Pariwisata dan Budaya
Indonesian Cyber Army Diikuti 150 Peserta dari 32 Kampus Seluruh Indonesia


ICA keempat 2015 di Stikom Bali ini diikuti 150 peserta atau 50 tim utusan dari 32 kampus di 18 kota di seluruh Indonesia, minus Aceh dan Papua.
Denpasar-Sedikitnya 150 mahasiswa komputer dari seluruh Indonesia selama dua hari , 1-2 Oktober 2015 adu pintar dalam ajang Indonesian Cyber Army (ICA) ke-4 tahun 2015 yang digelar di Stikom Bali. Dimana lomba ICA IV 2015 ini digelar atas kerja sama Multimatics, Asosiasi Perguruan Tinggi Komputer (Aptikom) dan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI.
Ketua Indonesian Cyber Army, Agus Setiawan, mengatakan ajang ICA ini merupakan wadah yang tepat untuk mencari bibit-bibit ahli keamanan komputer guna menghadapi ancaman serangan terhadap system informasi dan komunikasi milik Indonesia.
Disebutkan Agus, grafik peserta terus meningkat. Sejak ICA pertama diigelar di Medan tahun 2012 pesertanya hanya 30 mahasiswa, ICA kedua 2013 di Samarinda meningkat manjadi 80 mahasiwa, ICA ketiga 2014 di Makassar 100 mahasiswa dan ICA keempat 2015 di Stikom Bali ini diikuti 150 peserta atau 50 tim utusan dari 32 kampus di 18 kota di seluruh Indonesia, minus Aceh dan Papua.
“Para peserta ini sebelumnya sudah diadu di kampus masing-masing sebelum dikirim ke ajang ICA. Antara lain dari UI dan Binus Jakarta, Amikom Jogjakarta, Bandung, dan lainnya,” kata Agus.
Ketua Aptikom pusat, Prof. Dr. Zainal Abidin Hasibuan dalam sambutannya mengatakan, berdasarkan perhitungan Aptikom, Indonesia kekurangan tenaga ahli keamanan di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sekitar 7.000 orang. Padahal, demikian Prof. Ucok-akrab dipanggil begitu-di Aptikom sendiri ada 1.500 program studi komputer hanya menghasilkan 1.000 orang ahli per tahun.
“Artinya, kita butuh waktu 7 tahun barulah terpenuhi tenaga ahli keamanan bidang TIK,” kata Prof. Ucok yang juga Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini.
Menurut Prof. Ucok, dewasa ini yang namanya bela negara tidak lagi mengangkat senjata, tidak lagi menggunakan bambu runcing melainkan menciptakan generasi muda Indonesia sebagai ahli di bidang keamanan TIK agar mampu berperang melawan kejahatan melalui teknologi informasi dari luar negeri.
Hal senada juga disampaikan Kasubdit Informasi dan Keamanan Teknologi Direktorat Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemkominfo RI Ricky Arif Gunawan. Menurutnya, dewasa ini keamanan segala informasi yang dimiliki negara menjadi hal yang sangat penting dan menjadi program Kemkominfo. “Semoga event ICA ini mampu melahirkan ahli-ahli keamanan IT kita,” kata Ricky.
Sementara itu Ketua Stikom Bali Dr. Dadang Hermawan mengatakan sangat berterima kasih kepada panitia pusat dan Kementerian Kominfo karena dipercayakan sebagai tuan rumah ICA 2015. “Pada prinsipnya kami kami selalu mendukung kegiatan yang bersifat kompetisi. Itulah makanya kami selalu siap, siap menang maupun siap kalah,” tegasnya.
Acara ini dibuka oleh Kepala Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi Kota Denpasar I Dewa Made Agung, SE, M.Si mewakil penjabat walikota Denpasar. (*)

Pariwisata dan Budaya
I Gede Sujana, Arsitek Inovasi Budaya & Kemewahan di Royal Ambarrukmo Yogyakarta

Yogyakarta – Royal Ambarrukmo Yogyakarta, hotel ikonik yang melekat dengan sejarah dan budaya Jawa, terus menciptakan terobosan di dunia perhotelan mewah. Di tengah transformasi fasilitas dan penyempurnaan layanan, Royal Ambarrukmo kini juga memperkuat peran sosialnya melalui berbagai inisiatif berkelanjutan.
Salah satu program unggulannya adalah tukar sampah dengan pangan sehat, yang menjadi bukti nyata komitmen hotel dalam mendukung pengelolaan sampah dan pemberdayaan masyarakat lokal. Inovasi-inovasi ini hadir berkat kepemimpinan inspiratif dari I Gede Sujana, General Manager yang resmi menjabat sejak April 2025.
Jejak Karier Penuh Dedikasi
Lahir di Bali, I Gede Sujana memiliki rekam jejak panjang di industri perhotelan. Karier manajerialnya dimulai sebagai General Manager Fairfield by Marriott Belitung pada 2016, dilanjutkan ke Four Points by Sheraton Makassar pada 2018, hingga memimpin Sheraton Mustika Yogyakarta Resort & Spa pada 2022. Kini, ia memegang kendali di Royal Ambarrukmo Yogyakarta dengan visi menyelaraskan kemewahan dan kearifan lokal.
Harmoni Kemewahan dan Budaya
Di bawah arahannya, Royal Ambarrukmo Yogyakarta tampil sebagai rumah kedua bagi para tamu, menggabungkan sentuhan modern dengan kekayaan budaya Jawa yang autentik. Bagi Sujana, hospitality bukan sekadar layanan, tapi seni menghadirkan pengalaman yang menyentuh — dari arsitektur, kuliner tradisional, keramahan staf, hingga nilai budaya yang hidup dalam setiap sudut hotel.
Bergerak Bersama Komunitas
Komitmen terhadap Sustainable Development Goals menjadi prioritas Sujana dalam menjalankan strategi hotel. Dengan menggandeng komunitas lokal, Royal Ambarrukmo memperkuat peran industri perhotelan sebagai penggerak pariwisata yang inklusif dan ramah lingkungan.
Kepemimpinan yang Membumi dan Visioner
Tak hanya memimpin operasional harian, Sujana juga membangun budaya kerja yang kolaboratif, inovatif, dan berbasis pembelajaran berkelanjutan. Di tangannya, Royal Ambarrukmo tidak hanya mempertahankan standar tinggi layanan, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai simbol hidup dari kemewahan yang berpadu dengan warisan budaya.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Royal Ambarrukmo Yogyakarta di (0274) 488 488, kunjungi Instagram @royalambarrukmo, atau akses situs resminya di www.royalambarrukmo.com.
“Kembali ke Jantung Budaya, Menginaplah di Legenda.”
#RoyalAmbarrukmo #LivingLegend #LuxuryMeetsCulture
Pariwisata dan Budaya
Investasi Ilegal WNA Rugikan Bali, Dr. Panudiana Kuhn Desak Penertiban Menyeluruh

DENPASAR — Fenomena pelanggaran hukum yang dilakukan warga negara asing (WNA) di sektor pariwisata Bali menuai sorotan tajam dari Dr. Panudiana Kuhn, Ketua Pembina Apindo Bali sekaligus pengusaha senior yang lama bergelut di industri lokal. Ia menilai praktik-praktik bisnis gelap yang kian marak bukan hanya menggerus pendapatan pajak daerah, tetapi juga mengancam kelangsungan usaha milik warga lokal.
Menurut Dr. Kuhn, modus operandi yang kerap terjadi adalah penyewaan vila oleh WNA yang kemudian kembali disewakan kepada sesama WNA secara diam-diam dari luar negeri, tanpa jejak administratif, tanpa izin usaha, dan tentu tanpa kontribusi pajak. Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa banyak transaksi jual beli properti dilakukan menggunakan mata uang asing dan dibayarkan di luar negeri—sebuah pelanggaran serius yang luput dari pantauan otoritas.
“Ironisnya, pemerintah Bali bahkan tidak memiliki data pasti soal jumlah vila yang disewakan tiap tahun, padahal pungutan keamanan dari pecalang terus berjalan,” ujarnya.
Ia menyerukan agar aparat pemerintah, mulai dari dinas hingga imigrasi dan kepolisian, tidak hanya menunggu laporan masyarakat, tetapi aktif melakukan inspeksi ke lapangan. Setiap usaha ilegal harus ditindak tegas—dengan jalan legalisasi melalui SIUP dan NPWP, atau penutupan permanen.
“Persaingan bisnis saat ini tidak sehat. Warga lokal terdesak oleh kekuatan modal asing yang tidak bermain sesuai aturan. Ini harus dihentikan,” tegasnya.
Kuhn juga menyoroti ketidakjelasan implementasi program Golden Visa 10 tahun yang memungkinkan WNA memiliki vila senilai miliaran rupiah serta hak pakai tanah hingga 80 tahun. Ia menilai regulasi yang longgar membuat konflik antara pemodal besar dan pemilik lokal semakin sering terjadi.
“Bila Bali ingin tetap menjadi destinasi wisata yang berkelanjutan dan adil, maka penegakan hukum terhadap bisnis ilegal WNA bukan lagi pilihan—melainkan kewajiban mendesak,” pungkasnya. (Ray)
Pariwisata dan Budaya
Bayangan Gelap di Surga, Ketika Bali Kehilangan Pemasukan dari Pariwisata Ilegal

BADUNG – Di balik citra glamor dan keindahan Pulau Dewata, terselip sebuah ironi yang menggerogoti perekonomian lokal. Banyak wisatawan asing datang ke Bali, namun tidak tercatat menginap di hotel atau vila resmi. Ternyata, sebagian besar dari mereka memilih akomodasi alternatif seperti vila pribadi atau rumah kos milik warga lokal yang belum memiliki izin operasional lengkap.
Tak hanya itu, marak pula praktik ilegal di mana Warga Negara Asing (WNA) menyewa vila secara daring dan menyewakannya kembali kepada kolega sesama WNA, bahkan sebelum mereka sendiri menempatinya. Aktivitas ini kerap terjadi di luar pengawasan pemerintah dan menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dibayarkan.
Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, B.Sc., M.Par., mengungkapkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap properti-properti yang disewakan kepada orang asing, baik berupa vila, rumah pribadi, maupun bentuk akomodasi lainnya.
“Pernah terjadi kasus di Seminyak di mana seorang tamu asing tinggal melebihi masa izin tinggalnya hingga menyebabkan keributan besar, bahkan menewaskan seorang anggota polisi. Mirisnya, vila tersebut ternyata tidak memiliki izin legal,” ungkap Prof. Anom saat dihubungi, Sabtu (10/5/2025).
Ia juga menyoroti keberadaan guest house mewah dan rumah kos elite yang kerap luput dari pengawasan pajak. Meskipun dimiliki oleh warga lokal, bentuk bisnis ini tak terklasifikasi sebagai akomodasi resmi, sehingga pendapatannya tidak dikenakan pajak hotel dan restoran.
“Bayangkan satu kamar disewakan seharga Rp2–3 juta. Jika ada 10 kamar, bisa menghasilkan Rp30 juta tanpa perlu promosi. Semua langsung masuk ke kantong pribadi, sementara daerah tidak memperoleh apa pun,” tegasnya.
Prof. Anom juga menyoroti praktik pembelian tanah oleh WNA yang memanfaatkan nama warga lokal sebagai perantara melalui akta notaris. Setelah membangun vila di atas tanah tersebut, mereka kemudian menyewakannya kepada turis asing lainnya. Keuntungan pun langsung dinikmati pemilik modal asing, sementara warga lokal hanya menjadi nama di atas kertas.
“Fenomena ini jelas menyebabkan potensi pajak daerah yang sangat besar tidak masuk ke kas negara,” tambahnya.
Untuk itu, ia menyarankan agar desa adat maupun desa dinas dilibatkan aktif dalam pengawasan akomodasi di wilayahnya. Karena mereka yang paling mengetahui siapa pemilik dan penyewa properti di daerah masing-masing, serta dapat melakukan pencatatan rutin untuk memastikan semua berjalan sesuai aturan.
Sebagai penutup, Prof. Anom juga menyinggung soal kebijakan Golden Visa dan retirement visa, yakni visa pensiun yang memungkinkan warga asing tinggal dalam jangka panjang di Indonesia. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu dikaji ulang agar tidak membuka celah baru bagi penyalahgunaan izin tinggal untuk kepentingan bisnis ilegal. (Ray)
-
Mangku Bumi6 years ago
HIDUP DHARMA
-
News1 year ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
Daerah5 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Mangku Bumi7 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City