Connect with us

Daerah

5 Faktor Acuan atas Suksesnya Acara Metatah dan Menek Kelih Gratis

Published

on


GatraDewata, Gianyar – Kegiatan “Metatah dan Menek Kelih Gratis” oleh Yayasan Bhumi Bali Swari (YBBS) berlangsung lancar. Acara yang digelar di sekretariat yayasan (Griya Mas), Sabtu (15/10) berlangsung sejak pukul 06.00 hingga 15.00 wita. Setidaknya ada 5 faktor acuan atas suksesnya acara tersebut berlangsung.

#1 Faktor Ketulusan


Sesuai tema yang diusung sejak awal bahwa YBBS tidak memungut sepeserpun kepada para peserta untuk mendapatan pengakuan niskala (sah secara keagamaan) bagi para peserta. Yang perlu mereka lakukan adalah mendaftarkan diri ke panitia acara. Nama lengkap dan nomor telpon menjadi syarat wajib guna melakukan koordinasi dua arah. Bukan hanya gratis, pada akhir acara mereka juga diberikan bekal finansial yang dikemas dalam sebuah amplop. Berapapun nominalnya tidak perlu menjadi konsumsi publik. “Sisa dana kami bagikan kepada mereka atas permintaan sponsor,” ungkap Made Karma selaku wakil ketua yayasan, sekaligus merupakan sosok paling agresif di acara tersebut. Berita uang saku ini tersebar dalam waktu singkat. Masyarakat sekitar dibuat terkagum dengan ulah mulia pihak yayasan. “Enak ya, sudah metatahnya gratis trus dapat uang saku juga,” begitu celoteh masyarakat sekitar yang disampaikan salah satu relawan diakhir acara.

#2 Faktor Kepedulian


Ini faktor yang paling membuat masyarakat terharu. Diantara seluruh peserta ada salah satunya merupakan penyandang disabilitas (cacat). Ia tidak lain adalah Ni Kadek Yuni Darmayanti, remaja putri asal desa Sidan, Gianyar, yang bahkan tidak bisa duduk. Dalam kesehariannya ia harus dibopong untuk ritual wajibnya seperti makan, mandi dan buang air. Sebelumnya, Ayu pernah ditolak di acara serupa. Disinilah kebesaran hati yayasan dipertaruhkan. “Kita disini universal, tidak memandang latar belakang, apalagi kondisi fisik,” jelas Nak Lingsir selaku pembina YBBS.

#3 Faktor Dukungan


Menangani puluhan peserta metatah dan menek kelih mustahil terlaksana tanpa dukungan pihak – pihak terkait. Untuk itulah YBBS merangkul seluruh instansi terkait termasuk petinggi desa adat/dinas dan pecalang setempat. Juga dilibatkan 16 Sangging (Mangku yang bertugas melakukan prosesi metatah), belasan srati (tukang pembuat banten atau kelngkapan upakara), 3 sulinggih yang muput (prosesi persembahan utama) dan, tidak kalah pentingnya, kehadiran pengayom Hindu daerah yaitu PHDI Gianyar. Pihak yayasan sangat mengapresiasi dukungan yang diberikan oleh semua pihak sehingga acara bisa terlaksana tanpa kendala berarti. Hotelarious Management dan Kathulistiwa Plants juga tersentuh guna memberikan dukungan. Keduanya kompak menyumbangkan spanduk (banner) yang terpasang rapi di tiga titik.

#4 Faktor Finansial


YBBS bukanlah lone wolf layaknya pahlawan pada perang gerilya. Mereka sukses menggugah pihak lain untuk turut menoreh sejarah di acara keagamaan ini. Setidaknya ada lima organisasi yang turut dilibatkan, yakni Yayasan Arda Nareswari, Yayasan Jaya Darsana, Komunitas Rare Bali, Komunitas Berbagi Senyuman dan Komunitas Peduli Bali. Ada juga belasan donatur perorangan yang turut mendukung melalui sumbangan dana dan materiil. Alhasil, dana dan kebutuhan materiil yang terkumpul tertutupi, bahkan sedikit surplus.

#5 Faktor Alam Semesta


Diatas keempat faktor diatas ternyata ada faktor tertinggi yang tanpanya mustahil acara ini sesukses ini. Tuhan yang maha kuasa yang menjadi penguasa tertinggi Alam semesta memiliki caranya sendiri dalam mendukung kegiatan mulia tersebut. Cuaca seputaran Ubud boleh dibilang kurang bersahabat. Hujan lebat kerap terjadi beberapa hari sebelumnya. Bahkan, pada saat acarapun terjadi hujan, namun waktu itu tidak berlangsung lama. “Syukurlah, tadi pagi sempat hujan sebentar dan setelah itu berangsur kering,” tambah Nak Lingsir penuh rasa syukur. Disamping dukungan cuaca, secara waktu juga sesuai target walaupun peserta melebihi target awal. Dari sisi konsumsi juga pas, tidak kekurangan. “Ini sempurna, tidak ada yang kurang. Semuanya sesuai porsinya,” tutup Nak Lingsir seolah tidak percaya semuanya begitu lancar, mulus.

Keceriaan anak – anak setelah melalui prosesi upacara metatah dan menek kelih bisa dijakian indikator kesuksesan sebuah acara. Mereka tampak tersenyum lepas dan bangga telah melewati salah satu proses nyata dalam hidupnya. Mereka bersorak gembira saat melakukan foto bersama dan satu per satu melakukan sembah syukur kepada Ratu Nak Lingsir sebagai ungkapan terimakasih.<SWN>


Daerah

Rumor Akar Rumput Tabanan Tak inginkan Sanjaya

Published

on

 

TABANAN – Isu “ABS” (Asal Bukan Sanjaya) berhembus cukup kencang di akar rumput Kabupaten Tabanan. Dikabarkan karena adanya idola tokoh banteng yang lainnya di Tabanan yang dianggap sudah mampu menciptakan kesejahteraan di Tabanan, tentu ini dapat mengancam keberadaan petahana untuk bisa maju ke periode kedua.

Tokoh itu tak lain dan tak bukan adalah Anggota Komisi IV DPR RI yang digadang – gadang menjadi calon Tabanan 1. Apalagi dengan sebutan “Wakil Rakyat Sejuta Traktor” sudah sangat akrab ditelinga masyarakat Tabanan.

Tokoh yang satu ini telah 5 kali dalam sejarahnya telah dipilih oleh masyarakat Bali menjadi Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan dengan 255.130 suara terbanyak di Dapil Bali dan peringkat suara tertinggi ke-7 nasional, saat Pileg 2019 lalu.

Belum lagi sikap jumawa yang diperlihatkan Sanjaya dengan deklarasi seluruh jajaran struktural Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Kabupaten Tabanan mendukung penuh I Komang Gede Sanjaya untuk maju kembali sebagai calon tunggal Bupati Tabanan, pada Pilkada 2024 mendatang tanpa embel – embel nama I Made Edi Wirawan sebagai calon tetap untuk posisi Wakil Bupati Tabanan dalam paket Jaya-Wira untuk periode kedua kalinya, Jumat (19/04/2024) di ruang rapat Kantor Sekretariat DPC PDI Perjuangan.

Sedangkan dalam proses penjaringan untuk calon wakil bupati Tabanan malah sudah ada beberapa kandidat nama yakni, I Made Dirga selaku ketua DPRD Tabanan, I Nyoman Muliadi selaku ketua PAC PDI Perjuangan Kecamatan Kediri dan I Gede Putu Desta Kumara selaku Sekretaris DPD Repdem Bali.

Belum lagi sikap dari Sanjaya yang masih membuka kesempatan bagi non kader mendaftar sebagai bakal calon Wakil Bupati Tabanan.

“Kami masih membuka kesempatan untuk non kader (eksternal, red) mulai tanggal 20 sampai 27 April 2024. Bagi yang berminat untuk mendaftar sebagai calon Wakil Bupati,” sebut Sanjaya.

Dari sikap seperti itu tentu Sanjaya bisa dianggap lupa diri terhadap sejarah yang ada pada Pilkada Tabanan tahun 2020 yang lalu, dimana saat itu nama Edi Wirawan -lah yang sudah sepenuhnya mengantongi rekomendasi calon Bupati Tabanan.

Sikap Edi Wirawan yang berjiwa besar inilah mau mengalah berada di posisi kedua dan Sanjaya diberikan kesempatan maju sebagai Tabanan 1 untuk periode pertama. Hal itu mendapatkan pujian dari ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali, Wayan Koster.

Sikap egoistik inilah yang kerap menciptakan keretakan – keretakan yang terjadi di masyarakat, akankah Sanjaya dapat legowo seperti paket Gubernur Bali, atau bahkan terjungkal digantikan oleh yang lain, hanya Hyang Widhi maha mengetahui. (Ich)

Continue Reading

Daerah

Serba-serbi Keratosis Seboroik

Published

on

Oleh: Dr. dr. Ketut Kwartantaya Winaya, Sp.D.V.E, Subsp.O.B.K, FINSDV, FAADV

DENPASAR – Keratosis seboroik merupakan tumor jinak yang biasanya ditemui pada orang tua. Keratosis seboroik lebih sering ditemui pada ras kulit putih.

Keratosis seboroik dapat muncul sejak usia 15 tahun dan kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia terutama pada dekade kelima. Penyebab keratosis seboroik hingga saat ini masih belum diketahui, namun banyak terjadi setelah peradangan kulit dan paparan sinar matahari.

Keratosis seboroik dapat muncul di bagian tubuh manapun, terutama pada daerah wajah dan tubuh bagian atas. Tanda keratosis seboroik yaitu peninggian atau penonjolan kulit berwarna cokelat hingga hitam berbentuk kubah, permukaan licin tidak berkilat atau berdungkul-dungkul, berbatas tegas, berukuran 1 mm hingga beberapa cm, dan disertai sisik berminyak diatasnya.

Diagnosis keratosis seboroik dapat ditegakan secara klinis dan jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu histopatologi.

Peninggian atau penonjolan kulit yang meluas dengan cepat, menimbulkan gejala, atau gambaran yang mengarah ke kanker kulit (asimetri, batas tidak tegas, warna bervariasi, diameter 6 mm atau lebih, evolusi atau elevasi) merupakan beberapa indikasi dilakukannya pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan keganasan.

Keratosis seboroik biasanya tidak perlu diobati, namun terdapat beberapa alasan dilakukannya terapi yaitu kosmetik, gatal, meradang atau nyeri. Terapi keratosis seboroik yang dapat dilakukan diantaranya bedah beku (krioterapi), bedah listrik atau bedah laser (ablasi laser). Keratosis seboroik berukuran besar dapat dilakukan dermabrasi atau fluorouracil topikal.

Beberapa efek samping yang dapat timbul dari terapi keratosis seboroik yaitu timbulnya jaringan parut, perubahan warna kulit, pengangkatan yang tidak komplit atau muncul berulang.

 

Referensi:

1. Cipto H, Suriadiredja ASD. 2016. Tumor Kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI,  269-273.

2. Cuda JD, Rangwala S, Taube JM. 2019. Benign Epithelial Tumors, Hamartomas, and Hyperplasias. Fitzpatricks Dermatology 9th Edition. United States: McGraw-Hill Education, 1918-1934.

Continue Reading

Daerah

Kenali Jenis-jenis Tahi Lalat

Published

on

Oleh: Dr. dr. Ketut Kwartantaya Winaya, Sp.D.V.E, Subsp.O.B.K, FINSDV, FAADV

DENPASAR – Tahi lalat dapat muncul sejak lahir (congenital melanocytic nevi) atau didapat seiring bertambahnya usia (common acquired nevi). Dari beberapa tipe tahi lalat tersebut, beberapa bersifat jinak dan beberapa bersifat ganas bahkan dapat berkembang menjadi kanker kulit. Mayoritas tahi lalat yang muncul sejak lahir berukuran kecil hingga sedang, namun dapat berukuran >1,5 cm dan muncul pada usia 1 bulan hingga 2 tahun.

Tahi lalat yang muncul sejak lahir tampak sebagai perubahan warna kulit atau peninggian kulit berwarna kecokelatan dengan batas tegas. Pertumbuhan rambut dapat muncul saat lahir atau beberapa tahun. Kebanyakan tahi lalat yang muncul sejak lahir diawali dengan warna yang merata, kemudian seiring bertambahnya usia warna dapat bervariasi seperti kecokelatan, hitam, dan kebiruan dan tekstur permukaan tahi lalat menjadi ireguler serta ukurannya bertambah.

Gambar 1. Tahi lalat yang muncul sejak lahir

Tahi lalat yang didapat (common acquired nevi) biasanya muncul saat masa kanak-kanak atau dewasa muda (dekade ketiga pertama) dan menetap selama beberapa dekade. Tahi lalat yang didapat timbul sebagai perubahan warna kulit atau peninggian kulit yang berwarna kecokelatan, merah muda atau berwarna seperti kulit. Mayoritas tahi lalat yang didapat berukuran kurang dari 6 mm, permukaan rata dan warna yang sama, berbentuk bulat atau oval, dan berbatas tegas.

Pada orang berkulit putih, tahi lalat yang berwarna sangat cokelat atau hitam harus dicurigai. Tahi lalat berwarna gelap lebih sering dijumpai pada orang berkulit gelap. Warna biru, abu-abu, merah, dan putih jarang ditemukan pada tahi lalat yang didapat sehingga jika ditemukan maka harus dicurigai. Tahi lalat yang didapat dapat muncul pada permukaan kulit manapun. Akan tetapi, pada orang kulit gelap lebih sering muncul pada telapak tangan dan kaki, kuku, dan mukosa.

Gambar 2. Common acquired nevi

Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah tahi lalat berkurang, namun insiden kanker kulit meningkat. Bertambahnya jumlah tahi lalat yang didapat meningkatkan risiko berkembangnya kanker kulit. Tahi lalat baru yang bertambah luas atau tahi lalat yang sudah ada sebelumnya mengalami perubahan warna pada orang dewasa memiliki risiko tinggi berkembang menjadi kanker kulit. Maka dari itu, penting untuk membedakan tahi lalat yang bersifat jinak dan ganas.

Tanda-tanda tahi lalat yang jinak yaitu berukuran lebih kecil dari penghapus pensil, berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas, permukaan rata, dan warna yang merata pada satu tahi lalat seperti merah muda atau coklat. Untuk mengenali kanker kulit secara dini dapat menggunakan akronim ABCD yang terdiri dari asimetri bentuk tahi lalat; border atau batas yang tidak tegas; color atau warna yang bermacam-macam pada satu tahi lalat yaitu hitam, kebiruan, coklat, kemerahan, dan abu-abu; diameter 6 mm atau lebih; dan elevasi (penonjolan tahi lalat) atau evolusi (perkembangan tahi lalat).

Jika tahi lalat memenuhi salah satu kriteria ABCD, maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kanker kulit.

 

Referensi:

1. Cuda JD, Moore RF, Busam KJ. Melanocytic Nevi. 2019. Fitzpatricks Dermatology 9th Edition. United States: McGraw-Hill Education, 1944-1951.

2. Yale Medicine. Melanocytic Nevi (Moles). Tersedia pada: https://www.yalemedicine.org/conditions/melanocytic-nevi-moles

Continue Reading

Trending

Copyright © 22 Juni 2013 Gatradewata. Pesonamu Inspirasiku