Prof Anom Sepakat dengan Puan, Soroti Koster yang Diduga Abai Terhadap Peringatan Dini Sektor Pariwisata
- account_circle Ray
- calendar_month Kam, 3 Jul 2025

Prof. Dr. I Putu Anom, M.Par, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana.
DENPASAR – Gubernur Bali I Wayan Koster kembali menjadi sorotan tajam setelah dinilai terlalu optimistis dalam menanggapi isu pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor pariwisata Bali.
Pernyataannya yang menyebut isu PHK sebagai “kampanye hitam” dari pesaing destinasi wisata lain justru memicu kritik dari berbagai kalangan, termasuk akademisi pariwisata.
Salah satu suara kritis datang dari Prof. Dr. I Putu Anom, M.Par, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana. Ia menyatakan secara tegas bahwa dirinya sepakat dengan peringatan yang dilontarkan Ketua DPR RI Puan Maharani mengenai ancaman PHK di Bali.
“Kalau terjadi penurunan room occupancy, tentu mengindikasikan ada penurunan kunjungan wisatawan dan tentu ada kemungkinan pengusaha melakukan efisiensi, termasuk mengurangi tenaga kerja,” ujarnya. Prof Anom menekankan bahwa pemerintah Bali seharusnya lebih jeli dalam membaca situasi riil, termasuk kompetisi yang makin ketat di sektor pariwisata.
Kritik ini muncul setelah Gubernur Koster membanggakan capaian angka kunjungan wisatawan mancanegara yang disebut mencapai 6,4 juta orang pada 2024, dengan peningkatan harian 10–12% pada 2025. Namun ironisnya, ia juga mengakui bahwa kunjungan wisatawan domestik justru anjlok 10–20% per hari. Kondisi ini berimbas langsung pada sektor hotel kelas menengah, UMKM, hingga lapangan kerja informal yang menyerap lebih dari 25% tenaga kerja pariwisata.
Prof Anom menyoroti adanya ketimpangan signifikan antara pertumbuhan jumlah kamar hotel dan peningkatan kunjungan wisatawan.
“Kenaikan jumlah kamar terus terjadi, sedangkan pertumbuhan wisatawan melambat, bahkan bisa menurun karena pengaruh kondisi internal dan eksternal,” jelasnya.
Situasi ini, menurutnya, bisa menimbulkan tekanan besar pada pelaku industri yang akhirnya terpaksa memangkas biaya, termasuk tenaga kerja.
Pernyataan Gubernur Koster yang menyederhanakan kritik sebagai kampanye negatif dianggap sebagai bentuk keacuhan terhadap sinyal-sinyal krisis dari lapangan.
Padahal, peringatan dari tokoh nasional seperti Puan Maharani seharusnya dijadikan momentum evaluasi, bukan ditampik begitu saja dengan dalih politik. Pemerintah daerah didesak untuk tidak terbuai oleh data semata, namun harus berani menanggapi realita yang dialami pekerja pariwisata Bali.
Melalui penguatan program re-skilling, dukungan terhadap UMKM, dan pengembangan sistem deteksi dini ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan dapat menjawab persoalan ini secara konkret. Karena sesungguhnya, angka-angka bukan untuk membius kebijakan, melainkan menjadi alat navigasi agar arah pembangunan tetap berpihak pada kesejahteraan rakyat. (Ray)




Saat ini belum ada komentar