Larangan Botol Plastik Gubernur Bali, Lebih Lucu dari Lawakan Petruk
- account_circle Admin
- calendar_month Ming, 6 Jul 2025

Terjepret kamera, botol plastik dibawah 1 liter depan mata Gubernur Bali.
DENPASAR — Kebijakan pelarangan air minum dalam kemasan plastik di bawah satu liter di Bali menuai Kontroversial. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola persoalan sampah secara sistemik ini dengan membuat larangan tersebut justru dianggap membebani masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro yang selama ini bergantung pada distribusi dan pengepulan sampah plastik sebagai sumber penghidupan.
Dikutip dari Instagram
Gubernur Bali I Wayan Koster melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 9 Tahun 2025 memerintahkan penghentian produksi dan peredaran air minum kemasan (AMDK) plastik berukuran kecil, dengan alasan menjaga kelestarian lingkungan Pulau Dewata.
Dikutip dari berita kompas (klik untuk link)
Pertemuan berlangsung di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar, Jumat (30/5/2025). Koster meminta mulai hari ini para pengusaha setop menggunakan AMDK di bawah 1 liter.
“Sudah harus mengolah sampah dari sumbernya langsung, memanfaatkan sampah organik, serta tidak menggunakan minuman kemasan plastik di bawah satu liter. Sudah harus dijalankan mulai hari ini,” katanya.
Namun, banyak pihak menilai kebijakan ini tergesa-gesa dan minim solusi nyata, terutama terhadap dampaknya pada ekonomi informal seperti pengepul sampah plastik dan tenaga kerja industri pengemasan.
“Pelarangan ini terlihat simbolik dan sensasional. Padahal, jika dikelola dengan benar, botol plastik bisa menjadi pundi-pundi ekonomi rakyat melalui daur ulang dan sistem pengepulan yang terstruktur,” ujar seorang pelaku usaha daur ulang di Denpasar.
Kritik juga datang dari mantan anggota DPD RI, I Gede Pasek Suardika, yang menyebut aturan ini tidak hanya lemah secara yuridis, tetapi juga tidak aplikatif. Melalui akun media sosialnya, GPS bahkan menyindir ketidakkonsistenan pelaksanaan aturan tersebut, dengan menyebut bahwa pelanggaran terjadi di depan mata Gubernur sendiri, tanpa ada penegakan dari Satpol PP.
Pertanyaan besar pun mengemuka, apakah semua bentuk kemasan plastik bisa dihilangkan dari Bali? Jika air minum dalam botol plastik kecil dilarang, bagaimana dengan plastik pembungkus kopi sachet, makanan ringan, hingga produk UMKM lainnya yang juga menggunakan plastik sekali pakai dan bahkan lebih sulit terurai?
Bila tidak ada solusi menyeluruh dan lintas sektor, termasuk kajian terhadap dampak industri, logistik, dan tenaga kerja, aturan ini hanya akan menjadi tontonan kebijakan yang lucu, bukan perubahan berarti.
“Ini bukti pernyataan saya dulu….bahwa Surat Edaran Gubernur tentang larangan Air Minuman Dalam Kemasan di bawah satu liter tidak akan bisa berjalan di Bali”
“Lain kali buatlah aturan yang substansial bukan yang sensasional…..jika tidak, maka tontonan yang lebih lucu dari lawakan Petruk makin sering terjadi, ” Ungkapnya.
Sementara pemerintah berkeras bahwa program ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan akan menjadikan Bali sebagai percontohan nasional, masyarakat dan pelaku usaha mendesak agar pendekatan terhadap pengelolaan sampah dilakukan lebih inklusif.
Edukasi, penguatan ekosistem daur ulang, insentif bagi produsen ramah lingkungan, dan regulasi yang realistis dinilai lebih tepat dibanding sekadar larangan yang membebani rakyat kecil.
Dengan TPA yang nyaris penuh, Bali memang membutuhkan terobosan. Namun, ketika solusi dikemas dalam bentuk aturan yang menyulitkan banyak pihak tanpa memberi alternatif nyata, maka yang muncul bukanlah kebersihan lingkungan, melainkan ketimpangan baru dalam ekosistem sosial dan ekonomi rakyat. (Ray)
Saat ini belum ada komentar