Connect with us

Pariwisata dan Budaya

Bus Trans Metro Dewata Dikeluhkan Para Pelaku Usaha Transportasi Bali

Published

on

Para pemerhati transportasi pariwisata dan pelaku transportasi pariwisata berkumpul diskusi terkait keluhan keberadaan bus Trans Metro Dewata yang mengambil penumpang pariwisata

GATRA DEWATA | BALI |Kumpul dan diskusi bareng para pemerhati transportasi publik di Waroeng Royal Garage berlangsung sedikit hangat. Yang hadir disana adalah pelaku UMKM yang bergerak di bidang angkutan orang, terutamanya para ketua Koperasi yang mengayomi sopir freelance, baik Online, offline dan juga pangkalan. Sambil santap siang di Waroeng Royal Garage di jalan Tukad Yeh Aya No.142, Renon, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali 80239.

Mereka hampir mempunyai keluhan yang sama disebabkan adanya bus Trans Metro Dewata yang keberadaannya disinyalir mengambil penumpang pariwisata yang ada, dan trayeknya pun menyasar tempat-tempat pariwisata yang notabene adalah mata pencaharian dari mereka. Disana mereka juga menyatakan heran, tidak berisi penumpang dan gratis mengapa tetap saja berjalan, darimana pembiayaan bus tersebut.

Mendengar pemaparan I Nyoman Sudiarta, SE.,selaku pemerhati transportasi pariwisata yang juga merupakan ketua Persatuan Perusahaan Angkutan Pariwisata Bali (PAWIBA). Disana dirinya juga mengatakan apresiasinya terhadap perjuangan pemerintah daerah mendapatkan dana pemerintah pusat (APBN), tetapi ia juga menekankan jangan mengabaikan keberadaan dari UMKM atau pengusaha lokal yang bergerak di jasa angkutan transportasi.

“Apakah kita para pengusaha akan bersaing dengan pemerintah, atau pemerintah mau mengambil alih semuanya, “ungkapnya heran, Jumat (07/01/2022).

Ia menyayangkan yang awalnya moda tranportasi publik ini yang notabene untuk masyarakat malah masuk ke kantong-kantong pariwisata, seperti di Ubud, bandara Ngurah Rai, serta melalui daerah-daerah pariwisata, tentu ini merugikan daripada keberadaan usahawan lokal yang ada disekitarnya. Ia juga memperkuat wacana agar bus Trans Metro Dewata ini digunakan untuk mengangkut anak-anak sekolah.

“Karena saat ini bukannya dapat mengurai kemacetan tapi malah menambah kemacetan, karena 105 unit bus wara-wiri bahkan minim penumpang. Banyak juga dari bus stop menggunakan ruas jalan, yang berhenti sebentar di tengah jalan, ini menambah kemacetan juga, “ujar yang akrab di panggil Nyoman Gading ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Drs. I Wayan Suata, dirinya yang terkenal vokal bila menyangkut perut masyarakat banyak, terutama ribuan anggota dari Asosiasi Sopir Angkutan Pariwisata (ASAP) Bali. Menurutnya pemerintah pusat lagi bakar-bakar uang di daerah, tidak hanya itu bahkan dapat mematikan umkm yang tergabung dalam koperasi jasa angkutan.

“Mereka mengambil penumpang di airport, pangkalan Mengwi apalagi gratis. Wisatawan yang seharusnya memiliki modal untuk berbelanja lebih memilih Trans Metro Dewata, ini membunuh UMKM yang ada, katanya pemerintah mau membantu UMKM untuk bangkit, “sindirnya.

Ditanya soal keberadaan bus yang merupakan konsorsium operator ini, yang keberadaannya berguna untuk masyarakat kecil dan menengah, dirinya menjawab tidak berguna. Ia menceritakan dari pengamatannya bahwa bus tersebut tidak pernah penuh penumpang, dan juga mempertanyakan apakah tidak memiliki pool bus mengapa menggunakan fasilitas publik (umum), seperti terminal central parkir, Ubung, “bukankah itu menyalahi aturan, apalagi itu dikelola oleh PT. Satria Trans Jaya yang merupakan konsorsium swasta, “tekannya. (Ray)


Kebanggaan sebagai wartawan adalah selalu silahturahmi kepada semua pihak, tetap belajar dan selalu konfirmasi dalam pemberitaan yang adil dan berimbang.

Pariwisata dan Budaya

Investasi Ilegal WNA Rugikan Bali, Dr. Panudiana Kuhn Desak Penertiban Menyeluruh

Published

on

By

Dr. Panudiana Kuhn, Ketua Pembina Apindo Bali

DENPASAR — Fenomena pelanggaran hukum yang dilakukan warga negara asing (WNA) di sektor pariwisata Bali menuai sorotan tajam dari Dr. Panudiana Kuhn, Ketua Pembina Apindo Bali sekaligus pengusaha senior yang lama bergelut di industri lokal. Ia menilai praktik-praktik bisnis gelap yang kian marak bukan hanya menggerus pendapatan pajak daerah, tetapi juga mengancam kelangsungan usaha milik warga lokal.

Menurut Dr. Kuhn, modus operandi yang kerap terjadi adalah penyewaan vila oleh WNA yang kemudian kembali disewakan kepada sesama WNA secara diam-diam dari luar negeri, tanpa jejak administratif, tanpa izin usaha, dan tentu tanpa kontribusi pajak. Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa banyak transaksi jual beli properti dilakukan menggunakan mata uang asing dan dibayarkan di luar negeri—sebuah pelanggaran serius yang luput dari pantauan otoritas.

“Ironisnya, pemerintah Bali bahkan tidak memiliki data pasti soal jumlah vila yang disewakan tiap tahun, padahal pungutan keamanan dari pecalang terus berjalan,” ujarnya.

Ia menyerukan agar aparat pemerintah, mulai dari dinas hingga imigrasi dan kepolisian, tidak hanya menunggu laporan masyarakat, tetapi aktif melakukan inspeksi ke lapangan. Setiap usaha ilegal harus ditindak tegas—dengan jalan legalisasi melalui SIUP dan NPWP, atau penutupan permanen.

“Persaingan bisnis saat ini tidak sehat. Warga lokal terdesak oleh kekuatan modal asing yang tidak bermain sesuai aturan. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Kuhn juga menyoroti ketidakjelasan implementasi program Golden Visa 10 tahun yang memungkinkan WNA memiliki vila senilai miliaran rupiah serta hak pakai tanah hingga 80 tahun. Ia menilai regulasi yang longgar membuat konflik antara pemodal besar dan pemilik lokal semakin sering terjadi.

“Bila Bali ingin tetap menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dan adil, maka penegakan hukum terhadap bisnis ilegal WNA bukan lagi pilihan—melainkan kewajiban mendesak,” pungkasnya. (Ray)

Continue Reading

Pariwisata dan Budaya

Bayangan Gelap di Surga, Ketika Bali Kehilangan Pemasukan dari Pariwisata Ilegal

Published

on

By

BADUNG – Di balik citra glamor dan keindahan Pulau Dewata, terselip sebuah ironi yang menggerogoti perekonomian lokal. Banyak wisatawan asing datang ke Bali, namun tidak tercatat menginap di hotel atau vila resmi. Ternyata, sebagian besar dari mereka memilih akomodasi alternatif seperti vila pribadi atau rumah kos milik warga lokal yang belum memiliki izin operasional lengkap.

Tak hanya itu, marak pula praktik ilegal di mana Warga Negara Asing (WNA) menyewa vila secara daring dan menyewakannya kembali kepada kolega sesama WNA, bahkan sebelum mereka sendiri menempatinya. Aktivitas ini kerap terjadi di luar pengawasan pemerintah dan menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan.

Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, B.Sc., M.Par., mengungkapkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap properti-properti yang disewakan kepada orang asing, baik berupa vila, rumah pribadi, maupun bentuk akomodasi lainnya.

“Pernah terjadi kasus di Seminyak di mana seorang tamu asing tinggal melebihi masa izin tinggalnya hingga menyebabkan keributan besar, bahkan menewaskan seorang anggota polisi. Mirisnya, vila tersebut ternyata tidak memiliki izin legal,” ungkap Prof. Anom saat dihubungi, Sabtu (10/5/2025).

Ia juga menyoroti keberadaan guest house mewah dan rumah kos elite yang kerap luput dari pengawasan pajak. Meskipun dimiliki oleh warga lokal, bentuk bisnis ini tak terklasifikasi sebagai akomodasi resmi, sehingga pendapatannya tidak dikenakan pajak hotel dan restoran.

“Bayangkan satu kamar disewakan seharga Rp2–3 juta. Jika ada 10 kamar, bisa menghasilkan Rp30 juta tanpa perlu promosi. Semua langsung masuk ke kantong pribadi, sementara daerah tidak memperoleh apa pun,” tegasnya.

Prof. Anom juga menyoroti praktik pembelian tanah oleh WNA yang memanfaatkan nama warga lokal sebagai perantara melalui akta notaris. Setelah membangun vila di atas tanah tersebut, mereka kemudian menyewakannya kepada turis asing lainnya. Keuntungan pun langsung dinikmati pemilik modal asing, sementara warga lokal hanya menjadi nama di atas kertas.

“Fenomena ini jelas menyebabkan potensi pajak daerah yang sangat besar tidak masuk ke kas negara,” tambahnya.

Untuk itu, ia menyarankan agar desa adat maupun desa dinas dilibatkan aktif dalam pengawasan akomodasi di wilayahnya. Karena mereka yang paling mengetahui siapa pemilik dan penyewa properti di daerah masing-masing, serta dapat melakukan pencatatan rutin untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan.

Sebagai penutup, Prof. Anom juga menyinggung soal kebijakan Golden Visa dan retirement visa, yakni visa pensiun yang memungkinkan warga asing tinggal dalam jangka panjang di Indonesia. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang agar tidak membuka celah baru bagi penyalahgunaan izin tinggal untuk kepentingan bisnis ilegal. (Ray)

Continue Reading

Pariwisata dan Budaya

Segenap Manajemen DTW Tanah Lot Mengucapkan Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan

Published

on

“Rahajeng nyanggra rahina jagat Galungan lan Kuningan semeton titiang semuanya. Dumogi Ida Sang Hyang Widhi ngicenin kerahayuan”

 

I Wayan Sudiana

Manajer DTW Tabah Lot 2021-2026

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku