Connect with us

Daerah

Gubernur Bali, Kapolda dan Pangdam IX/Udayana Resmikan Pompa Hydram di Buleleng

Published

on


GatraDewata[Singaraja] – Kunjungan kerja Gubernur Bali, Pangdam IX/Udayana dan Kapolda Bali beserta rombongan dalam rangka peninjauan sekaligus peresmian pompa hydram dan pemberian sembako di Dusun Kayuputih, Kecamatan Sukasada dan Dusun Delod Pura, Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, yang di hadiri sekitar 300 orang masyarakat, Kamis (30/12/2021) pagi.

Rombongan tiba di Dusun Melaka, Desa Kayuputih, disambut oleh Forkopimda Kabupaten Buleleng selanjutnya melaksanakan peninjauan pamasangan pipa dan instalasi pembuatan Bak Primer.

Perbekel Desa Kayuputih, Dewa Gelgel, menyampaikan puja dan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat Beliau hari ini mereka bisa berkumpul di Desa Kayuputih dalam acara kunjungan kerja dan juga pembagian sembako.

“Pemerintah desa dan juga warga masyarakat Desa Kayuputih, khususnya di Banjar Dinas Melaka, melakukan kegiatan pembuatan bak air bersih, dimana selama ini desa kami pada musim kemarau sangat kekeringan luar biasa, dan hal tersebut viral di media sosial sehingga membuat  Pangdam IX/Udayana memerintahkan Dandim 1609/Buleleng untuk mengecek kebenaran berita tersebut sehingga saat ini bisa terwujud dalam pembuatan bak air bersih dengan maksimal, dan tidak lepas dari pada peran TNI dan juga masyarakat Desa Kayuputih. Terima kasih kepada Gubernur Bali dan Kapolda Bali, seperti yang tadi bapak lewati medannya luar biasa keadaannya, saya titip atas nama warga desa semoga kedepannya Gubernur Bali dan Bupati Buleleng agar membantu infrastruktur yang ada di Desa Kayuputih, sehingga keselamatan warga kami bisa aman, terutama jalan bisa sedikit bagus dan warga kami tidak terjatuh,” ucapnya.

Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI  Maruli Simanjuntak, M ,Sc, menyampaikan, “Saya  yakin Bupati Buleleng sangat ingin memecahkan segala persoalan ini namun diketahui dua tahun belakangan ini kita banyak terpengaruh karena Covid-19, sehingga banyak dana – dana yang teralihkan kesana, itu yang saya tahu. Mudah-mudahan kalau kita bisa kompak untuk bisa mengendalikan Covid-19 ini, kedepannya Pemda bisa membuat kegiatan – kegiatan yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat. Dari air ini mudah – mudahan bisa jadi kebun, bisa jadi peternakan dan lain sebagainya.”

“Kita punya program di hampir seluruh kabupaten di Bali Nusra. Kita pasti akan buatkan bak air karena dari data ada 30 juta lebih masyarakat Indonesia yang kekurangan air bersih. Mudah – mudahan dengan adanya pemecahan persoalan seperti ini akan memberikan akses air bersih bagi masyarakat. Bukan tidak mungkin kita akan tambah lagi pipanya, atau mungkin daerah – daerah sebelahnya kita tingkatkan terus sehingga bukan hanya air minum, bahkan nanti bisa untuk pertanian maupun peternakan.”

Saya minta tolong  kepada masyarakat disini supaya selalu menjaga alam dan air, hal itu penting untuk ke depan, karena dunia sudah meramalkan bahwa salah satu negara yang akan menghadapi masalah kekeringan adalah Indonesia. Jika semua menjaga alam saya yakin kita bisa selamat dibandingkan negara – negara lain karena negara kita ini sebetulnya luar biasa. Di setiap daerah pasti ada mata air. Di setiap daerah kemungkinan juga masih ada air di dalam tanah yang bisa dimanfaatkan.”ujarnya.

Gubernur Bali, Dr.Ir. Wayan Koster ,M.M, mengatakan, “Terima kasih kepada Pangdam IX/Udayana, atas pipanisasi di wilayah masyarakat yang sangat membutuhkan, karena selama ini airnya itu harus diakhiri dengan paket aki dan mungkin berbahaya, saya kira hal ini sudah berlangsung lama dan baru ditemukan satu cara untuk menyelesaikan masalah air ini.”

“Sumber airnya ada tapi jauh dari tempat tinggal masyarakat yang membutuhkannya. Tadi disampaikan jarak dari bak penampungan air bersih ke sumber air sekitar 1,750 meter.”

“Tadi saya coba meminum airnya, lebih enak dari pada minum air kemasan. Saya kira tidak perlu ragu lagi dan kita harus mengapresiasi upaya keras serta kreatif Pangdam IX/Udayana, dan ini pelajaran bagi saya sebagai Gubernur dan juga Bupati tentunya didalam memecahkan masalah – masalah kemasyarakatan seperti ini. Ternyata dengan cara yang mudah ini biayanya sangat sedikit apalagi melibatkan masyarakat dengan bergotong – royong.”

“Banyak desa yang menghadapi masalah yang sama, jadi ke depan Bupati segera kita  bersama – sama menanganinya untuk mendapatkan air bersih.”

Bayangkan, tanpa air kita tidak bisa hidup, kita butuh air untuk masak, kita butuh air untuk mandi, kita butuh air untuk mencuci pakaian, kita butuh air untuk pengairan dan juga untuk kebutuhan sehari – hari yang lainnya. Jadi betapa pentingnya kita harus mengurusi air dengan serius dan sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak bisa menyelesaikan karena kita memanfaatkan sumber air dengan lokasi masyarakat yang membutuhkannya.”

“Yang diperlukan adalah metode yang berbeda-beda karena itu saya ucapkan banyak terima kasih kepada Pangdam IX/Udayana yang telah menginspirasi kita semua untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang simpel, tidak pakai senter atau dana banyak/mahal dan tidak boros.”

“Data secara cepat dan tepat, maka mulai 2022 saya akan memperlakukan program ini di sejumlah daerah di Provinsi Bali. tentunya prioritas yang diperlukan secara bertahap akan melibatkan pihak swasta dengan menyalurkan dana CSR nya untuk menjalankan program seperti ini.”

“Masih ada sumber yang akan saya carikan untuk dialokasikan program ini. Saya kira ini cara yang sangat efektif untuk menyelesaikan kebutuhan masyarakat karena itu saya pasti akan lakukan bersama Pangdam IX/Udayana. Kalau pakai mekanisme formal saya kira mungkin administrasinya boros dan lambat selesainya. Jadi ini saya kira kita diberi pengetahuan yang sangat baik oleh rakyat, tidak perlu ribet yang penting kita senang hati.”

“Apa yang tadi saya tanya, barusan butuhnya berapa itu kalau untuk berikutnya tidak usah lagi membebani Pangdam IX/Udayana, saya selaku Gubernur Bali bersama Bupati akan membantu masyarakat untuk pembuatan bak air bersih.”

Selanjutnya penyerahan sembako oleh rombongan kepada masyarakat Dusun Melaka Desa Kayuputih, berupa beras, minyak, telur serta peralatan olahraga voli.

Rombongan meninggalkan Dusun Melaka menuju Desa Sidatapa guna meresmikan  Pompa Hydram. Mereka disambut  oleh Forkopicam Kecamatan Banjar, tokoh agama,tokoh masyarakat ,tokoh adat dan warga masyarakat Sidatapa.[MGA]


Daerah

Polemik Harga Babi di Bali, Peternak Merugi, GUPBI Serukan Peran Pemerintah yang Lebih Aktif

Published

on

BADUNG – Peternakan babi di Bali, yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat lokal, kini menghadapi tantangan berat terutama karena kenaikan harga yang dinilai memberatkan berbagai pihak. Di tingkat konsumen, daging babi kini menjadi lebih sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, sementara di sisi lain, para peternak juga menghadapi tantangan yang tak kalah berat.

Ketua Gabungan Peternak Babi Indonesia (GUPBI), I Ketut Hari Suyasa, mengungkapkan bahwa situasi ini mempengaruhi tidak hanya keberlangsungan usaha peternakan tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor ini.

Harga babi hidup di tingkat peternak yang sebelumnya di angka Rp60.000 per kilogram, kini terkoreksi menjadi Rp55.000 per kilogram. Penurunan harga ini, menurut Suyasa, bukan karena menurunnya permintaan, tetapi lebih disebabkan oleh isu-isu yang membuat peternak panik.

“Isu-isu ini sengaja dimainkan untuk menekan harga di tingkat peternak. Akibatnya, terjadi lonjakan penawaran babi yang tidak terkontrol dan menurunkan harga secara drastis,” ungkapnya, Sabtu (21/12/2024)

Keluhan ini mencerminkan betapa rentannya posisi peternak dalam rantai ekonomi babi. Meski serapan dari luar daerah, seperti Jakarta, Sulawesi, dan Kalimantan, tetap tinggi, harga di Bali justru turun.

“Psikologi pasar menjadi faktor yang sangat memengaruhi kenaikan dan penurunan harga babi. Meskipun permintaan dari luar daerah seperti Sulawesi, Jakarta, dan Kalimantan tetap tinggi, harga di tingkat peternak kok malah turun. Ini menunjukkan ada pengaruh lain yang merusak stabilitas pasar. Ada pihak yang menikmati terjadinya selisih harga ini, tapi bukan peternak,” ujar Suyasa.

Peternakan babi di Bali juga harus menghadapi risiko besar dari penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan penyakit mulut dan kuku (PMK). ASF, yang belum memiliki vaksin dan daya bunuhnya mencapai 100%, ini menjadi ancaman utama.

“Kalau satu kandang kena ASF, seluruh ternak bisa mati. Ini risiko yang sangat berat bagi peternak,” kata Suyasa.

Saat terjadi wabah sebelumnya, banyak peternak yang merugi besar karena harga babi anjlok di bawah harga pokok produksi. Tahun lalu, misalnya, harga babi pernah menyentuh Rp25.000 per kilogram, sementara biaya produksi mencapai Rp40.000 per kilogram.

“Peternak sudah sering mengalami kerugian besar tanpa ada perlindungan atau kompensasi dari pemerintah,” keluh Suyasa.

Kritik keras juga dilayangkan kepada pemerintah yang dinilai kurang peduli terhadap kondisi peternak babi. Menurut Suyasa, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan jaminan terhadap stabilitas harga serta mendukung pengelolaan risiko.

“Peternak ini rentan terhadap isu-isu yang dimainkan pasar. Pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi, bukan hanya sekadar mencatat keluhan tanpa tindakan,” ujarnya.

Ia juga menyoroti perlunya dibentuk suatu badan usaha daerah yang berfungsi sebagai penyeimbang pasar.

“Kami sudah berkali-kali mengusulkan pembentukan badan usaha ini, tetapi usulan tersebut hanya menjadi catatan tanpa tindak lanjut,” tambahnya.

Selain itu, proses perizinan pengiriman daging babi beku ke luar daerah yang dianggap rumit juga menjadi beban tambahan.

Ia menyatakan bahwa untuk pengiriman babi hidup, persyaratan izinnya relatif cukup mudah, seperti surat penerimaan ternak di wilayah tujuan. Namun, untuk pengiriman dalam bentuk daging beku, proses perizinan dianggap lebih rumit, yang berpotensi memunculkan praktik ilegal.

“Kalau izin sulit didapat, seharusnya pemerintah mempermudah prosesnya agar peternak kita bisa tetap bersaing di pasar luar,” tambahnya.

GUPBI siap menjadi jembatan komunikasi antara peternak, pemotong, dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Suyasa bahkan mengusulkan pembentukan suatu konsorsium yang dapat mendukung distribusi daging babi ke luar daerah agar harganya tetap stabil dan menguntungkan kepada semua pihak.

Keluhan peternak tidak hanya datang dari sisi ekonomi tetapi juga dari aspek psikologis. Ketidakpastian harga dan risiko wabah membuat banyak peternak mulai kehilangan semangat untuk melanjutkan usaha.

“Beternak babi itu sangat berisiko, tetapi tanpa jaminan harga yang layak, banyak peternak yang berpikir dua kali untuk melanjutkan usaha mereka,” kata Suyasa.

Di tengah keluhan dan beban berat ini, para peternak berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Stabilitas harga, dukungan untuk menghadapi risiko wabah, dan kemudahan dalam perizinan menjadi tiga hal utama yang diharapkan peternak.

“Jika pemerintah serius ingin menjadikan Bali sebagai barometer peternakan babi di Indonesia, maka perlindungan terhadap peternak harus menjadi prioritas,” pungkasnya.

Dengan kondisi seperti ini, masa depan peternakan babi di Bali membutuhkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Dibutuhkan dukungan konkret dari pemerintah dan sinergi dengan GUPBI sebagai perwakilan peternak menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dari salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat Bali ini. (E’Brv)

Continue Reading

Daerah

Pj Gubernur Bali Serahkan Sertifikat Merk ke Winie Kaori Untuk YKWA Dan Minyak Goreng

Published

on

DENPASAR – Penjabat (Pj.) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyerahkan sejumlah Surat Pencatatan/ Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha serta Sertifikat Standardisasi dan Sertifikasi Lembaga Seni Provinsi Bali 2024 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa, 17 Desember 2024.

Salah satunya, Ni Kadek Winie Kaori Intan Mahkota selaku Owner PT Kaori Alam Nusantara (KAN) menerima Sertifikat Merek dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI buat Yayasan Kaori Welas Asih (YKWA) dan produk Minyak Goreng Kaori.

Atas capaian tersebut, Winie Kaori mengucapkan terima kasih atas support Pemerintah Provinsi Bali, guna menerima Sertifikat Merek.

Disebutkan, Sertifikat Merek ini berlaku selama 10 tahun, untuk bisa melindungi Merek yang telah didaftarkan.

“Astungkara, ini bisa menjadi perlindungan untuk pengusaha yang memang menggunakan Hak Merek, supaya aman untuk bisa dipublikasikan maupun didistribusikan ke seluruh Indonesia,” kata Winie Kaori.

Oleh karena itu, lanjutnya Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki Usaha dan Brand diharapkan jangan takut dan jangan ragu-ragu untuk mendaftarkan Merek sebagai salah satu langkah perlindungan untuk usahanya.

Bahkan, kedepannya diharapkan, semoga nanti usaha-usaha yang dibuatkan bisa mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual, baik Hak Merek, Hak Paten dan Hak Cipta yang bisa digunakan selama 10 tahun, sejak tanggal pendaftaran.

“Terima kasih untuk Pemerintah Provinsi Bali utamanya BRIPDA Bali dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang sudah memberikan fasilitas kepada kami, para UMKM untuk semangat berkarya,” pungkasnya.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Bali dan sentra-sentra Kekayaan Intelektual telah memfasilitasi pendaftaran Kekayaan Intelektual masyarakat Bali.

Apalagi, Pj.Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya sangat mengapresiasi kegiatan pendaftaran sertifikat HAKI oleh masyarakat Bali, lantaran masyarakat Bali terkenal dengan adat istiadat, yang kaya akan seni budaya, tradisi dan kreativitas.

“Masyarakat Bali sangat kreatif dan edukatif dengan menghasilkan banyak hasil karya. Bahkan, saya kaget juga anak-anak yang masih usia sekolah bisa menjadi seorang inovator, itu sangat luar biasa,” terangnya.

Tak hanya itu, masyarakat Bali juga diakui sangat kreatif melalui hasil kerajinan tangan, tari-tarian tradisional hingga kuliner khas Bali yang semuanya merupakan aset berharga menjadi kebanggaan Bali, sehingga terkenal di kalangan masyarakat global.

Warisan karya cipta, seni dan tradisi berciri khas Bali perlu mendapatkan perlindungan, sehingga Pemerintah Provinsi Bali sangat mendukung perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) masyarakat Bali, baik itu dalam bentuk Hak Cipta, Hak Merek, Hak Paten dan Indikasi Geografis (IG) maupun bentuk perlindungan lainnya.

“Dengan adanya HAKI, pencipta memiliki Hak Eksklusif atas ide, inovasi atas kreasi mereka. Hal tersebut menghindari mereka dari tindakan plagiat atau penggunaan karya tanpa izin, sehingga mereka bisa aman untuk terus berkarya,” paparnya.

Disebutkan, dalam kurun waktu 2019-2024, Pemerintah telah menerbitkan 425 sertifikat yang terdiri dari Kekayaan Intelektual Kepemilikan Komunal sebanyak 36 sertifikat terdiri dari 20 Sertifikat Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), 11 Sertifikat Indikasi Geografis (IG), 3 Sertifikat Pengetahuan Tradisional (PT) dan 2 Sertifikat Sumber Daya Genetik (SDG).

“Selain itu, Kekayaan Intelektual Kepemilikan Personal sebanyak 389 sertifikat, terdiri dari 291 Sertifikat Hak Cipta, 3 Sertifikat Hak Paten dan 95 Sertifikat Hak Merek,” kata Mahendra Jaya. (*).

Continue Reading

Daerah

Kepala Desa di Luwu Diminta Setor Rp4,5 Juta untuk Bimtek Stunting, Publik Pertanyakan Transparansi

Published

on

LUWU – Pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema Percepatan Penurunan Stunting Desa se-Kabupaten Luwu Tahun 2024 menuai kontroversi. Program ini yang dikelola oleh PT Putri Dewani Mandiri atas persetujuan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Luwu, membebankan biaya Rp.4,5 juta per desa.

Ketua Forum Pemerhati Pemerintahan Desa dan Kelurahan (FP2KEL), Ismail Ishak, mengkritisi kebijakan tersebut. “Biaya yang dihimpun dari 207 desa mencapai ratusan juta rupiah. Namun, efektivitas kegiatan ini diragukan karena banyak prioritas lain yang lebih mendesak untuk desa,” ujar Ismail. Ia juga menyebut kegiatan ini tidak sesuai dengan amanat Peraturan Desa Nomor 13 Tahun 2023 yang mengutamakan intervensi berbasis kebutuhan lokal.

Kritik ini diperkuat oleh beredarnya surat undangan bertanggal 5 Desember 2024, yang meminta setiap desa menyetorkan dana Rp4,5 juta melalui rekening PT Putri Dewani Mandiri. Namun, pihak penyelenggara membantah isu tersebut.

“Biaya ini tidak besar jika dibagi per peserta. Lima orang dari setiap desa mengikuti Bimtek, artinya rata-rata hanya Rp900 ribu per peserta. Ini investasi untuk pemahaman mereka terkait program stunting,” ujar Andi Hamzah, Bendahara PT Putri Dewani Mandiri.

Meski demikian, transparansi penggunaan anggaran menjadi sorotan. Beberapa kepala desa mempertanyakan apakah biaya tersebut sejalan dengan manfaat yang diperoleh.

DPMD Luwu Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, Kepala DPMD Luwu, Kasmaruddin, belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan publik. Pelaksanaan Bimtek ini dijadwalkan berlangsung pada 13–17 Desember 2024 di Aula Bappeda Luwu dan Kota Palopo.

Tantangan Penurunan Stunting
Luwu memiliki 207 desa yang terlibat dalam program ini. Penurunan angka stunting memang menjadi prioritas nasional, tetapi pengalokasian dana desa untuk Bimtek dinilai kurang tepat. Beberapa pihak mendesak agar kegiatan seperti ini diselaraskan dengan kebutuhan lokal dan difokuskan pada solusi konkret di lapangan.

Program ini kini menjadi ujian bagi pemerintah daerah untuk menjawab kritik publik, memastikan akuntabilitas, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan anggaran desa. (SRF/red)

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku