteguhan, fleksibilitas, dan pengabdian telah menjadi dasar dari setiap tindakan dan keputusannya. Baginya, hidup bukan hanya soal pencapaian pribadi, tetapi bagaimana kita bisa berkontribusi bagi orang lain, bagi lingkungan, dan bagi bangsa.

Di dunia yang semakin penuh dengan tantangan ini, nilai-nilai yang dihidupi oleh Prof. Sudarsana menjadi relevan dan sangat penting. Ia mengingatkan kita bahwa, seperti rumpun bambu, kita akan lebih kuat jika kita saling mendukung, saling menopang, dan bersama-sama menghadapi badai kehidupan. Pengabdiannya dalam pendidikan, penelitian, dan pelayanan masyarakat adalah teladan nyata tentang bagaimana seseorang dapat berbuat banyak untuk orang lain tanpa mengorbankan prinsip-prinsip integritas dan ketulusan. Seperti pohon bambu yang tetap tegak setelah badai, Prof. Sudarsana mengajarkan bahwa keteguhan hati, kesabaran, dan kebersamaan adalah kunci untuk menghadapi segala tantangan dalam hidup.

Filosofi pohon bambu yang selalu tumbuh bersama, saling menguatkan, dan penuh manfaat adalah esensi dari dedikasi Prof. Ir. I Ketut Sudarsana. Melalui setiap tindakan, ia telah menjadi simbol nyata dari bagaimana kebersamaan, pengabdian, dan pelayanan yang tulus dapat membawa perubahan besar bagi kehidupan banyak orang. Bagi beliau, melayani dan mengabdi bukan sekadar tugas, melainkan panggilan hidup yang dilakoni dengan sepenuh hati, seperti bambu yang memberikan manfaat tanpa pamrih, dan tetap kokoh di tengah segala rintangan.

 

Penulis Adalah : Sosiolog, Budayawan dan Pemerhati Media.

Continue Reading

News

Berdayakan Potensi Di Dunia Musik, Wahyu Panca Wati Gunakan Metode Unik Bagi Tunanetra

Published

on

By

R Wahyu Panca Wati, S.Pd, M.Th, saat mengajar didepan para muridnya yang tunanetra.

DENPASAR – Kepedulian seorang R.Wahyu Panca Wati, S.Pd.M.Th, terhadap perkembangan dunia musik di Bali sangat besar. Sebagai pemilik sekaligus guru di Sanggar Musik Inklusi Waktra, dirinya juga memberikan pelatihan bagi para guru musik yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan (tunanetra).

Para siswa tunanetra yang mengikuti pembelajaran musik di ruang kelas Pusat Layanan Disabilitas Dinas Sosial Kota Denpasar

Disini ada hal yang unik, dimana dirinya mengajarkan pengetahuan tentang Teori Dasar Musik yang benar bagi guru-guru musik yang tidak bisa melihat, sebagai bekal ilmu bagi mereka untuk mengajarkan kepada para muridnya yang bisa melihat.

“Hal ini membuat saya terpicu dan terpacu untuk berbuat sesuatu sehingga bisa mengajarkan ilmu musik yang bisa memudahkan bagi mereka dengan segala keterbatasannya, dengan metode yang bisa dipahami bagi teman tunanetra kita ini,” ujar wanita kelahiran Cimahi ini.

Selama ini dirinya merasa terpanggil melihat banyaknya para penyandang disabilitas netra ini yang memiliki potensi besar di dunia musik baik sebagai penyanyi, pemain musik, arranger, dan juga sebagai guru musik.

“Saya ingin memberdayakan potensi mereka, agar bisa berkembang sehingga bisa mandiri finansial untuk kehidupan mereka yang lebih baik,” ungkap Wahyu

R Wahyu Panca Wati saat mengajar didepan para muridnya yang tunanetra di Pusat Layanan Disabilitas Dinas Sosial Kota Denpasar

I Nyoman Bawa, salah satu peserta pelatihan mengungkapkan kegembiraannya bisa mengikuti pelatihan ini, karena nantinya profesi sebagai guru musik menjadi salah satu alternatif selain profesi sebagai massage therapist.

“Harapan saya semakin banyak pihak yang mau memberi ruang yang lebih luas bagi para sahabat tunanetra untuk berkarya di tengah masyarakat,” ujar Nyoman Bawa.

Semua ini berawal dari keresahan seorang guru musik penyandang disabilitas ganda, tunanetra dan penurunan daya pendengaran, Wiguna Maha Yasa, pendiri dan pengajar di Sunar Sanggita Musik, yang ingin mendapatkan bekal pengetahuan ilmu musik yang baik dan benar sebagai seorang pengajar.

Saat itu Wiguna menyampaikan permintaan ini kepada mantan Walikota Denpasar, IB Rai Dharmawijaya Mantra,  yang mendapatkan respon baik dengan mengarahkan ke Kepala Dinas Sosial Kota Denpasar, I Gusti Ayu Laxmy Saraswaty, S.S., M.Hum dan kemudian difasilitasi dengan baik oleh Pusat Layanan Disabilitas Dinas Sosial Kota Denpasar.

“Wiguna ini adalah seorang guru musik yang luar biasa, dia memiliki keterbatasan penglihatan dan pendengaran, tetapi memiliki kemampuan bermusik dan bisa mengajar musik ke murid-murid yang memiliki panca indra normal.
Ini menjadi tantangan saya, karena harus bisa menyampaikan materi dengan metode yang tepat agar bisa diterima dan mudah dipahami oleh sahabat-sahabat saya ini,” ucap Wahyu.

Dengan di fasilitasi ruang kelas serta alat musik yang baik oleh Pusat Layanan Disabilitas Dinas Sosial Kota Denpasar, Wahyu mulai menyusun program pelatihan musik untuk tiga bulan pertama, yang mencakup ilmu tentang pedagogi musik, sejarah musik, teori perkembangan anak, sosiologi musik, praktek bermain musik bersama, teori dasar musik yang di dalamnya ada materi membaca notasi balok.

Metode membaca notasi musik balok dengan cara sentuhan yang dikembangkan oleh R Wahyu Panca Wati.

“Saat ini kita menggunakan metode membaca notasi musik balok dengan cara metode sentuhan bagi para tunanetra, untuk mereka pergunakan sebagai tambahan pengetahuan agar bisa mempelajari karya musik internasional dan untuk memberikan pelajaran musik bagi murid-muridnya yang normal,” terang Wahyu.

Harapannya kedepan ada keterlibatan pemerintah untuk membuat sebuah model sertifikasi khusus terhadap para guru musik yang memiliki keterbatasan fisik.

“Dengan adanya ujian sertifikasi ini, akan menguatkan eksistensi mereka di dunia pelatihan musik yang diakui oleh negara.
Ini akan menjadi suatu kebanggaan dan memilki nilai kompetensi yang tinggi terhadap kemampuan mereka,” pungkas pemilik Sanggar Musik Inklusi Waktra ini. (E’Brv)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku