Daerah
KASN Kembalikan Pendemosian Staf Ahli Bupati Jembrana
GATRA DEWATA | JAKARTA |Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah menerbitkan surat rekomendasi tertanggal 4 Juni 2021, Nomor: R-996/KASN/6/2021, perihal pengembalian pendemosian Drs. I Komang Wiasa, M.Si. dari Guru ke Jabatan Staf Ahli Bupati. Surat rekomendasi tersebut diserahkan langsung Asisten Komisioner JPT 1 Bidang Medlin (Mediasi dan Perlindungan), Agung Endrawan, kepada Wakil Bupati Jembrana, I Gede Ngurah Patriana Krisna, di Kantor KASN Jalan Letjen M.T. Haryono No. Kav. 52-53, RT. 3/RW.4, Cikoko, Kecamatan Pancoran, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Kepada awak media, Agung Endrawan mengucapkan terima kasih kepada Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, yang telah melaksanakan amanat dalam surat rekomendasi tersebut. “Hal tersebut sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2014 Pasal 5 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyebutkan penyelenggaraan pemerintahan harus berasaskan perlindungan HAM, dan ditegaskan dalam UU No. 5 Tahun 2014 Pasal 3 huruf f tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyebutkan prinsip ASN adalah mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya,” terang I Gusti Ngurah Agung Yuliata Endrawan, S.H., M.H. atau yang akrab disapa Agung Endrawan, Minggu (27/6/21).
Surat rekomendasi tersebut dikeluarkan, lanjut Yuliata Endrawan, berdasarkan hasil pengawasan dengan melakukan klarifikasi satu sama lain di lapangan sesuai fakta-fakta yang telah diperoleh.
Setelah menerima surat rekomendasi, Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, segera melantik dan mengambil sumpah jabatan I Komang Wiasa sebagai Pejabat Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati Jembrana, yang sebelumnya sempat dimutasi menjadi guru. Acara pelantikan berlangsung di Aula Lantai 2 Jimbarwana, Jumat (25/6/21).
Pejabat asal Desa Baluk, Kecamatan Negara, ini dilantik dan diambil sumpah dan janjinya berdasarkan Surat Keputusan Bupati Jembrana No. 295/BKPSDM/2021, tertanggal 24 Juni 2021 tentang Pengembalian PNS dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati Jembrana Bidang Kemasyarakatan dan SDM.
Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), I Made Budiarsa, mengaku bahwa I Komang Wiasa sebelumnya menjabat sebagai Guru Madya pada SMP Negeri 4 Negara. Sesuai Surat Keputusan Bupati Jembrana No. 295/BKPSDM/2021, I Komang Wiasa diangkat untuk menduduki jabatan baru sebagai Pejabat Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati Jembrana.
“Jabatan Pejabat Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati bagi I Komang Wiasa merupakan pengembalian jabatan PNS dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM, yang sebelumnya sempat menduduki jabatan sebagai guru,” jelas Budiasa.
Budiasa menegaskan, pengangkatan I Komang Wiasa berdasarkan surat rekomendasi dari KASN atas pengaduan dugaan pelanggaran terkait Pendemosian Jabatan Staf Ahli Bupati menjadi guru. Maka perlu dilakukan pengembalian PNS atas nama I Komang Wiasa ke dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati. “Hal ini sudah sesuai surat rekomendasi dari KASN, maka perlu mengembalikan pendemosian Saudara I Komang Wiasa,” jelasnya.
Pada saat Surat Keputusan Bupati Jembrana No. 295/BKPSDM/2021 ini berlaku, maka Surat Keputusan Bupati No. 821/070/KEPEG/2011 tentang Pembebasan PNS dari Jabatan Struktural dan Pengangkatan kembali ke Dalam Jabatan Fungsional Guru SMP di lingkungan Pemkab Jembrana dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sementara itu, Bupati Tamba berharap agar Pejabat Tinggi Pratama Staf Ahli Bupati yang dilantik agar bekerja dengan baik. “Karena yang bersangkutan berjuang sendiri dan sudah berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku maka kita support, dengan harapan setelah dilantik dapat bekerja dengan sungguh-sungguh demi kemajuan pembangunan di Kabupaten Jembrana,” tutur Tamba.
Secara terpisah, I Komang Wiasa menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena melalui Bupati Jembrana dan KASN, jabatannya sebagai Staf Ahli Bupati telah dikembalikan. “Tentu saya sangat bersyukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas pengembalian pendemosian jabatan saya, lewat Bapak Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, dan Wabup Jembrana, I Gede Ngurah Patriana Krisna,” ujar Wiasa.
Awal mula didemosi, jelas Wiasa mengenang, adalah saat Pj Bupati Jembrana, Sunendra, memutasi dirinya dari Jabatan Kepala Dinas Perhubungan dan Kominfo menjadi Staf Ahli Bupati Tahun 2010. Setelah menjabat Staf Ahli Bupati, tidak lama kemudian Bupati Putu Artha terpilih sebagai Bupati Jembrana definitif. Saat itulah Komang Wiasa dimutasi menjadi Guru oleh Putu Artha.
Hal tersebut dikarenakan adanya pengaduan dari Kabag Hukum, I Made Sudiada, S.H., bahwa Wiasa tidak hadir pada saat pelantikan Staf Ahli Bupati, padahal faktanya tidak seperti itu. “Kabag Hukum, I Made Sudiada melaporkan ke Bupati Jembrana, Putu Artha, bahwa saya tidak hadir pada saat pelantikan, dan beliau tidak mengecek fakta di lapangan bahwa saya hadir, maka saya pun dimutasi menjadi Guru SMPN 4 Negara,” ungkap Wiasa.
Usai pelantikannya itu, Wiasa mengatakan bahwa dirinya akan berupaya agar kehadirannya sebagai Staf Ahli Bupati akan membawa warna baru bagi program pelayanan masyarakat di Kabupaten Jembrana. “Saya akan berupaya keras agar kehadiran saya di sini sedikitnya akan memberikan warna, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat menuju masyarakat Jembrana yang bahagia,” pungkas I komang Wiasa. (AM/Red)
Editor: NJK
Daerah
Polemik Harga Babi di Bali, Peternak Merugi, GUPBI Serukan Peran Pemerintah yang Lebih Aktif
BADUNG – Peternakan babi di Bali, yang menjadi salah satu pilar ekonomi masyarakat lokal, kini menghadapi tantangan berat terutama karena kenaikan harga yang dinilai memberatkan berbagai pihak. Di tingkat konsumen, daging babi kini menjadi lebih sulit dijangkau oleh masyarakat menengah ke bawah, sementara di sisi lain, para peternak juga menghadapi tantangan yang tak kalah berat.
Ketua Gabungan Peternak Babi Indonesia (GUPBI), I Ketut Hari Suyasa, mengungkapkan bahwa situasi ini mempengaruhi tidak hanya keberlangsungan usaha peternakan tetapi juga kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidup pada sektor ini.
Harga babi hidup di tingkat peternak yang sebelumnya di angka Rp60.000 per kilogram, kini terkoreksi menjadi Rp55.000 per kilogram. Penurunan harga ini, menurut Suyasa, bukan karena menurunnya permintaan, tetapi lebih disebabkan oleh isu-isu yang membuat peternak panik.
“Isu-isu ini sengaja dimainkan untuk menekan harga di tingkat peternak. Akibatnya, terjadi lonjakan penawaran babi yang tidak terkontrol dan menurunkan harga secara drastis,” ungkapnya, Sabtu (21/12/2024)
Keluhan ini mencerminkan betapa rentannya posisi peternak dalam rantai ekonomi babi. Meski serapan dari luar daerah, seperti Jakarta, Sulawesi, dan Kalimantan, tetap tinggi, harga di Bali justru turun.
“Psikologi pasar menjadi faktor yang sangat memengaruhi kenaikan dan penurunan harga babi. Meskipun permintaan dari luar daerah seperti Sulawesi, Jakarta, dan Kalimantan tetap tinggi, harga di tingkat peternak kok malah turun. Ini menunjukkan ada pengaruh lain yang merusak stabilitas pasar. Ada pihak yang menikmati terjadinya selisih harga ini, tapi bukan peternak,” ujar Suyasa.
Peternakan babi di Bali juga harus menghadapi risiko besar dari penyakit seperti African Swine Fever (ASF) dan penyakit mulut dan kuku (PMK). ASF, yang belum memiliki vaksin dan daya bunuhnya mencapai 100%, ini menjadi ancaman utama.
“Kalau satu kandang kena ASF, seluruh ternak bisa mati. Ini risiko yang sangat berat bagi peternak,” kata Suyasa.
Saat terjadi wabah sebelumnya, banyak peternak yang merugi besar karena harga babi anjlok di bawah harga pokok produksi. Tahun lalu, misalnya, harga babi pernah menyentuh Rp25.000 per kilogram, sementara biaya produksi mencapai Rp40.000 per kilogram.
“Peternak sudah sering mengalami kerugian besar tanpa ada perlindungan atau kompensasi dari pemerintah,” keluh Suyasa.
Kritik keras juga dilayangkan kepada pemerintah yang dinilai kurang peduli terhadap kondisi peternak babi. Menurut Suyasa, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan dan jaminan terhadap stabilitas harga serta mendukung pengelolaan risiko.
“Peternak ini rentan terhadap isu-isu yang dimainkan pasar. Pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi, bukan hanya sekadar mencatat keluhan tanpa tindakan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti perlunya dibentuk suatu badan usaha daerah yang berfungsi sebagai penyeimbang pasar.
“Kami sudah berkali-kali mengusulkan pembentukan badan usaha ini, tetapi usulan tersebut hanya menjadi catatan tanpa tindak lanjut,” tambahnya.
Selain itu, proses perizinan pengiriman daging babi beku ke luar daerah yang dianggap rumit juga menjadi beban tambahan.
Ia menyatakan bahwa untuk pengiriman babi hidup, persyaratan izinnya relatif cukup mudah, seperti surat penerimaan ternak di wilayah tujuan. Namun, untuk pengiriman dalam bentuk daging beku, proses perizinan dianggap lebih rumit, yang berpotensi memunculkan praktik ilegal.
“Kalau izin sulit didapat, seharusnya pemerintah mempermudah prosesnya agar peternak kita bisa tetap bersaing di pasar luar,” tambahnya.
GUPBI siap menjadi jembatan komunikasi antara peternak, pemotong, dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Suyasa bahkan mengusulkan pembentukan suatu konsorsium yang dapat mendukung distribusi daging babi ke luar daerah agar harganya tetap stabil dan menguntungkan kepada semua pihak.
Keluhan peternak tidak hanya datang dari sisi ekonomi tetapi juga dari aspek psikologis. Ketidakpastian harga dan risiko wabah membuat banyak peternak mulai kehilangan semangat untuk melanjutkan usaha.
“Beternak babi itu sangat berisiko, tetapi tanpa jaminan harga yang layak, banyak peternak yang berpikir dua kali untuk melanjutkan usaha mereka,” kata Suyasa.
Di tengah keluhan dan beban berat ini, para peternak berharap ada langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Stabilitas harga, dukungan untuk menghadapi risiko wabah, dan kemudahan dalam perizinan menjadi tiga hal utama yang diharapkan peternak.
“Jika pemerintah serius ingin menjadikan Bali sebagai barometer peternakan babi di Indonesia, maka perlindungan terhadap peternak harus menjadi prioritas,” pungkasnya.
Dengan kondisi seperti ini, masa depan peternakan babi di Bali membutuhkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Dibutuhkan dukungan konkret dari pemerintah dan sinergi dengan GUPBI sebagai perwakilan peternak menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan dari salah satu tulang punggung perekonomian masyarakat Bali ini. (E’Brv)
Daerah
Pj Gubernur Bali Serahkan Sertifikat Merk ke Winie Kaori Untuk YKWA Dan Minyak Goreng
DENPASAR – Penjabat (Pj.) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya menyerahkan sejumlah Surat Pencatatan/ Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Penghargaan Kerthi Bhuwana Sandhi Nugraha serta Sertifikat Standardisasi dan Sertifikasi Lembaga Seni Provinsi Bali 2024 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa, 17 Desember 2024.
Salah satunya, Ni Kadek Winie Kaori Intan Mahkota selaku Owner PT Kaori Alam Nusantara (KAN) menerima Sertifikat Merek dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI buat Yayasan Kaori Welas Asih (YKWA) dan produk Minyak Goreng Kaori.
Atas capaian tersebut, Winie Kaori mengucapkan terima kasih atas support Pemerintah Provinsi Bali, guna menerima Sertifikat Merek.
Disebutkan, Sertifikat Merek ini berlaku selama 10 tahun, untuk bisa melindungi Merek yang telah didaftarkan.
“Astungkara, ini bisa menjadi perlindungan untuk pengusaha yang memang menggunakan Hak Merek, supaya aman untuk bisa dipublikasikan maupun didistribusikan ke seluruh Indonesia,” kata Winie Kaori.
Oleh karena itu, lanjutnya Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki Usaha dan Brand diharapkan jangan takut dan jangan ragu-ragu untuk mendaftarkan Merek sebagai salah satu langkah perlindungan untuk usahanya.
Bahkan, kedepannya diharapkan, semoga nanti usaha-usaha yang dibuatkan bisa mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual, baik Hak Merek, Hak Paten dan Hak Cipta yang bisa digunakan selama 10 tahun, sejak tanggal pendaftaran.
“Terima kasih untuk Pemerintah Provinsi Bali utamanya BRIPDA Bali dan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang sudah memberikan fasilitas kepada kami, para UMKM untuk semangat berkarya,” pungkasnya.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Provinsi Bali bekerjasama dengan Kanwil Kemenkum HAM Provinsi Bali dan sentra-sentra Kekayaan Intelektual telah memfasilitasi pendaftaran Kekayaan Intelektual masyarakat Bali.
Apalagi, Pj.Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya sangat mengapresiasi kegiatan pendaftaran sertifikat HAKI oleh masyarakat Bali, lantaran masyarakat Bali terkenal dengan adat istiadat, yang kaya akan seni budaya, tradisi dan kreativitas.
“Masyarakat Bali sangat kreatif dan edukatif dengan menghasilkan banyak hasil karya. Bahkan, saya kaget juga anak-anak yang masih usia sekolah bisa menjadi seorang inovator, itu sangat luar biasa,” terangnya.
Tak hanya itu, masyarakat Bali juga diakui sangat kreatif melalui hasil kerajinan tangan, tari-tarian tradisional hingga kuliner khas Bali yang semuanya merupakan aset berharga menjadi kebanggaan Bali, sehingga terkenal di kalangan masyarakat global.
Warisan karya cipta, seni dan tradisi berciri khas Bali perlu mendapatkan perlindungan, sehingga Pemerintah Provinsi Bali sangat mendukung perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) masyarakat Bali, baik itu dalam bentuk Hak Cipta, Hak Merek, Hak Paten dan Indikasi Geografis (IG) maupun bentuk perlindungan lainnya.
“Dengan adanya HAKI, pencipta memiliki Hak Eksklusif atas ide, inovasi atas kreasi mereka. Hal tersebut menghindari mereka dari tindakan plagiat atau penggunaan karya tanpa izin, sehingga mereka bisa aman untuk terus berkarya,” paparnya.
Disebutkan, dalam kurun waktu 2019-2024, Pemerintah telah menerbitkan 425 sertifikat yang terdiri dari Kekayaan Intelektual Kepemilikan Komunal sebanyak 36 sertifikat terdiri dari 20 Sertifikat Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), 11 Sertifikat Indikasi Geografis (IG), 3 Sertifikat Pengetahuan Tradisional (PT) dan 2 Sertifikat Sumber Daya Genetik (SDG).
“Selain itu, Kekayaan Intelektual Kepemilikan Personal sebanyak 389 sertifikat, terdiri dari 291 Sertifikat Hak Cipta, 3 Sertifikat Hak Paten dan 95 Sertifikat Hak Merek,” kata Mahendra Jaya. (*).
Daerah
Kepala Desa di Luwu Diminta Setor Rp4,5 Juta untuk Bimtek Stunting, Publik Pertanyakan Transparansi
LUWU – Pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema Percepatan Penurunan Stunting Desa se-Kabupaten Luwu Tahun 2024 menuai kontroversi. Program ini yang dikelola oleh PT Putri Dewani Mandiri atas persetujuan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Luwu, membebankan biaya Rp.4,5 juta per desa.
Ketua Forum Pemerhati Pemerintahan Desa dan Kelurahan (FP2KEL), Ismail Ishak, mengkritisi kebijakan tersebut. “Biaya yang dihimpun dari 207 desa mencapai ratusan juta rupiah. Namun, efektivitas kegiatan ini diragukan karena banyak prioritas lain yang lebih mendesak untuk desa,” ujar Ismail. Ia juga menyebut kegiatan ini tidak sesuai dengan amanat Peraturan Desa Nomor 13 Tahun 2023 yang mengutamakan intervensi berbasis kebutuhan lokal.
Kritik ini diperkuat oleh beredarnya surat undangan bertanggal 5 Desember 2024, yang meminta setiap desa menyetorkan dana Rp4,5 juta melalui rekening PT Putri Dewani Mandiri. Namun, pihak penyelenggara membantah isu tersebut.
“Biaya ini tidak besar jika dibagi per peserta. Lima orang dari setiap desa mengikuti Bimtek, artinya rata-rata hanya Rp900 ribu per peserta. Ini investasi untuk pemahaman mereka terkait program stunting,” ujar Andi Hamzah, Bendahara PT Putri Dewani Mandiri.
Meski demikian, transparansi penggunaan anggaran menjadi sorotan. Beberapa kepala desa mempertanyakan apakah biaya tersebut sejalan dengan manfaat yang diperoleh.
DPMD Luwu Bungkam
Hingga berita ini diturunkan, Kepala DPMD Luwu, Kasmaruddin, belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan publik. Pelaksanaan Bimtek ini dijadwalkan berlangsung pada 13–17 Desember 2024 di Aula Bappeda Luwu dan Kota Palopo.
Tantangan Penurunan Stunting
Luwu memiliki 207 desa yang terlibat dalam program ini. Penurunan angka stunting memang menjadi prioritas nasional, tetapi pengalokasian dana desa untuk Bimtek dinilai kurang tepat. Beberapa pihak mendesak agar kegiatan seperti ini diselaraskan dengan kebutuhan lokal dan difokuskan pada solusi konkret di lapangan.
Program ini kini menjadi ujian bagi pemerintah daerah untuk menjawab kritik publik, memastikan akuntabilitas, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan anggaran desa. (SRF/red)
-
Mangku Bumi5 years ago
HIDUP DHARMA
-
News9 months ago
Diduga Gelapkan Dana Ratusan Calon Pekerja Migran, Pengusaha Ibukota Diajukan Ke Meja Hijau
-
News2 years ago
Geger!! Siswi Kelas 2 Smp Ditemukan Gantung Diri Di Kandang Sapi
-
News10 years ago
Post Format: Gallery
-
News3 years ago
Kasus Ungasan, Orang Misterius Hadir ditengah Upacara sebut Kutukan Telah Jalan
-
Daerah4 years ago
Jangan Sampai Jadi Pemangku Tanggung, Ikuti Kursus Kepemangkuan Disini!
-
Mangku Bumi6 years ago
Mengenal lebih dekat Sareng Ide Sire Empu Dharma Sunu dari Griya Taman Pande Tonja Denpasar
-
Daerah4 years ago
Miris! Nusa Dua Tampak Seperti Abandoned City