Connect with us

Hukum

Dua Tahun Terpisah, Paul Lawan Mantan Istri yang Sembunyikan Putri Kembar dan Melanggar Hak Asuh

Published

on


BADUNG – Paul Lioniel La Fontaine, seorang warga negara Australia, telah menjalani dua tahun kehidupan penuh duka, kerinduan, dan perjuangan hukum demi kedua putri kembarnya, ISL dan SNA, yang kini berusia enam tahun. Sejak 26 Agustus 2022, anak-anaknya diduga disembunyikan oleh mantan istrinya, Adinda Viraya Paramitha, di sebuah rumah rahasia, dimana hal ini telah melanggar putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang telah menetapkan hak asuh bersama.

“Dunia saya runtuh ketika mereka dipisahkan dari saya. Setiap malam saya memikirkan senyum mereka, suara tawa mereka. Tapi selama dua tahun ini, saya hanya menghadapi dinding penolakan dan ancaman,” kata Paul dengan suara bergetar.

Paul La Fontaine didampingi kuasa hukumnya, Devara K Budiman, saat menceritakan permasalahan yang mendera hidupnya

“Anak-anak saya direnggut dari saya di usia yang sangat muda, ketika mereka masih membutuhkan figur ayah untuk membentuk karakter dan rasa aman mereka,” kata Paul.

Ia mengkhawatirkan dampak dari apa yang disebutnya sebagai parental alienation atau “perampasan ayah” terhadap dua anak perempuannya.

Paul yakin, hubungan yang sehat antara anak dan kedua orang tua adalah fondasi penting bagi perkembangan emosional mereka. Namun, isolasi yang dialami kedua putri kembarnya tanpa kasih sayang ayah mereka, membuat dirinya takut bahwa mereka akan tumbuh dengan trauma mendalam.

“Mereka direbut dari saya tanpa alasan. Anak-anak ini perlu tahu bahwa mereka dicintai oleh kedua orang tua kandungnya, bukan hanya oleh satu pihak,” ujarnya.

Baru-baru ini Paul telah mengalami serangan fisik yang brutal ketika mencoba merayakan ulang tahun keenam kedua anaknya pada 10 September 2024 lalu.

Saat itu, ia mendekati sebuah rumah di Perumahan Puri Bunga, Kutuh, Kuta Selatan, tempat kedua anaknya disembunyikan, tetapi dirinya diserang oleh beberapa orang yang diduga sebagai pengawal pribadi Adinda. Dengan luka parah di kepala, termasuk cedera serius di mata kiri, ia tetap tak menyerah dalam perjuangannya untuk bertemu kedua putri kembarnya.

Paul menunjukkan bukti visum atas penganiayaan yang dialaminya

Paul menggambarkan rumah tempat anak-anaknya ditahan sebagai “penjara” dimana berupa bangunan tinggi tanpa jendela, dikelilingi dinding lima meter dengan pecahan kaca di atasnya.

“Kedua putri saya saat ini tidak mengenal saya lagi sebagai ayah kandung mereka. Mantan istri saya telah menghapus ingatan mereka tentang saya,” ungkap Paul, menahan tangis.

Menguatkan kekhawatiran Paul terhadap kondisi anak-anak, seorang mantan pengasuh mereka, mengungkapkan bahwa anak-anak tersebut jarang keluar rumah, tidak bersekolah formal, dan hidup dalam ketakutan.

“Saat itu saya melihat anak-anak takut pada suami baru Adinda. Mereka tidak memanggilnya dady atau papa. Saya mendapat info kalau anak kembar itu bukan anaknya, melainkan anak dari Paul, mantan suami Adinda,” cerita Eva, mantan pengasuh mereka

“Mereka tidak berani bersuara keras saat bermain. Kalau berisik, saya disuruh Adinda membawa mereka ke kamar agar tidak mengganggu suaminya,” ungkap wanita yang pernah mengasuh disana selama sembilan bulan

“Untuk sekolah mereka, ada guru privat yang datang setiap hari Selasa sama Sabtu, seminggu dua kali. Kondisi anak-anak itu ya kayak tertekan gitu,” tambahnya

Dirinya melihat keterbatasan mereka pada kehidupan dirumah yang minim interaksi dan diisolasi dari dunia luar menjadikan kehidupan si kembar jauh dari bahagia.

“Anak-anak itu hanya benar-benar senang saat bermain dengan teman sebaya, sesuatu yang sangat jarang terjadi,” pungkasnya.

Rumah tempat kedua putrinya tinggal

Menurut Paul, mantan istrinya ini diduga menggunakan anak-anak sebagai alat pemerasan untuk meminta uang dan aset miliknya, dengan ancaman bahwa ia tidak akan pernah melihat anak-anaknya lagi.

Dirinya menunjukkan pesan elektronik dari Adinda berbunyi, “Berikan semua uang dan aset atau lupakan untuk melihat anak-anak.”

Di tengah perjuangannya yang panjang, ia menyerukan kepada Kapolda Bali, Irjen Pol. Daniel Adityajaya, untuk bertindak demi menegakkan keadilan bagi dirinya dan kedua putrinya.

“Saya mohon, kembalikan anak-anak saya. Mereka berhak memiliki ayah kandung yang mencintai mereka,” pinta Paul, penuh harap.

Rekomendasi dari lembaga seperti KPAI dan Kementerian Hak Asasi Manusia yang menyatakan agar hak asuh bersama (joint custody) diterapkan, telah diabaikan begitu saja oleh Adinda. Paul hanya bisa berharap pada penegakan hukum yang tegas dari otoritas penegak hukum di Bali.

Pada Natal tahun ini dirinya berharap dapat merayakan kebersamaan dengan putri kembarnya. Ia bertekad untuk terus memperjuangkan hak mereka, hak untuk dicintai dan menjalani kehidupan normal bersama ayah kandung mereka.

“Semua yang saya inginkan adalah bisa memeluk putri saya, menyanyikan lagu Natal bersama mereka, menghias pohon, dan melihat mereka tersenyum seperti dulu,” ujar Paul dengan air mata berlinang.

Upaya dari tim media menghubungi pihak Adinda untuk mendapatkan konfirmasi, belum mendapatkan hasil. (Tim)


Hukum

Setahun Mandek Laporan Polda Bali, Kasus Penipuan Tanah Rp1,85 M di Badung Tuai Sorotan

Published

on

By

Salah satu Kuasa Hukum Liana, Putu Harry Suandana Putra.

DENPASAR – Kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp1,85 miliar di wilayah Mengwi, Badung, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti sejak dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Bali lebih dari setahun lalu. Lambannya penanganan perkara ini memicu sorotan dari publik dan tim kuasa hukum korban.

Korban, seorang agen properti bernama Liana, membeli sebidang tanah seluas 3,3 are di Desa Tumbak Bayuh dari pria berinisial FH pada 2022. Transaksi dilakukan secara resmi melalui notaris berinisial IFF, lengkap dengan akta jual beli (AJB). Namun belakangan terungkap, tanah tersebut telah lebih dahulu dijual kepada pihak lain.

Merasa dirugikan, Liana melaporkan FH ke Polda Bali pada Maret 2024. Sayangnya, hingga kini proses hukum masih jalan di tempat. Salah satu kuasa hukum korban, Benny Wullur, menyayangkan lambatnya penanganan perkara ini.

“Kami pernah menangani kasus serupa yang bisa cepat selesai. Tapi ini sudah lebih dari setahun, belum ada kejelasan,” ujar Benny saat ditemui di Denpasar, Rabu (30/4/2025). Ia menambahkan, kliennya mengalami kerugian tidak hanya secara materiil, tetapi juga psikologis karena gagal memiliki rumah dan masih harus mengontrak hingga saat ini.

Kuasa hukum lainnya, I Putu Harry Suandana Putra, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh bukti yang diperlukan, dan kliennya juga telah menjalani pemeriksaan beberapa kali. Namun, ia menilai penyelidikan berjalan lambat dengan alasan klasik.

“Katanya terlapor belum ditemukan, padahal kami sudah memberikan petunjuk keberadaan FH di Jakarta,” jelas Harry. Ia juga menyoroti isi tiga kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima, yang dinilai hanya normatif dan tidak menyentuh pokok perkara.

Saat mereka menemui Kanit 1 Subdit 2 Ditreskrimum Polda Bali, Kompol I Nyoman Widiarsana, pihaknya diberi informasi bahwa gelar perkara sedang dijadwalkan untuk menentukan peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik, mencerminkan lambannya proses hukum meskipun bukti awal telah dimiliki penyidik. Tim kuasa hukum berharap ada atensi khusus dari Kapolri, Propam, dan pimpinan Polda Bali untuk segera menuntaskan perkara ini secara adil. (Ray)

Continue Reading

Hukum

MK Putuskan Pasal Penghinaan di UU ITE Tak Bisa Dipakai Pemerintah dan Korporasi

Published

on

By

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa ketentuan pidana penghinaan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak berlaku bagi lembaga pemerintah, korporasi, institusi, kelompok masyarakat, maupun profesi atau jabatan tertentu.

Dalam pembacaan putusan perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024, Selasa (29/4/2025), Ketua MK Suhartoyo menjelaskan bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE hanya berlaku bagi individu atau perseorangan. Dengan demikian, pasal tersebut tidak dapat digunakan untuk menjerat pelaku yang dianggap mencemarkan nama baik lembaga atau kelompok.

“Frasa ‘orang lain’ dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai individu atau perseorangan,” ujar Suhartoyo.

MK juga menilai bahwa penyebaran informasi yang bersifat hasutan atau menimbulkan permusuhan hanya dapat dijerat hukum jika secara substansial mengandung unsur kebencian berbasis identitas tertentu, dilakukan secara terbuka, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam pendapatnya memperjelas bahwa korban pencemaran nama baik yang dimaksud dalam Pasal 27A adalah individu, bukan lembaga. Namun, lembaga atau korporasi tetap bisa menempuh jalur hukum perdata jika merasa dirugikan.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan, warga Jepara, Jawa Tengah, yang menggugat empat pasal dalam UU ITE: Pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), Pasal 45 ayat (2), dan Pasal 28 ayat (2). (Tim)

Continue Reading

Hukum

Sengketa Lahan di Denpasar Memanas, Polisi Turun Tangan Amankan Pengukuran BPN

Published

on

By

Kerahkan ratusan personel jaga pengukiran tanah sengketa Badak Agung Renon.

DENPASAR – Ratusan anggota kepolisian dari berbagai unit diterjunkan untuk mengantisipasi perlawanan dari pihak yang melaporkan persoalan pengerusakan yang kini ditangani kepolisian polresta Denpasar.

Pengukuran lahan ini terletak di wilayah premium di Kota Denpasar, yakni Jalan Badak Agung Utara, Sumerta Klod, Denpasar Timur, pada Selasa (29/4/2025). Ini dilakukan untuk mengetahui secara jelas patok – patok kepemilikan Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang.

Berdasarkan keterangan Kabag Ops Polresta Denpasar, Kompol I Nyoman Wiranata dirinya mengatakan kegiatan ini untuk membantu penyelidikan yang sedang berlangsung.

“Kami hanya mengantisipasi bila ada miskomunikasi”

Ia juga menjelaskan bahwa dirinya atas permohonan bantuan yang dilakukan atas permintaan Satreskrim Polresta Denpasar, dalam menangani kasus pelaporan pengerusakan terhadap tembok yang didirikan oleh pemilik SHM.

“Kita mengerahkan kurang lebih 219 personel yang terdiri dari 60 Brimob, 62 dari Samapta Polda Bali dan 97 personel Polresta, ” Ungkapnya.

Menanyakan langsung kepada pihak kuasa hukum pemegang SHM I Dewa Gede Wiswaha Nida, yang merupakan kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika alias Nyoman Liang, mengatakan,

“Pengukuran ini bukan sekadar formalitas. Kami ingin pastikan batas tanah yang diduga dirusak memang berada dalam SHM klien kami, ” terangnya.

Nyoman Liang merupakan pemilik sah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1565 atas lahan tersebut. SHM ini diterbitkan oleh Kantor ATR/BPN Denpasar pada 5 Januari 2024. Namun, hingga kini, kliennya belum dapat memanfaatkan tanah itu karena klaim dari pihak lain.

“Klien kami pemilik sah dari SHM tersebut dan sampai saat ini belum ada keputusan inkracht terhadap pembatalan sertifikat tersebut, ” Ujarnya menambahkan.

I Made Suryawan selau petugas pengukur dari ATR/BPN, kegiatan ini adalah permohonan dari pihak kepolisian untuk bahan penyidikan.

“Kami hanya ambil data di lapangan, tidak ada kepentingan pemecahan atau penetapan batas”

Berlanjut kepada pihak terlapor yang mengklaim sebagai ahli waris, I Wayan Jayadi Putra selaku kuasa hukum menyatakan akan menghormati proses hukum yang ada.

“Kami dukung pengukuran ini, tapi jika hasilnya digunakan di luar kepentingan penyidikan, tentu kami akan ambil langkah hukum,” tandas Jayadi.

Putra dari AA Ngurah Mayun, Anak Agung Ngurah Bagus Wirananta alias Turah Bagus, menambahkan bahwa ia tidak setuju bila ada upaya pengalihan hak kepemilikan lahan.

Perlu diketahui bahwa dari pemberitaan sebelumnya, sengketa ini bermula sejak upaya Nyoman Liang memasang papan plang pada Januari lalu berujung konflik. Bahkan, tembok yang sempat dibangun kemudian dirusak oleh pihak tak dikenal, hingga kasus ini dilaporkan ke Polresta Denpasar.

Kini, dengan adanya data resmi dari BPN, kuasa hukum berharap proses hukum berjalan lebih objektif.

“Semoga ini menjadi bukti penting bagi penyidik dalam menentukan langkah selanjutnya,” tutup Dewa Nida. (Ray/tim)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku